tag:blogger.com,1999:blog-68521902184990350722024-03-17T23:03:45.946-07:00Blog Seputar Hukum dan PeradilanFathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.comBlogger87125tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-27809926081023827992015-06-02T20:16:00.001-07:002015-06-02T20:18:37.173-07:00Majalah Badilag Edisi Keenam (Mei 2015)<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgp-a520hFiz627RQAkUZNkGvpHMdK8IWFaVQ5YdLK7PGj8RPauHxkOVapmvFhg9ISfOutuHehVACXsU2ZiNZppfpGrAtGgjwBYqsEFiX67m4fU_OP7iDFpIGihlwRNwvIEjWmeNotlEY0/s1600/Pages+from+MAGZ-PA+MEI_2015%25281%2529.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgp-a520hFiz627RQAkUZNkGvpHMdK8IWFaVQ5YdLK7PGj8RPauHxkOVapmvFhg9ISfOutuHehVACXsU2ZiNZppfpGrAtGgjwBYqsEFiX67m4fU_OP7iDFpIGihlwRNwvIEjWmeNotlEY0/s400/Pages+from+MAGZ-PA+MEI_2015%25281%2529.jpg" width="302" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Majalah Badilag Edisi Keenam akhirnya terbit, sebagai feedback dari konsep Access to Justice yang telah dilaksanakan selama ini, dan sebagaimana termaktub dalam <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBwQFjAA&url=https%3A%2F%2Fwww.mahkamahagung.go.id%2Fimages%2FCETAK%2520BIRU%2520PEMBARUAN%2520PERADILAN%25202010-2035.PDF&ei=WGluVcqcH4n8ULjAgbgF&usg=AFQjCNG7-rbfAwyuZ_FWDjgIV4g1xd2GZA&sig2=yKSaEfJAzNr0KMycZbe3ww" target="_blank">Blue Print Mahkamah Agung 2010-2034</a> . <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">(Cek Majalah Badilag sebelumnya, di artikel <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2013/10/majalah-badilag-edisi-pertama-mei-2013.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi Pertama</a> dan <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2013/10/majalah-badilag-edisi-kedua-september.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi Kedua</a>, <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2014/01/majalah-badilag-edisi-ketiga-desember.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi Ketiga</a>, <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2015/02/majalah-badilag-edisi-ke-4-juli-2014.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi keempat</a>, dan <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2015/02/majalah-badilag-edisi-kelima-desember.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi Kelima</a> )</span></span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Edisi kali ini mengangkat Laporan Khusus tentang Access To Justice Mahkamah Agung, terutama Peradilan Agama, dalam empat
rubrik: <b>Akses Keadilan Kelompok Rentan</b>; Memaparkan tentang kendala masyarakat (terutama masyarakat miskin) dalam mengakses Keadilan di Pengadilan, <b>Jejak Access To Justice</b>; Kiprah Peradilan Agama dalam program Access To Justice 5 tahun terakhir, <b>Putusan Sebagai Gugus Keadilan</b>; Komitmen Hakim dalam Putusan terhadap jaminan Access To Justice </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">, dan <b>Menggapai Pencapaian Yang Lebih Baik</b>; Hipotesa bentuk pengembangan Access To Justice yang dapat dilakukan dimasa yang akan datang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Rubrik
lain yang disuguhkan antara lain <b>rubrik Judex Jurist</b> (Putusan Kasasi ttg Kedudukan Ahli Waris Pengganti) dan <b>rubrik Judex Facti</b> (Putusan Pengadilan Agama Singaraja dalam perkara wakaq tentang Putusan perdamaian atau yang dikuatkan dengan putusan pengadilan (acta van dading)). </span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Disuguhkan pula rubrik <b>Anotasi Putusan</b>,
sebuah rubrik tentang analisa putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap oleh para akademisi, dalam edisi kali ini ditulis oleh </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Dr. JM Muslimin, MA (Ketua Program Magister Pengkajian Islam Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Ciputat) </span>Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 329 K/Ag/2014 tentang Status Anak Di Luar Nikah. </span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><br /></span>
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">R</span></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">ubrik tetap lain, <b>Putusan Mancanegara</b>,
mengangkat dua tulisan, pertama membahas
tentang Cara-cara Hakim di Pengadilan Amerika Serikat membuat Putusan untuk mensiasati kelemahan Legal Reasoning (pertimbangan hukum) sebuah putusan, dan
tulisan kedua <b>Putusan Mancanegara</b> membahas tentang Peradilan Agama di Sistem Peradilan Negara Yordania.</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Pada rubrik <b>opini</b>, silahkan dinikmati tulisan dari dari M. Nur Hasan Latief (PNS Pengadlan Agama Wates Yogyakarta), membahas tentang Reaktualisasi Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Sengketa Perbankan Syariah (juara I lomba penulisan karya ilmiah di lingkungan peradilan agama untuk kategori kepaniteraan dalam rangka memperingati 25 tahun Undang-Undang Peradilan Agama)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Seperti edisi-edisi sebelumnya, edisi kali ini
juga menampilkan beberapa profil tokoh: Di rubrik <b>Wawancara Khusus </b>ada Drs. H. Abdul Manaf, S.H., M.H. [Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung]</span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">, </span>di rubrik <b>Tokoh Kita </b>ada profil Dr. H. Habiburrahman, M.Hum (Hakim Agung Mahkamah Agung RI)</span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">, dirubrik <b>Tokoh Bicara </b>ada profil Lies Marcoes (Peneliti, trainer, penulis buku <i>Menolak Tumbang Narasi Perempuan Melawan Pemiskinan</i>, Insist-AIPJ, 2014), dan di rubrik <b>Sosok </b>ada Dr. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D (Rektor President University).</span></span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Dalam rubrik <b>Postur</b> diangkat 2 bahasan: 1. Gambaran tentang kenaikan perkara yang ditangani oleh Peradilan Agama 10 tahun terakhir, dan, 2. Eksistensi Kaum Hawa di lingkungan Peradilan Agama.</span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Dimuat juga rubrik <b>Insight</b>
mengangkat sosok tokoh Cate Sumner (Lead Adviser Legal Identity Program di Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ, aktivis Access To Justice Asia Pasifik</span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">), </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Program Prioritas</b>, </span><b>PA Inspiratif</b>, <b>Ibrah, Kisah Nyata, Resensi</b>, <b>Ekonomi Syariah</b>, <b>Jinayah</b>, <b>Pojok Dirjen,</b> dan beberapa rubrik menarik lainnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Pada
edisi ini juga ada sajian baru, berupa menu <b>Aktual</b>, membahas tentang Rancangan Undang-undang Contempt Of Court.</span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><b>Majalah Peradilan Agama</b> edisi keenam ini dapat diunduh gratis dari portal resmi Ditjen Badilag, <a href="http://www.badilag.net/" target="_blank">www.badilag.net</a> atau bisa diunduh di <a href="http://goo.gl/lLMt0V">https://goo.gl/EjdFX5</a>.</span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Untuk koleksi seluruh edisi <b>Majalah Peradilan Agama</b> dapat dilihat di halaman <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/p/download.html" target="_blank">Download</a></span><br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Semoga bermanfaat.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Regards.</span></div>
</div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-47373479458943255552015-06-02T18:58:00.000-07:002015-06-02T20:20:38.065-07:00Apresiasi Hukum Berbasis Teologi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnKE06VxIS-cUTteD2c7F2fCU8fwKztdAedig9_Q3pTo69eP29t7xpVZAdljlxcov3krccBdnHRfuwuyAdwNQ1NXvF5LIKlqW_pOKeqLtL3KZvLR_-a0NHhTL1IGTBpS7QI3CXuyqPaJE/s1600/1511219_10153015631944412_7772321683406770868_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnKE06VxIS-cUTteD2c7F2fCU8fwKztdAedig9_Q3pTo69eP29t7xpVZAdljlxcov3krccBdnHRfuwuyAdwNQ1NXvF5LIKlqW_pOKeqLtL3KZvLR_-a0NHhTL1IGTBpS7QI3CXuyqPaJE/s320/1511219_10153015631944412_7772321683406770868_n.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Oleh: Edi Hudiata, LC., MH.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="text_exposed_show" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Banyak yang memandang Muhammad saw sebagai sosok nabi yang
teritorialnya hanya di masjid dan tempat peribadatan. Beliau dijadikan
