Ruangan ini berada di bagian paling belakang gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Amat jarang digunakan untuk menyidangkan perkara yang terdakwanya adalah seorang anak. Tapi siapa sangka jika dari ruangan sidang khusus anak ini ternyata muncul putusan yang patut menjadi acuan bagi para penyidik dalam menangani perkara anak.
Adalah Hakim Tjokorda Rae Suamba pembuat putusan yang penting bagi perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum itu. Lewat putusan sela yang dibacakan pada Rabu (11/5), Tjokorda menyatakan surat dakwaan perkara anak dengan terdakwa DS, batal demi hukum. Akibatnya, jaksa diperintahkan untuk menghentikan penuntutan terhadap DS.
Putusan seperti itu diambil Tjokorda karena ia menilai surat dakwaan jaksa dibuat berdasarkan berita acara penyidikan yang tidak sah.
Pada pertimbangan hukumnya, Tjokorda yang juga tercatat sebagai hakim Pengadilan Tipikor Jakarta itu, melihat terdakwa DS adalah anak-anak. Umurnya baru 14 tahun. Secara hukum DS dianggap belum cakap hukum, sehingga dinilai belum bisa melakukan perbuatan hukum seperti membuat surat kuasa atau dokumen hukum lainnya.
Faktanya, hakim menemukan bukti dalam berita acara penyidikan yang menunjukkan DS telah menandatangani surat pernyataan dan sebuah berita acara. Dua dokumen itu isinya menyatakan bahwa DS secara sadar menolak didampingi pengacara.
Bagi hakim, dua surat itu tak sesuai hukum. Berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata, orang yang belum dewasa tidak cakap membikin perjanjian.
Lagipula, lanjut Tjokorda, DS yang dijerat dengan Pasal 363 Ayat (1) ke-3 atau Pasal 362 KUHP tentang pencurian, diancam dengan hukuman maksimal tujuh tahun. Dan berdasarkan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP, setiap tersangka yang dijerat dengan tindak pidana yang ancaman hukumannya minimal lima tahun, wajib didampingi pengacara.
Selain itu, Pasal 51 UU No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mewajibkan anak yang sedang terlibat kasus hukum untuk didampingi oleh pengacara dalam tiap tahap pemeriksaan. Baik itu di tingkat kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan. Dengan demikian, hakim berpandangan bahwa proses penyidikan DS tidak sah karena tak didampingi pengacara.
Jaksa penuntut umum, T. Agam tak mau berkomentar banyak atas putusan hakim. “Kami akan ajukan PK (peninjauan kembali) terhadap putusan majelis,” ujarnya usai persidangan.
Sementara pengacara DS, Supriyadi Sebayang mengaku puas dengan putusan hakim. Soal rencana jaksa mengajukan peninjauan kembali, Supriyadi menyatakan, “Seharusnya JPU mengajukan perlawanan karena ini putusan sela,” jelasnya.
Untuk mengingatkan DS ditangkap dan ditahan polisi dari Polsek Johar Baru Jakarta Pusat. Ia disangka mencuri kartu perdana telepon seluler senilai Rp10 ribu saat terjadi tawuran antar warga di Johar Baru. DS juga sempat ditahan di Rutan Pondok Bambu.
Putusan Penting
Direktur Eksekutif Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH Peradi) Anggara menyambut baik putusan ini. Menurut dia, putusan ini sekaligus untuk mengingatkan bahwa penyidik mempunyai kewajiban untuk menyediakan bantuan hukum kepada tersangka. Baik anak-anak maupun dewasa.
Anggara juga mengaku pernah menangani kasus serupa dimana kliennya yang juga anak-anak dipaksa membuat surat pernyataan dan berita acara penolakan didampingi penasehat hukum. Di persidangan, Anggara juga mengajukan eksekspi atas perlakuan itu.
“Tetapi selama ini hakim tidak mempertimbangkannya dengan alasan kewenangan eksepsi hanya mencakup surat dakwaan yang tidak cermat, tidak lengkap, dan tidak jelas. Sementara soal penyidikan yang dilakukan secara tidak sah dan melanggar hak tersangka, kerap diabaikan hakim,” pungkasnya.
(Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4dcac4e944fc9/penyidikan-tidak-sah-hakim-batalkan-dakwaan)