Tidak seperti rencana aksi demo koleganya yang batal, seorang hakim PTUN benar-benar mewujudkan niatnya untuk “berjuang” lewat pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstittusi (MK). Ia adalah Teguh Satya Bhakti yang mengajukan permohonan uji materi UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara . Yang dipersoalkan adalah kekuasaan presiden dalam pengelolaan keuangan negara.
Teguh adalah hakim PTUN Semarang yang sebelumnya sempat “diperiksa” Mahkamah Agung (MA) bersama Andy Nurvita, inisiator rencana demo kesejahteraan para hakim. Kala itu, Teguh dipanggil MA terkait rencana pengujian undang-undang yang dilontarkannya.
Dalam permohonan, Teguh meminta MK menguji Pasal 6 ayat (1) UU Keuangan Negara yang dianggap sebagai penyebab pengelolaan keuangan MA tidak independen. Menurutnya, selama ini pengelolaan keuangan MA termasuk badan peradilan di bawahnya terkesan dimonopoli cabang kekuasaan lain. Hal ini dinilai melanggar prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Selengkapnya, Pasal 6 ayat (1) UU Keuangan Negara berbunyi, “Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.”
Menurutnya, Pasal 6 ayat (1) UU Keuangan Negara telah mengesampingkan esensi kemandirian kekuasaan kehakiman dalam mengelola anggaran sendiri. Padahal, MA seharusnya memiliki hak otonom untuk mengelola anggarannya sendiri. Hal itu sesuai Pasal 81A UU No 3 Tahun 2009 tentang MA yang menyatakan anggaran MA dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam APBN.
“Frasa ‘kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan’ telah membuka penafsiran semua pengelolaan anggaran kementerian/lembaga negara termasuk MA berada di bawah kekuasaan presiden,” kata Teguh dalam sidang panel pendahuluan yang dipimpin Achmad Sodiki di Gedung MK Jakarta, Jum’at (6/5).
Ia juga menilai berlakunya Pasal 6 ayat (1) itu, masih belum memberi ruang yang kondusif bagi independensi anggaran MA. Hal ini dapat dilihat besarnya proporsi kewenangan pemerintah dalam menentukan pagu anggaran MA. Sebab, saat pembahasan anggaran dengan DPR tidak menempatkan MA sebagai lembaga yang menerima anggaran dalam APBN.
“Meski MA telah menyusun anggaran, belum tentu akan disetujui pemerintah dan DPR, sehingga penetapan anggaran MA didasarkan asumsi-asumsi kebutuhan pemerintah dan iktikad baik DPR,” katanya.
Pengelolaan yang bergantung pada lembaga lain, kata Teguh, mengakibatkan anggaran MA dan badan-badan peradilan sangat minim. “Ini berdampak sistemik kepada badan peradilan termasuk PTUN Semarang tempat saya bertugas. Kondisi ini mengakibatkan kerugian bagi saya ketika menjalankan tugas sebagai hakim,” dalihnya.
Teguh berkeyakinan Pasal 6 ayat (1) UU Keuangan Negara bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang melanggar prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka. “Jika tidak, pasal itu juga dinyatakan konstitusional bersyarat yang mewajibkan presiden mengalokasikan hak anggaran MA dalam UU APBN,” tuntutnya.
Hakim Konstitusi Achmad Sodiki menilai permohonan lebih banyak menguraikan kewenangan konstitusional yang dimiliki MA sebagai lembaga kekuasaan kehakiman. Namun, tidak menguraikan kerugian konstitusional pemohon sebagai perseorangan akibat berlakunya pasal itu.
“Seharusnya pemohon mengkonstrusikan kembali permohonannya terutama legal standing-nya, apakah Saudara mewakili MA atau perorangan sebagai warga negara? Terus, Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menjadi batu uji sudah tepat karena ini menyangkut kewenangan lembaga (MA, red)?” katanya. “Tuntutan Saudara itu juga apa maksudnya?”
Hakim konstitusi lainnya, Harjono menyarankan agar pemohon menekankan kapasitasnya sebagai hakim ketimbang warga negara biasa, agar bisa dihubungkan dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945. “Hakim sendiri juga kan menjalankan kekuasaan yang merdeka, sehingga posisi Saudara sebagai hakim ada kaitannya langsung dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945. Nanti Saudara bisa konstrusikan sendiri dengan argumentasi yang logis,” ujarnya.
(sumber: http://hukumonline.com/berita/baca/lt4dc641db30f90/hakim-uji-uu-keuangan-negara)
(sumber: http://hukumonline.com/berita/baca/lt4dc641db30f90/hakim-uji-uu-keuangan-negara)