panutan oleh umat Islam saat shalat saja, tapi setelah keluar dari
masjid dan masuk ke tempat perkerjaan, terkadang teladannya
ditinggalkan.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Di antara berbagai faktor penyebab yang mereduksi
nilai keteladanan Nabi Muhammad dalam bidang sosial, ekonomi, politik,
dan penegakkan hukum, ada dua faktor utama yaitu rabun jauh orientalisme
dan rabun dekat dari kalangan muslim sendiri (Syafii Antonio, 2007).</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Rabun jauh merupakan subyektifitas ilmiah yang dilakukan kalangan
peneliti orientalis terhadap Islam dan Nabi Muhammad. Dengan demikian,
berbagai ayat al-Quran dan sikap Nabi Muhammad dibaca penuh sinisme.</span></span><br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sementara itu, rabun dekat adalah ketidakmampuan melihat perjalanan
hidup Nabi Muhammad secara lengkap baik dimensi sosial, politik,
militer, edukasi, dan hukum, kemudian memformulasikan nilai-nilai
keteladanan tersebut ke dalam suatu model yang dapat diteladani dengan
mudah.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Umat Islam Indonesia banyak yang merayakan seremonial
maulid nabi dengan membaca shalawat, diba dan barzanji. Hal ini
merupakan suatu nilai positif untuk meningkatkan rasa cinta kepada Nabi
Muhammad. Tapi, biasanya semua itu dilakukan sebatas di masjid, madrasah
atau di rumah saja.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Saat kembali ke dunia pekerjaan, tidak ada
nilai-nilai akhlak seperti yang diajarkan barzanji. Tidak ada hadits
yang terintegrasikan dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) suatu
pekerjaan. Dan, rasanya hadits Nabi tentang tiga golongan hakim (dua
masuk neraka dan satu masuk surga) jarang dijadikan prinsip dalam
pengambilan keputusan.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>APRESIASI HUKUM</b> </span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Mengkaji perjalanan
hidup Nabi Muhammad bagaikan mengarungi lautan yang tidak bertepi karena
sangat luas, sangat kaya dan sangat mencerahkan. Pada akhirnya
perjalanan pencarian living model selalu mereferensikan sosok Nabi
Muhammad SAW sebagai manusia paripurna. Selain itu, kesempurnaan beliau
terpelihara hingga saat ini berkat mukjizat berupa al-Quran, sebagai
petunjuk jalan hidup umat manusia.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Salah satu surat yang
terkandung di dalam al-Quran adalah surat an-Nisa yang belakangan ramai
dibicarakan karena terpampang di perguruan tinggi tertua di Amerika
Serikat, Universitas Harvard. <br /> </span></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgac-p-vJkQuRw6BBI8oSzVs1lZloP2Z5LiUDZwmOwJi4FqZrEN6Ou0LJjR2j0JPaDFJ3egSnkKyWeQCAJtbgIXSaFxXtQDVoxsriGuO9xx-xpTixW_mtWZ25zVMcYMp2rJjr1EI-CxnTU/s1600/1554372_10153050971009412_3094326924985838817_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="189" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgac-p-vJkQuRw6BBI8oSzVs1lZloP2Z5LiUDZwmOwJi4FqZrEN6Ou0LJjR2j0JPaDFJ3egSnkKyWeQCAJtbgIXSaFxXtQDVoxsriGuO9xx-xpTixW_mtWZ25zVMcYMp2rJjr1EI-CxnTU/s320/1554372_10153050971009412_3094326924985838817_n.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Seperti yang ditulis <a href="http://emirates247.com/" rel="nofollow" target="_blank">emirates247.com</a>,
Minggu (13/01), Universitas Harvard mengabadikan terjemahan dalam
bahasa Inggris ayat 135 Surat An-Nisa sebagai kata-kata terbaik tentang
keadilan. Ayat al-Quran itu diukir di dinding menghadap pintu masuk
utama Fakultas Hukum Universtias Harvard. </span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Pengakuan ini patut
diapresiasi. Terlebih, Universitas yang telah didirikan di Cambridge,
Massachusetts, pada tahun 1636 ini, selalu menjadi rujukan utama para
pakar di berbagai bidang keilmuan.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dalam QS World University Ranking 2012/13 yang dirilis oleh <a href="http://l.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Ftopuniversites.com%2F&h=wAQEVolCi&enc=AZNuCiCpk0DDKOmjzF1rWMjrRJwryTacX106QEGs_89sMd4ftJFzR_SYPD1ChkMcNFJgUkPXwahB03U_xZQBFZG7WK7sjXPgmQuspJZetMK4967Z9iq4zWsmjgG1yf5mDNTq5508Y3lNVed-InehsCGoc9f4uOWS3p9s1Ql80Ezlf_mFtH3Wum20ymHgsgki4wk&s=1" rel="nofollow" target="_blank">topuniversites.com</a>,
Universitas Harvard berada di urutan ketiga setelah Massachusetts
Institute of Technology (Amerika Serikat) dan Universitas Cambridge
(Inggris). Sebelumnya, pada kurun waktu antara 2004 hingga 2009
Universitas Harvard memegang posisi teratas.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">QS World University
Rankings disusun dengan menggunakan enam indikator yaitu: reputasi
akademis, reputasi employer, rasio dosen atau mahasiswa, serta rasio
mahasiswa internasional. Hasil ini didasarkan pada survei lebih dari 46
ribu akademisi dan 28 ribu pengusaha.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>PENGAKUAN INTERNASIONAL </b> </span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Meskipun Nabi Muhammad lebih dikenal sebagai tokoh agama, tapi terdapat
sebagian peneliti yang menjuluki Nabi Muhammad sebagai tokoh penting
yang telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan sejarah
hukum dunia.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sebagai bentuk penghargaan dan pengakuan dunia
terhadap peran Nabi Muhammad dalam bidang hukum, maka Nabi Muhammad
disejajarkan bersama tokoh hukum dunia sepanjang zaman dalam bentuk
hiasan dinding (frieze).</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Seperti ditulis dalam Courtroom Friezes:
North and South Walls, hiasan dinding berbentuk Nabi Muhammad ada pada
dinding sebelah utara ruang sidang (North Walls Courtroom), yang
digambarkan sedang memperlihatkan al-Quran sambil memegang sebilah
pedang.</span></span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9Cm0MemzGxCKZIkGuqM2mXKPQ27TnWbVsie4r3hb7scZ-fw8GZ6U1RAn2LdS-ANOONmk8YVBsM2YkR-A3q3L9XR1Nz77VwV0EA6gOspa33MDBnpI4cNwEk7gbKeot3CsBtCR1hTfukeI/s1600/11062547_10153050971014412_738941772867382926_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="231" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9Cm0MemzGxCKZIkGuqM2mXKPQ27TnWbVsie4r3hb7scZ-fw8GZ6U1RAn2LdS-ANOONmk8YVBsM2YkR-A3q3L9XR1Nz77VwV0EA6gOspa33MDBnpI4cNwEk7gbKeot3CsBtCR1hTfukeI/s320/11062547_10153050971014412_738941772867382926_n.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Tidak hanya di gedung Mahkamah Agung Amerika Serikat,
sekitar tahun 1950-an sosok Nabi Muhammad sempat juga diabadikan di
antara sembilan patung-patung dari para tokoh penting sejarah hukum
dunia di gedung Pengadilan Banding Manhattan. </span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Terlepas dari
kontroversi bentuk apresiasi tesebut, ekspresi masyarakat hukum Amerika
Serikat merupakan bentuk penghormatan dan pengakuan bahwa Nabi Muhammad
sebagai salah satu tokoh penting yang telah memberikan kontribusi besar
terhadap perkembangan sejarah hukum dunia.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sebagai tokoh hukum
dunia, Nabi Muhammad melakukan pembinaan peradilan melalui pengangkatan
hakim untuk ditempatkan di beberapa daerah, dan pembinaan hukum acara
peradilan. </span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sebelum mengangkat seorang hakim, Nabi Muhammad
terlebih dahulu melakukan fit and proper test seperti yang terungkap
dalam dialog antara Nabi dan Mu’adz bin Jabal sebelum diutus sebagai
hakim di Yaman (HR. Tirmidzi No. 1327 dan 1328).<br /> </span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Nabi Muhamad
menanyakan kepada Mu’adz bin Jabal: “bagaimana kamu memutuskan suatu
perkara?”. Muadz menjawab: “berdasarkan al-Quran”. Nabi kembali
bertanya: “jika tidak ditemukan dalam al-Quran?”. Mu’adz menjawab:
berdasarkan sunnah Rasul-Nya”. “Jika masih belum ditemukan?” Nabi
bertanya untuk yang terakhir. “Saya akan berijtihad namun tidak melampai
batas”, jawab Mu’adz.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dalam dialog tersebut, nampak Nabi
Muhammad sedang menguji Muadz bin Jabal. Nabi Muhammad sebagai Rasul,
memiliki fungsi tiga dimensi yaitu sebagai pimpinan eksekutif,
legislatif, juga yudikatif. Sehingga, terhadap calon hakim yang akan
ditugaskan, harus dilakukan uji kelayakan oleh Nabi Muhammad terlebih
dulu. <br /> </span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Semangat penegakkan hukum yang dilakukan Nabi Muhammad dapat
menjadi inspirasi kita untuk melakukan penegakkan hukum di Indonesia.
