"Apa perbedaan antara judicial review Mahkamah Konstitusi dan judicial review Mahkamah Agung? Kenapa harus berbeda?" Ini adalah beberapa pertanyaan umum yang sering kita dengar dalam pergaulan sehari-hari. Untuk itu, kita perlu mengetahui beberapa perbedaan antara judicial review yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi, dan judicial review yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung. Kedua jenis judicial review ini ada baiknya dihapami, agar tidak terjadi kesalahan prosedur pengajuan perkara yang dapat berakibat perkara itu dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verlkraad).
A. Kewenangan
1. Judicial Review Mahkamah Konstitusi:
a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia tahun 1945;
c. Memutus pembubaran partai politik; dan
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
e. Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
2. Judicial Review Mahkamah Agung:
a. MA mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang lain.
b. MA berwenang menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku (Pasal 31 ayat (1) dan (2) UU No. 5 Tahun 2004)
B. Legal Standing
1.
1. Judicial Review Mahkamah Konstitusi:
Permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. Perorangan warga negara Indonesia;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. Badan hukum publik atau privat; atau
d. Lembaga negara. (Pasal 51 ayat (1) UU MK)
2. Judicial Review Mahkamah Agung:
Permohonan judicial review ke Mahkamah Agung hanya dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, yaitu:
a. Perorangan warga negara Indonesia;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; atau
c. Badan hukum publik atau badan hukum privat. (Pasal 31A ayat (2) UU 3/2009)
C. Prosedur Pengajuan Perkara
1.
1. Judicial Review Mahkamah Konstitusi:
Pengajuan permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi diajukan langsung ke Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, atau bisa mendaftar online lewat situsnya: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/
Permohonan harus ditulis dalam Bahasa Indonesia baku, ditandatangani oleh pemohon/kuasanya, dan dibuat dalam 12 rangkap. Permohonan yang dibuat harus memuat jenis perkara yang dimaksud, disertai bukti pendukung, dgn sistematika:
a. Identitas dan legal standing Posita
b. Posita Petitum
c. Petitum
Adapun prosedur Pendaftaran:
a. Pemeriksaan kelengkapan permohonan panitera:
1) Belum lengkap, diberitahukan
2) 7 (tujuh) hari sejak diberitahu, wajib dilengkapi
b. Registrasi sesuai dengan perkara.
1) 7 (tujuh) hari kerja sejak registrasi untuk perkara.
2) Pengujian undang-undang:
a) Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden dan DPR.
b) Permohonan diberitahukan kepada Mahkamah Agung.
3) Sengketa kewenangan lembaga negara:
a) Salinan permohonan disampaikan kepada lembaga negara termohon.
4) Pembubaran Partai Politik:
a) Salinan permohonan disampaikan kepada Parpol yang bersangkutan.
5) Pendapat DPR:
a) Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden.
Setelah berkas permohonan Judicial Review masuk, maka dalam 14 hari kerja setela registrasi ditetapkan Hari Sidang I (kecuali perkara Perselisihan Hasil Pemilu) akan ditetapkan jadwal sidang. Para pihak berperkara kemudian diberitahu/dipanggil, dan jadwal sidang perkara tersebut diumumkan kepada masyarakat.
2.
2. Judicial Review Mahkamah Agung:
Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada MA dan dibuat secara tertulis dan rangkap sesuai keperluan dalam Bahasa Indonesia (Pasal 31A ayat (1) UU 3/2009).
Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. Nama dan alamat pemohon;
b. Uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan menguraikan dengan jelas bahwa:
1) Materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan/atau
2) Pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku; dan
3) Hal-hal yang diminta untuk diputus. (Pasal 31A ayat (3) UU 3/2009)
Permohonan judicial review ke MA diatur lebih rinci dalam Perma No. 1 Tahun 2004 tentang Hak Uji Materiil dengan menggunakan terminologi Permohonan Keberatan. Permohonan keberatan diajukan kepada MA dengan cara:
a. Langsung ke MA; atau
b. Melalui Pengadilan Negeri yang membawahi wilayah hukum tempat kedudukan Pemohon.
c. Permohonan Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak ditetapkan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
d. Pemohon membayar biaya permohonan pada saat mendaftarkan permohonan keberatan yang besarnya akan diatur tersendiri.
e. Dalam hal permohonan keberatan diajukan langsung ke Mahkamah Agung:
1) Didaftarkan di Kepaniteraan Mahkamah Agung;
2) Dibukukan dalam buku register permohonan;
3) Panitera Mahkamah Agung memeriksa kelengkapan berkas dan apabila terdapat kekurangan dapat meminta langsung kepada Pemohon Keberatan atau kuasanya yang sah;
f. Dalam hal permohonan keberatan diajukan melalui Pengadilan Negeri (Pasal 4 Perma 1/2004):
1) Didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri;
2) Permohonan atau kuasanya yang sah membayar biaya permohonan dan diberikan tanda terima;
3) Permohonan dibukukan dalam buku register permohonan;
4) Panitera Pengadilan Negeri memeriksa kelengkapan permohonan keberatan yang telah didatarkan oleh Pemohon atau kuasanya yang sah, dan apabila terdapat kekurangan dapat meminta langsung kepada pemohon atau kuasanya yang sah.