Tentu saja, konteks penegakkan hukum yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Indonesia. </span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Seperti yang kita ketahui, kondisi wajah
hukum di Indonesia memang sangat kompleks. Mulai dari pertikaian teori
hingga konflik praktek penegakkan hukum. Satjipto Rahardjo (2001),
bahkan menyebut Indonesia sebagai laboratorium hukum par excellence,
bahkan sampai pada aras konseptual. Dua pihak yang sama-sama berbicara
soal penegakkan hukum dapat membuahkan perbedaan pendapat.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Oleh
karena itu, melalui momen bulan Rabiul Awwal, saatnya masyarakat
menyadari Nabi Muhammad tidak saja sebagai tokoh agama yang hanya
disanjung di masjid dan tempat ibadah lainnya. Nabi Muhammad juga tokoh
lintas media, termasuk tokoh utama penegakkan hukum di dunia.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dengan demikian, tugas utama Nabi Muhammad untuk menyempurnakan etika
(li-utammima makaarim al-akhlaq), tidak hanya dalam teritorial masjid
saja, tapi juga merambah ke sekolah, perguruan tinggi, perkantoran
swasta, instansi pemerintah, dan pengadilan.</span></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-91621923851030852022015-04-13T15:31:00.001-07:002015-04-13T15:42:58.834-07:00Beberapa Permasalahan Perkawinan Campuran Antara WNI & WNA: Tentang Hak Asuh Anak & Harta Bersama (part 2)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3WV9p9nJvh-XT_-O7AasNJ28QnP8lgLBrQ5eFL72ETiy3VYBJ_R39OQyUwQlTgDCX3Ykm1uYHzahm-62KJ_YGhXi_GVEZir5bv-F1agoJkSvQGqN2LmhXdEg3gy262KQWRIrlsSrC9Pw/s1600/anak-siri-3.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3WV9p9nJvh-XT_-O7AasNJ28QnP8lgLBrQ5eFL72ETiy3VYBJ_R39OQyUwQlTgDCX3Ykm1uYHzahm-62KJ_YGhXi_GVEZir5bv-F1agoJkSvQGqN2LmhXdEg3gy262KQWRIrlsSrC9Pw/s1600/anak-siri-3.jpg" height="320" width="303" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><b>Akibat Perceraian: Hak Pengasuhan Anak Hasil Perkawinan Beda Kewarganegaraan</b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Sebelum terbit UU No 12 tahun 20016, perkawinan campuran di Indonesia berpedoman pada UU Kewarganegaraan No 62 tahun 1958. Undang-undang ini menggariskan bahwa Indonesia menganut asas ius sanguinis patriarkal, artinya anak yang lahir dari perkawinan ibu WNI dan ayah WNA otomatis mengikuti kewarganegaraan sang ayah. Adapun kewarganegaraan anak WNA untuk menjadi WNI hanya bisa dilakukan setelah si anak berusia 18 tahun.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Setelah terbit UU no. 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan Indonesia, maka anak-anak yang lahir setelah agustus 2006 otomatis mendapatkan kewarganegaraan ganda. Setelah usia 18 (dengan masa tenggang hingga 3 tahun), barulah si anak diharuskan memilih kewarganegaraan negara mana yang akan dipilihnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Jika terjadi perceraian, sang ibu dapat mengajukan permohonan kewarganegaraan anak dengan berdasarkan pada ketentuan Pasal 29 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa negara menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia.</span></div>
<a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Namun jika anak lahir sebelum terbitnya UU No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan, maka anak tersebut harus dilaporkan terlebih dahulu ke pihak yang berwenang agar bisa mendapat kewarganegaraan Indonesia. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Ada baiknya pada saat mengambil keputusan bercerai, pasangan yang akan bercerai membuat kesepakatan baik mengenai harta bersama setelah perkawinan dan hak perwalian anak maupun status kewarganegaraan anak dan masing-masing pihak, sehingga ke depannya tidak menimbulkan masalah pada akibat hukum yang ditimbulkannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><b>Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian Dari Perkawinan Campuran</b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Disamping soal hak dan kewajiban, persoalan harta benda merupakan hal lain yang dapat menimbulkan perselisihan dan pertengkaran dalam perkawinan. UU No. 1 Tahun 1974 menetapkan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama (pasal 35), sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan berada dibawah penguasaan masing-masing sepanjang tidak diperjanjikan lain (pasal 36).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Harta benda milik bersama berada dibawah penguasaan suami istri selama masa perkawinan, dan suami/istri hanya dapat bertindak terhadap harta benda milik bersama berdasarkan atas persetujuan kedua belah pihak (Pasal 36 UU No. 1 Tahun 1974). Apabila perkawinan putus, maka harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing (Pasal 37). Hukum masing-masing disini adalah hukum-hukum lain yang masih relevan di Indonesia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama harus didahului dengan persetujuan antara suami istri, sedangkan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta bawaan, suami/istri berkuasa penuh terhadap harta bawaannya masing-masing. Meskipun demikian, terbuka pulang bagi suami/istri untuk menyimpangi ketentuan Undang-undang melalui perjanjian perkawinan (prenumptial agreement) yang dibuat sebelum atau pada saat melangsungkan perkawinan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Perjanjian perkawinan sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi masalah yang timbul terkait pembagian harta bersama apabila terjadi perceraian, apalagi terkait perkawinan campuran yang mengandung unsur asing didalamnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Keberadaan unsur asing dalam perkara sengketa kebendaan (harta bersama) yang merupakan akibat hukum perceraian antara suami istri berkewarganegaraan WNI-WNA, secara langsung bersinggungan dengan aturan-aturan Hukum Perdata Internasional (HPI).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Apabila membahas tentang benda dan hak-hak kebendaan dalam HPI, berbagai macam permasalahan HPI akan selalu muncul, mulai dari dikotomi antara benda tetap, benda bergerak, dan benda-benda tidak berwujud, karena berbagai sistem hukum menetapkan kriteria serta klasifikasi tentang benda yang berbeda-beda.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Karena itu, pertanyaan yang menjadi penting dalam HPI adalah berdasarkan hukum mana klasifikasi jenis benda itu harus dilakukan. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEjJhTC7X76kfRdIPT8kUipOiFtA9mIGSEpWoZP37B_j4zSjm-VQ_IWXrKbgTY0W57F0w1E1GxReycx8jnn6L8saBra8OulDqanXuq8A7Jc7ONMlS2TjVW1bL8YjsaEYQaYoXSiPrXFfw/s1600/1355297p.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEjJhTC7X76kfRdIPT8kUipOiFtA9mIGSEpWoZP37B_j4zSjm-VQ_IWXrKbgTY0W57F0w1E1GxReycx8jnn6L8saBra8OulDqanXuq8A7Jc7ONMlS2TjVW1bL8YjsaEYQaYoXSiPrXFfw/s1600/1355297p.jpg" /></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">1. Status benda bergerak</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"> Beberapa asas HPI yang menyangkut penentuan status benda-</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">benda bergerak antara lain menetapkan bahwa status benda-</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">benda bergerak ditetapkan berdasarkan:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">a. Hukum tempat dari pemegang hak atas benda tersebut </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">(bezitter atau eigenaar) berkewarganegaraan (asas </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">nasionalitas)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">b. Hukum dari tempat pemegang hak atas benda tersebut </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">berdomisili (asas domicile)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">c. Hukum dari tempat benda terletak (lex situs)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Pada poin 2 dan 3 dilandasi oleh asas hukum lain, yaitu asas </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">mobilia sequntuur personam (status benda bergerak </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">mengikuti </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">orangnya) </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">2. Status benda tetap</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"> Asas umum yang diterima dalam HPI menetapkan bahwa </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">status </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">benda-benda tetap ditetapkan berdasarkan lex rei </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">sitae/lex </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">situs atau hukum dari tempat benda berada. Asas ini </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">juga dianut di Indonesia seperti yang dimuat dalam Pasal 17 AB.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"> Dapat juga dilihat dalam pasal 21 ayat (3) UU No. 5 Tahun </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">1960 </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">ttg Pokok Agraria yang menyatakan: “Orang asing yang </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">sesudah berlakunya UU ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau perampuan harta karena perkawinan, </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">demikian pula WNI yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya UU ini kehilangan kewarganegaraannya, wajib </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung”.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">3. Status benda tidak berwujud</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"> Benda-benda yang dikategorikan ke dalam benda tidak berwujud biasanya meliputi utang piutang, hak milik perindustrian, </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">atau hak-hak milik intelektual. Asas-asas HPI yang relevan dengan usaha penentuan status benda-benda tidak berwujud </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">ada beberapa, diantaranya:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">a. Status kreditur atau pemegang hak atas benda itu berkewarganegaraan atau berdomisili (lex patriae atau lex domicili)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">b. Tempat gugatan atas benda-benda itu diajukan (lex fori)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">c. Yang sistem hukumnya dipilih para pihak dalam perjanjian yang menyangkut benda-benda itu (choice of law)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">d. Yang memiliki kaitan yang paling nyata dan substansial terhadap transaksi yang menyangkut benda tersebut (the most </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">substantial connection).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">e. Pihak yang prestasinya dalam perjanjian tentang benda yang bersangkutan tampak paling khas dan karakteristik (the </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">most </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">characteristic connection)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Dalam hal ini ada perbedaan paham mengenai sifat hukum sebenarnya dari harta benda perkawinan internasional dan hukum mana yang harus digunakan apabila para pihak tidak membuat syarat-syarat perkawinan, maka ada 3 aliran yang perlu dipahami, yakni:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">1. Pendirian yang memandang hukum harta benda perkawinan seperti benda tidak bergerak, karena itu termasuk dengan apa </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">yang dinamakan status reel. Dalam pandangan ini dibedakan antara benda-benda yang tidak bergerak dan benda-benda </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">bergerak. Untuk benda tidak bergerak dipakai Lex Rei Sitae yakni hukum dari tempat letaknya benda tidak bergerak yang </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">dipergunakan, sedangkan benda-benda bergerak diatur dibawah hukum tempat tinggal para mempelai.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">2. Pendirian bahwa hukum harta benda perkawinan termasuk bidang status personal. Dengan demikian, dianut sistem kesatuan </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">daripada hukum yang mengatur harta benda perkawinan tanpa membedakan antara benda-benda yang bergerak dan tidak </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">bergerak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">3. Pendirian bahwa hukum harta benda merupakan satu kontrak diantara para mempelai, maka kehendak para pihaklah yang </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">menentukan hukum yang harus dipergunakan (Lili Rasjidi, 1982:67-68)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Dalam Yurisprudensi, hukum harta benda perkawinan dipandang termasuk bidang status personal, dan saat ini banyak negara-negara menerima bahwa hukum harta benda perkawinan termasuk bidang status personal. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Namun bila menunjuk para konvensi HPI Den Haag mengenai Hukum Harta Benda Perkawinan (Convention In The Law Applicable To Matrimonial Property Regimes, 23 Oktober 1976) ditentukan bahwa pertama-tama kepada suami istri diberi kebebasan untuk menentukan sendiri hukum yang akan berlaku bagi harta benda perkawinan mereka, jika mereka tidak menggunakan kesempatan ini maka akan diberlakukan hukum intern dari negara tempat kedua suami istri menetapkan kediaman sehari-harinya yang pertama setelah perkawinan. (Bakri. A Rahman dan Ahmad Sukardja, 1981:85-89).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa terhadap benda tidak begerak berlaku asas Lex Rei Sitae, yaitu hukum yang berlaku atas suatu benda berdasarkan tempat dimana benda tersebut berada. Jika putusan pembagian harta bersama tersebut diputuskan di Indonesia, maka hanya akan berlaku terharap harta bersama yang berada di Indonesia. Apabila obyek eksekusi harta bersama berada di Luar Negeri yang diputus oleh pengadilan Indonesia, maka putusan tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk mengeksekusi harta besama tersebut, karena jangkauan hukum Indonesia hanya berlaku untuk dalam wilayah Indonesia saja.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Ada beberapa argumen tentang kekuatan hukum putusan pengadilan negara lain:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">1. Bahwa putusan asing (pengadilan luar negeri) tidak mempunyai daya kekuatan mengikat yang pasti terhadap obyek s</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">engketa </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">di dalam negeri Indonesia (Pitlo, Pembuktian Dalurarsa), dengan rincian:</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">a. Putusan hakim asing yang mengandung diktum condemnatoir (menghukum) juga tidak diakui dan tidak mempunyai daya </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">mengikat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">b. Putusan hakim asing yang mengandung diktum menolak dapat diakui mempunyai daya kekuatan mengikat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">c. Putusan hakim asing dapat diakui memiliki daya kekuatan mengikat dengan syarat berdasarkan perjanjian bilateral atau </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">multilateral, dan harus sesuai dengan asas Reprositas.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">2. Pasal 436 RV menegaskan “Putusan Pengadilan asing tidak dapat dieksekusi oleh pengadilan Indonesia”. Pasal ini tidak m</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">embedakan apakah putusan hakim asing itu mengabulkan gugatan yang berisi condemnatoir atau menolak gugatan, </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">secara </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">generalis disamaratakan yaitu setiap putusan asing tidak dapat dieksekusi oleh peradilan Indonesia. Sekalipun pasal 6 U</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">U No. 1 Tahun 1951 telah dinyatakan tidak berlaku, namun ketentuan pasal 436 RV masih dijadikan rujukan berdasarkan </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">doktrin doelmtigheid, atas dasar HIR dan RBG tidak memilik aturan seperti itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRsv_8sLB4CLshMZMNq_KyT8k_qhP2Z3a9l-4oRB7MbV8VNF4yVqvhrluKZKV2Q704GZSTwC7bwZvk1LNFcia1DoWYqzNZUM3PITYeM9ZTBQSF7VAHnb3Yx2NBlNNRQfJmBjOe63lVIqs/s1600/Pembatalan+Perkawinan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRsv_8sLB4CLshMZMNq_KyT8k_qhP2Z3a9l-4oRB7MbV8VNF4yVqvhrluKZKV2Q704GZSTwC7bwZvk1LNFcia1DoWYqzNZUM3PITYeM9ZTBQSF7VAHnb3Yx2NBlNNRQfJmBjOe63lVIqs/s1600/Pembatalan+Perkawinan.jpg" height="273" width="320" /></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Dengan bertitik tolak dari redaksi pasal 436 RV yang dengan tegas mengatakan kecuali ada UU khusus yang mengaturnya, maka putusan hakim asing tidak dapat dilaksanakan dalam negara kita, kecuali dalam dua hal:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">1. Putusan hakim asing mengenai perhitungan dan pembagian kergian yang menimpa kapal umum berdasarkan pasal 724 KUHD</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">2. Adanya perjanjian bilateral atau multilateral antara Indonesia dengan suatu negara sesuai dengan asas reprositas (Yahya </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Harahap, 2005: 716)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Berdasarkan aturan dan doktrin hukum diatas, maka putusan pembagian harta yang dilakukan di luar negeri, atau putusan hakim asing tidak mempunyai kekuatan mengikat serta tidak dapat dieksekusi oleh pengadilan di Indonesia, sehingga orang yang mebawa putusan asing tersebut harus pula mengajukan lagi gugatan baru. Putusan itu hanya diadikan sebagai alat bukti (Pasal 436 ayat (2) RV)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Oleh karena itu, perceraian perkawinan campuran kumulasi harta bersama yang dilaksanakan di pengadilan Indonesia dan telah berkekuatan hukum tetap, jika harta bersama terletak di Indonesia bisa langsung dieksekusi, sedangkan untuk harta yang terletak di Luar Negeri, Pemohon (suami/istri) dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan di Luar Negeri untuk melakukan pembagian harta bersama yang terletak di negara yang bersangkutan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><b>Kesimpulan</b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">1. Perkawinan campuran yang dilaksanakan di dalam negeri Indonesia antara WNA-WNI, berlaku bagi keduanya UU perkawinan sebagaimana layaknya WNI, karena peristiwa hukum yang terdapat unsur asing didalamnya dilaksanakan menurut hukum dari tempat dilaksanakannya peristiwa hukum tersebut (locus regit actum).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">2. Perkawinan yang dilakukan diluar negeri oleh sesama WNI atau antara WNI-WNA dilaksanakan sesuai dengan hukum perkawinan dimana perkawinan itu dilangsungkan (lex loci celebrationis) selama WNI tersebut tidak melanggar ketentuan UU perkawinan (16 AB) dan tidak melepaskan status kewarganegaraan Indonesia. Perkawinan tersebut wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan pada perwakilan RI, dan harus pula dilaporkan ke instansi pelaksana perkawinan di tempat tinggalnya paling lambat 30 hari terhitung setelah mereka tiba di Indonesia. (UU No. 23 Tahun 2006).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">3. Putusan perceraian yang dilakukan oleh negara asing tidak mempunyai daya mengikat dan bukanlah sebuah alat bukti perceraian yang sah, dan status hukum mereka dianggap masih sah sebagai suami istri, selama yang bersangkutan tidak memegang Akta Cerai. Akta cerai tetaplah menjadi satu-satunya bukti sah terjadi perceraian, entah itu didalam negeri, ataupun diluar negeri.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">4. Anak-anak yang lahir hasil dari perkawinan campuran (terhitung mulai Agustus 2006) mendapatkan kewarganegaraan ganda. Setelah usia 18 (dengan masa tenggang hingga 3 tahun), barulah si anak diharuskan memilih kewarganegaraan negara mana yang akan dipilihnya (UU no. 12 tahun 2006). Anak-anak hasil perkawinan campuran yang lahir sebelum terbitnya UU No. 12 Tahun 2006 harus dilaporkan terlebih dahulu ke pihak yang berwenang agar bisa mendapat kewarganegaraan Indonesia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">5. Dalam hal perkawinan campuran, WNI dan WNA pelaku perkawinan campuran tetap berhak atas setengah dari nilai harta bersama selama tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan adalah satu-satunya cara pencegahan terjadinya percampuran harta, sehingga harta yang dimiliki oleh masing-masing pihak tersebut tetap menjadi milik masing-masing person.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">6. Hukum pembagian harta bersama akibat perceraian dari perkawinan campuran yaitu; pertama-tama kedua suami istri diberi kebebasan untuk menentukan sendiri hukum yang akan berlaku bagi harta benda perkawinan mereka melalui perjanjian perkawinan. Jika mereka tidak membuat perjanjian perkawinan, maka akan berlaku hukum intern dari negara tempat kedua suami-istri menetapkan kediaman sehari-harinya. Bagi benda bergerak berlaku hukum dari pemegang benda tersebut berada, namun bagi benda tidak bergerak berlaku hukum dimana benda tidak bergerak itu berada. Apabila benda tidak bergerak tersebut berada di Luar Negeri, maka eksekusi terhadap benda tersebut harus melalui putusan pengadilan dari negara dimana benda tidak bergerak itu berada, karena Pengadilan di Indonesia tidak mempunyai wewenang untuk itu.</span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-88403160567445232962015-04-13T15:22:00.001-07:002015-04-13T15:45:11.812-07:00Beberapa Permasalahan Perkawinan Campuran Antara WNI & WNA: Tentang Pencatatan Perkawinan dan Perceraian (part 1)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrlAC9WkVOs4GRRR7Wjneo6QmVmUw6nuG1SOGYiRHhKvH_B6KDWJNci7M_qwSjT3iXwFOm-Za8gHbcP760Wb5KPPPubjyups562rOWBlPPe6HHE80Dcr_BOYMhBpJqF2-2j03XuFQVUHk/s1600/perkawinan-campuran.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrlAC9WkVOs4GRRR7Wjneo6QmVmUw6nuG1SOGYiRHhKvH_B6KDWJNci7M_qwSjT3iXwFOm-Za8gHbcP760Wb5KPPPubjyups562rOWBlPPe6HHE80Dcr_BOYMhBpJqF2-2j03XuFQVUHk/s1600/perkawinan-campuran.jpg" height="240" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Perkawinan Campuran antara Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing) WNI bukanlah sebuah hal baru dan sudah jamak terjadi sejak jaman dulu. Perkawinan campuran umum dilakukan oleh TKI-TKW, para selebriti, maupun masyarakat umum. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Akad perkawinan campuran antara WNI & WNA bisa dilaksanakan di Indonesia, maupun di luar negeri. Mereka menjalani hidup berumah tangga bertahun-tahun, dikaruniai anak, mempunyai harta bersama (yang berada di Indonesia ataupun di luar negeri), dan tidak menutup kemungkinan juga kadang berujung dengan perceraian.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Perkawinan campuran antara WNA & WNI sejak awal telah dijalani dengan special treatment: mulai dari pencatatan perkawinan dan juga hal-hal lain, dan apabila terjadi perceraian diantara keduanya niscaya berbagai macam akibat hukum perceraian yang juga memerlukan special treatment lain akan muncul: mulai dari hak asuh anak, pembagian harta bersama, status warga negara, dan berbagai macam permasalahan perdata privat.</span></div>
<a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Apabila pelaku perkawinan campuran telah membuat perjanjian pra nikah (prenumptial agreement), maka perceraian perkawinan campuran tidak akan menimbulkan masalah pada akibat hukum yang ditimbulkan, selama perjanjian pranikah tersebut memuat kesepakatan antara suami istri baik mengenai harta perkawinan (harta bersama & harta bawaan), hak asuh anak, maupun status kewarganegaraan anak dan masing-masing dari mereka. (Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Perjanjian perkawinan dibuat untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap kedua belah pihak, juga dapat dijadikan sarana untuk meminimalkan perceraian, terutama ditujukan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap harta dan hak anak. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Apabila pasangan suami istri perkawinan campuran tidak membuat perjanjian perkawinan, maka segala permasalahan hukum yang akan timbul jika terjadi perceraian, mengingat kewarganegaraan mereka berbeda, otomatis hukum mengenai penanganan sengketa berbagai akibat hukum perceraian juga berbeda, dan hal ini sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><b>Perkawinan Campuran Yang Dilaksanakan di Indonesia</b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Perkawinan campuran adalah perkawinan yang berlangsung antara pihak-pihak yang berbeda domisili atau berbeda kewarganegaraan. Pasal 57 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa perkawinan campuran yaitu perkawinan yang dilangsungkan antara para pihak yang berbeda kewarganegaraan, dimana salah satu pihak suami/istri harus berkewarganegaraan Indonesia (WNI), dan dilangsungkan di Indonesia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Berdasarkan Pasal 18 AB (Algemee Bel Palingen Van Wet Geving), maka segala bentuk peristiwa hukum yang terdapat unsur asing didalamnya dilaksanakan menurut hukum dari tempat dilaksanakannya peristiwa hukum tersebut (locus regit actum), sehingga perkawinan campuran menurut UU No. 1 Tahun 1974 yang dilakukan di Indonesia dilakukan menurut hukum Indonesia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Salah satu aturan hukum perkawinan Indonesia adalah perkawinan dilaksanakan dihadapan petugas yang berwenang (Petugas Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil) dan pencatatan perkawinan (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No 1 Tahun 1974). Pencatatan perkawinan tersebut dilakukan di KUA (untuk yang beragama Islam) atau di Kantor Catatan Sipil (untuk selain beragama Islam). Pencatatan perkawinan harus dilaksanakan maksimal 60 hari setelah perkawinan itu dilaksanakan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Walaupun pasal 16 AB mengatur status dan wewenang seseorang harus dinilai menurut hukum nasionalnya (lex patriae, WNA harus dinilai berdasar hukum nasional negara asalnya), selama WNA tersebut tidak pindah status warga negara menjadi WNI, maka segala aturan hukum yang berlaku di Indonesia otomatis mengikat kedua belah pihak, baik WNI maupun WNA (locus regit actum).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><b>Perkawinan Yang Dilaksanakan di Luar Negeri</b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Ada dua hal yang bisa terjadi tentang perkawinan yang dilaksanakan diluar negeri, yaitu; Pertama: Perkawinan sesama WNI yang dilaksanakan diluar negeri, dan; Kedua: perkawinan antara WNA-WNI yang dilaksanakan diluar negeri. Kedua hal ini memiliki satu persamaan yang sama, yaitu perkawinan yang dilaksanakan di luar negeri oleh WNI (baik salah satu pihak, maupun keduanya).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Pasal 16 AB menyebutkan bahwa WNI, dimanapun ia berada akan tunduk pada hukum Indonesia, tapi Pasal 18 AB menyebutkan bahwa WNI tunduk pada hukum dimana perkawinan itu dilangsungkan (lex loci celebrationis). </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Menjelaskan dua pasal diatas yang seperti saling bertentangan dan bertabrakan satu sama lain, Prof. Zulfa Djoko Basuki berpendapat bahwa untuk sahnya perkawinan, diperlukan dua syarat, yatu syarat formal dan syarat material. Syarat formal diatur dalam pasal 18 AB, yakni tunduk pada hukum dimana perkawinan itu dilangsungkan (lex loci celebrationis), jika perkawinan dilangsungkan di negara yang berlaku perkawinan sipil, maka perkawinan harus dilakukan secara sipil. Sedangkan untuk syarat materiil, berlaku pasal 16 AB, misalnya mengenai batas usia menikah, berlaku hukum nasional (dalam hal ini Indonesia).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Pasal 56 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan, dan bagi WNI yang melaksanakan perkawinan tersebut tidak melanggar ketentuan UU perkawinan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Berikutnya disebutkan bahwa dalam waktu satu tahun setelah suami istri itu kembali ke wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan ke Kantor Catatan Sipil mereka berdomisili. (Pasal 56 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Syarat formal dalam pasal 56 UU Perkawinan tadi dirumuskan dalam frase “bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku dinegara dimana perkawinan itu dilangsungkan”. Sedangkan syarat formalnya dirumuskan dalam frase “tidak melanggar ketentuan undang-undang ini”.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Sebagai lex spesialis, UU No. 23 Tahun 2006 yang telah dirubah dengan UU No. 24 tahun 2013 tentang administrasi kependudukan (selanjutnya disebut UU No. 23 Tahun 2006) menempatkan pencatatan peristiwa kependudukan, seperti perkawinan, sebagai kewajiban. Berdasarkan Undang-undang ini, perkawinan WNI yang dilangsungkan di luar negeri wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan pada perwakilan RI. Jika di negara tersebut tidak dikenal pencatatan perkawinan bagi orang asing, maka pencatatan dilakukan perwakilan RI. Oleh perwakilan RI perkawinan itu dicatatkan dalam Register Akta Perkawinan lalu terbitlah Kutipan Akta Perkawinan. Jika pasangan tadi kembali ke Indonesia, mereka harus melapor ke instansi pelaksana perkawinan di tempat tinggalnya paling lambat 30 hari setelah tiba di Indonesia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlJjbiuNwpbHPvx8uVLIw8IEVVi2r3edBKvfMcgEdjNE9Wd_evOXlA0BgnzJDlVUcWEP-Da7LsUIRyBgnxIw6Eau-ec1NUXc1Yr1HmgOoWgfg30M_u4AjOddezTJbl2tAP5q3m0o7M478/s1600/1385094282247289013_300x204.43655723159.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlJjbiuNwpbHPvx8uVLIw8IEVVi2r3edBKvfMcgEdjNE9Wd_evOXlA0BgnzJDlVUcWEP-Da7LsUIRyBgnxIw6Eau-ec1NUXc1Yr1HmgOoWgfg30M_u4AjOddezTJbl2tAP5q3m0o7M478/s1600/1385094282247289013_300x204.43655723159.jpg" /></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><b>Perceraian Yang Dilakukan Diluar Negeri (Antara Sesama WNI)</b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Jika pasangan suami-istri WNI melakukan perceraian di luar negeri, dan kemudian pulang ke Indonesia dengan membawa Akta Cerai negara tempat dia bercerai, apakah akta cerai tersebut berlaku di Indonesia?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Untuk memecahkah masalah tersebut, ada beberapa nomenklatur yang patut kita cermati bersama.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Menilik pasal 20 ayat (3) UU No. 1 Tahun 1974, dinyatakan “Dalam hal Tergugat bertempat tinggal di luar negeri gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan tempat kediaman Penggugat”, kemudian di Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 kembali ditekankan “Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan mereka” (vide 115 KHI). Pengadilan yang dimaksud dalam 2 pasal diatas adalah Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan negeri bagi yang lainnya (Pasal 63 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 49 UU No 3 tahun 2006).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Khusus untuk mereka yang beragama Islam, UU No. 7 Tahun 1989 menyatakan jika seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon untuk mengadakan sidang ikrar talak (Pasal 66 ayat (1) dan (2)).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Adapun jika yang mengajukan gugatan perceraian adalah istri, maka Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman istri (Pasal 73 ayat (1)). Lebih lanjut diatur dalam Pasal 66 ayat (4) dan pasal 73 ayat (3) UU No. 3 Tahun 1989: “Dalam hal Penggugat dan Tergugat bertempat tinggal kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat”.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Beberapa aturan hukum diatas mengatur dengan jelas bahwa perceraian sesama WNI hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan (Pengadilan Agama untuk mereka yang beragama Islam, dan Pengadilan Negeri untuk yang non Islam). Adapun jika suami (WNI) dan istri (WNI) sama-sama bertempat tinggal diluar negeri, bila terjadi perceraian harus diajukan melalui Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Islam) atau pengadilan tempat mereka melangsungkan perkawinannya (Non Islam).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Sehingga jelas dan dapat difahami bahwa perceraian suami istri WNI harus dilakukan di depan Sidang Pengadilan (Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri) di Indonesia, dan selain itu maka dianggap tidak sah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Dengan kata lain, akta cerai yang dikeluarkan oleh negara tempat mereka bercerai dianggap tidak sah, dan mereka harus melakukan cerai ulang di Pengadilan yang mempunyai kompetensi untuk menyidangkan perkara perceraian mereka.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><b>Perceraian Yang Dilakukan Diluar Negeri (Antara WNI dan WNA)</b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub bab Perceraian Yang Dilakukan Diluar Negeri (Antar Sesama WNI), semua akibat hukum yang terjadi tetaplah sama: surat keterangan (akta) cerai yang dikeluarkan oleh negara tempat mereka bercerai dianggap tidak sah, dan mereka harus melakukan cerai ulang di Pengadilan yang mempunyai kompetensi untuk menyidangkan perkara perceraian mereka.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Masalah yang muncul adalah: Apakah WNA yang menikah dengan WNI tersebut juga tunduk terhadap aturan-aturan aquo atau tunduk terhadap hukum dimana mereka melangsungkan pernikahan atau negara dimana mereka melakukan perceraian?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Untuk masalah ini, ada beberapa aturan hukum yang dapat dipegang:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">1. Pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974: Yang dimaksud dengan kawin campuran dalam UU ini adalah perkawinan dua orang di </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganearaan dan salah satu WNI.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">2. Pasal 58 UU No. 1 Tahun 1974: Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran d</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">apat memperoleh kewarganegaraan dari suami/istri dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">3. Pasal 19 UU No. 12 tahun 2006:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">a. (ayat 1): WNA yang kawin secara sah dengan WNI dapat memperoleh kewargargaraan RI dengan menyampaikan p</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">ernyataan menjadi warga negara dihadapan pejabat</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">b. (ayat 2): Pernyataan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di RI </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">paling singkat 5 tahun berturut-turut, kecuali dengan perolehan kewarganegaraan tersebut mengakibatkan </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">kewarganegaraan </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">ganda.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">c. (ayat 3): Dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh kewarganegaraan RI yang diakibatkan oleh kewarganegaran </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">ganda sebagaimana dimaksud ayat (2), yang bersangkutan dapat diberi izin tinggal tetap sesuai dengan perundang-</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">undangan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbFoeYWoZGWGVghb4RrQbIzObgFZ-DCY_j9NJjgokRkD40KZewA_625AdekBsJEn5COjzW5DD7AJ2-JiU_DYQI7hdu7MtwYu-MW5pcD9YKmq7B3TJ25AZbwJbD_PKK7KtdwiwOlB8t7GE/s1600/broken-marriage1-300x220.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbFoeYWoZGWGVghb4RrQbIzObgFZ-DCY_j9NJjgokRkD40KZewA_625AdekBsJEn5COjzW5DD7AJ2-JiU_DYQI7hdu7MtwYu-MW5pcD9YKmq7B3TJ25AZbwJbD_PKK7KtdwiwOlB8t7GE/s1600/broken-marriage1-300x220.jpg" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Berdasarkan aturan tersebut diatas, maka seorang WNA yang menikah dengan WNI bisa merubah status kewarganegaraannya menjadi WNI, tapi akibat hukum perceraian di luar negeri yang sedang kita bahas ini adalah lain hal.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Mengacu kepada Pasal 66 ayat (4) dan Pasal 73 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989 dan Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974, maka perceraian harus dilakukan di Indonesia karena perkawinan mereka dilakukan di Indonesia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Jika dianalogikan dengan hukum perdata umum, apabila terjadi suatu perikatan yang dibuat oleh dua orang yang berbeda kewarganegaraannya, maka hukum yang dipakai adalah hukum dimana perikatan itu dibuat atau di negara mana mereka saling sepakati untuk menyelesaikan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Merujuk yurisprudensi Mahkamah Agung No. 22 K/Sip/4 tanggal 6 Juli 1955 dan pendapat Yahya Harahap: “putusan perceraian yang dilakukan oleh negara asing tidak mempunyai daya mengikat dan pembuktian kepada orang lain di Indonesia. Berarti status hukum mereka dianggap masih sah sebagai suami istri, apalagi yang menyangkut hak waris. Kecuali putusan tersebut menyangkut status seseorang seperti kelahiran dan putusan pengangkatan anak, karena hal tesebut menyangkut hak yang paling asasi, sehingga putusan yang demikian pantas dihargai”.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Akan tetapi, jika melihat ketentuan UU No. 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan pada pasal 41 ayat (1) (2) dan (3), dikatakan bahwa perceraian WNI yang dilakukan di luar negeri wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara tersebut dan dilaporkan pada perwakilan RI. Apabila di negeri tersebut tidak ada pencatatan, maka perwakilan RI mencatat dalam register akta cerai dan menerbitkan kutipan akta cerai. Kemudian bila sudah kembali wajib melaporkan dalam waktu 30 hari setelah pulang ke Indonesia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Sekilas, terjadi kontradiksi antara pasal 66 ayat (4), pasal 73 ayat 93) UU No. 7 Tahun 1989 dan UU No. 1 Tahun 1974 dengan pasal 41 UU No. 23 Tahun 2006, dimana menurut UU No. 23 Tahun 2006 orang Indonesia diperbolehkan melakukan perceraian di negara asing, sedang menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan UU No. 7 Tahun 1989 perceraian hanya dapat dilakukan di muka pengadilan Indonesia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Tapi, ada satu benang merah yang dapat diambil dari konstradiksi tersebut diatas bahwa alat bukti sah perceraian adalah sebuah Akta Cerai, terlepas itu dikeluarkan oleh Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, ataupun Kedutaan Besar RI di suatu negara. Dengan kata lain, putusan perceraian yang dikeluarkan oleh pengadilan negara lain bukanlah sebuah alat bukti perceraian yang sah selama yang bersangkutan tidak memegang Akta Cerai.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Akta cerai tetaplah menjadi satu-satunya bukti sah terjadi perceraian, entah itu didalam negeri, ataupun diluar negeri.</span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-62215717477589455762015-03-23T08:16:00.000-07:002015-03-23T08:17:49.982-07:00Negara Darurat Begal<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0aZ4fv4z8NHIe_xRVCY-1fzPHayy3a9ugqnxkaZ2pUmXOWQDuOMnw9Pgl4TSKB5HQ3-fuuPjmIsZ_tDqe87YGt1jyU3jb5UOLFvLcKsAimMk7LCLcOPcvmh336HdGQUm_Yd6JfKN8oK8/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-size: xx-small;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0aZ4fv4z8NHIe_xRVCY-1fzPHayy3a9ugqnxkaZ2pUmXOWQDuOMnw9Pgl4TSKB5HQ3-fuuPjmIsZ_tDqe87YGt1jyU3jb5UOLFvLcKsAimMk7LCLcOPcvmh336HdGQUm_Yd6JfKN8oK8/s1600/images.jpg" height="160" width="320" /></span></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Masyarakat pengguna jalan kini kehilangan rasa aman saat berada di jalan raya akibat ancaman kejahatan begal yang semakin menggila. Begal beraksi tanpa kenal belas kasih, tidak hanya sekedar merampas kendaraan milik pengguna jalan, tetapi juga tidak segan-segan menyakiti, bahkan menghilangkan nyawa. Polisi pun dibuat sibuk memadamkan aksi mereka.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Data yang dirilis oleh Polda Metro Jaya menyebutkan nyaris seluruh Daerah Khusus Ibukota Jakarta rawan kejahatan begal, tidak ada satupun daerah ibukota yang aman, begitupula seluruh provinsi di Jawa juga rawan begal. Di luar pulau jawa, jalan raya lintas Sumatera bagaikan sarang penyamun bebas hukum yang haram dilintasi saat malam hari.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"></span></div>
<a name='more'></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Tingkat keresahan dan kejengkelan masyarakat sudah mencapai titik nadir. Berulang kali terjadi aksi main hakim sendiri saat ada pelaku begal kendaraan yang tertangkap oleh masyarakat. Ketika keamanan yang merupakan kebutuhan dasar tidak terpenuhi, maka manusia akan melakukan berbagai cara agar kebutuhan tersebut bisa tercapai.</span></div>
<span style="font-size: xx-small;"><br /></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<b style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Negara Sebagai Penjamin Keamanan</b></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Presiden Joko Widodo pernah mengatakan bahwa negara harus hadir di tengah masyarakat, sebuah kalimat yang tidak boleh menjadi sebuah ungkapan klise nan indah, apalagi jika sudah menyangkut aksi kejahatan begal yang sangat mengancam harta dan nyawa seluruh warga negara.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Kalimat “negara harus hadir” menjadi sangat relevan dengan sebuah hadist Nabi Muhammad: “Jika kalian melihat kejahatan, maka rubahlah/hadapilah dengan tangan kalian….”. Diksi “tangan” dalam hadist tersebut bukan berarti tangan sebagai anggota badan ansich, akan tetapi tangan yang bermakna “kekuasaan yang dimiliki”. Berbicara dalam konteks bernegara, yang memiliki kekuasaan adalah Presiden beserta jajaran pejabat penegak hukumnya</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Charles E. Merriem (1961) menyatakan ada lima fungsi negara, yaitu menegakan keadilan, memberikan perlindungan terhadap warga negaranya (baik yang ada di dalam maupun di luar negeri), mengusahakan pertahanan untuk menjaga keutuhan dan kelangsungan hidup, melaksananakan penertiban, dan mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Fungsi negara tersebut diatas hanya bisa dilaksanakan dengan pendekatan kekuasaan, perintah tegas secara hirearki top-down, dan bukan mengandalkan kreatifitas swadaya masyarakat yang sama sekali tidak mempunyai kekuatan berdaya paksa dan mengikat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Negara harus kuat, sebagaimana dinyatakan oleh Francis Fukuyama (2005), bukan untuk menjadi otoriter dan menindas rakyat, tapi untuk mensejahterakan rakyat dengan kekuatan yang dimiliki, termasuk didalamnya memberikan kesejahteraan dan rasa aman. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Negara tidak boleh kalah melawan segala anasir kejahatan yang merongrong kewibawaan negara dan aparatur penegak hukumnya. Hukum dibuat oleh negara diantaranya untuk menjaga diri pribadi, harta dan garis keturunan (Imam Ghazali). Maka hukum yang dibuat oleh negara tersebut harus dilaksanakan, bukan dilanggar, dan negara harus melakukan segala hal yang dirasa perlu untuk menjamin penegakan hukum tersebut, dengan segala hak paksa yang dimilikinya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Banyak faktor yang bisa menjadi faktor penyebab munculnya tindak kejahatan. Paulus Wirutomo menekankan bahwa kesenjangan sosial yang lebar terkait soal kemiskinan merupakan hal pemicu seseorang melakukan tindak kriminal. Lemahnya kontrol sosial dan penegakan hukum juga membuat tindak kriminal tumbuh subur. Berkaitan dengan aksi kejahatan begal yang jamak dilakukan secara bersama-sama (geng), collective violence (kekerasan yang dilakukan secara besama-sama untuk melanggar norma dan hukum) sangat berkaitan erat dengan kewibawaan hukum dan ketegasan aparat penegak hukum. Untuk mengatasinya, diperlukan kontrol sosial ketat serta efektifitas penegakan hukum yang nyata.</span></div>
<span style="font-size: xx-small;"><br /></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmbD-rJQeJH1xis_EG1auOBfgiBTJlcFqOExirXRolhsb4P3jKUEsoBZbIMk0HgPED-QlLGaYBMdW0nlbUR7sEfPCibXU-hDth2G0gxT-5-zSAYhudZhyiYlaZEZcFrp4uQ_Dc7hJzWAQ/s1600/bikers-tewas_20150125_153023.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-size: xx-small;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmbD-rJQeJH1xis_EG1auOBfgiBTJlcFqOExirXRolhsb4P3jKUEsoBZbIMk0HgPED-QlLGaYBMdW0nlbUR7sEfPCibXU-hDth2G0gxT-5-zSAYhudZhyiYlaZEZcFrp4uQ_Dc7hJzWAQ/s1600/bikers-tewas_20150125_153023.jpg" height="179" width="320" /></span></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><b>Tindakan Darurat</b></span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Sebuah instruksi khusus datang dari Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, Inspektur Jenderal Unggung Cahyono, untuk tidak segan-segan menembak mati begal yang melawan dengan senjata api.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Instruksi Kapolda Metro Jaya seakan mengulangi tindakan yang pernah dilaksanakan oleh Kepolisian Metro Jaya dan Komando Daerah Militer Jaya medio tahun 1974-an yang membentuk tim khusus untuk memberantas bandit berupa TEKAB (Tim Khusus Anti Bandit), lalu menyusul TUBA (Tumpas Banditisme). </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Operasi TEKAB dan TUBA sukses mengecutkan hati penjahat di Ibukota. Pasal tembak ditempat yang diperintahkan terhadap penjahat yang kepergok mencoleng atau merampok efektif melengangkan Jakarta dari perbanditan dimasanya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Sebagaimana TEKAB dan TUBA, instruksi tegas Kapolda Metro Jaya tersebut patut diapresiasi, sebagai sebuah langkah konkrit untuk menghadapi kejahatan begal yang semakin meresahkan, walaupun masih kita tunggu bersama implementasi dari instruksi tersebut dilapangan, karena hingga saat ini belum ditemui berita tentang keberadaan begal yang ditembak oleh aparat kepolisian.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Selain itu, Kapolda Metro Jaya juga berusaha memutus mata rantai kejahatan begal dengan menyisir para pegadang spare part protolan kendaraan, karena disinyalir terjadi efek simbiosis mutualisme diantara para begal dengan oknum pedagang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Akan tetapi, apa yang sudah dilakukan oleh Kapolda Metro Jaya itu belum cukup, karena kejahatan begal tidak hanya terjadi di DKI Jakarta, akan tetapi juga di daerah-daerah lain.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Dengan tanpa mengurangi rasa hormat dan apresiasi terhadap ketegasan Kapolda Metro Jaya, instruksi khusus tersebut hanya mengikat kedalam Prov. DKI, bukan daerah lain, bagaikan sebuah random treatment yang tidak bersifat menyeluruh dan konprehensif terhadap kejahatan begal yang merata di semua daerah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Andaikan, jika akhirnya kejahatan tindak kejahatan begal di DKI menghilang, di daerah lain akan tetap ada, dan kewibawaan serta ketegasan negara beserta para penegak hukumnya akan tetap dipertanyakan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Sebagai contoh, sebagaimana telah disebutkan diatas, jalur lintas Sumatera di malam hari berubah bak sarang penyamun bebas hukum yang haram hukumnya dilintasi oleh para pengguna jalan. Sama sekali tidak ada jaminan keamanan dari siapapun disana. Cerita tentang kendaraan yang menjadi korban begal, kadang disertai dengan pembunuhan & pemerkosaan terhadap korbannya, sudah menjadi sebuah kisah biasa saat sarapan pagi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Kejahatan adalah kejahatan, sebuah hal yang berdosa dan nista. Kejahatan tidak boleh menjadi sebuah hal lumrah dan dimaklumi, apapun alasan yang muncul menyertainya, dan sudah menjadi tugas negara beserta jajaran aparat penegak hukum untuk meletakkan kejahatan ditempat yang sebagaimana mestinya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir dan terstruktur rapi. Instruksi Kapolda Metro Jaya untuk mengatasi kejahatan begal yang semakin bengis bagaikan sebuah oase, yang seyogyanya diikuti dengan perintah menyeluruh terhadap seluruh aparat penegak hukum di Indonesia.</span></div>
<span style="font-size: xx-small;"><br /></span>
<br />
<div>
</div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Langkah tegas yang diambil oleh aparat penegak hukum negara mungkin tidak akan membuat senang semua pihak, tapi disanalah kalimat “Negara harus hadir” sebagaimana dikumandangkan oleh Presiden Joko Widodo berada.</span>Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-33823247455265725002015-03-02T18:49:00.000-08:002015-03-02T18:51:09.186-08:00Menimbang Hak Imunitas Komisi Pemberantasan Korupsi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikdBEriwtFmSIR3C5UrzOMxudXcpHy4gMN8t7HQwPQUKENhmQPeLcDA0plfXI3rbXDazk1WPZh9ufwpQNEaNkJC-jxpL_HUPUWKSleKkExnpNvHUlMNMwGtmnsnw1QQg7D20ljTd5JtQY/s1600/post_575_1327578550.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikdBEriwtFmSIR3C5UrzOMxudXcpHy4gMN8t7HQwPQUKENhmQPeLcDA0plfXI3rbXDazk1WPZh9ufwpQNEaNkJC-jxpL_HUPUWKSleKkExnpNvHUlMNMwGtmnsnw1QQg7D20ljTd5JtQY/s1600/post_575_1327578550.jpg" height="320" width="320" /></a></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: xx-small;">Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Keppres pemberhentian Abraham Samad dan Bambang Widjayanto dari posisinya sebagai komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran status tersangka yang menerpa keduanya.<br /><br />Pasal 32 UU KPK memang mengamanahkan bahwa seorang komisioner KPK yang menjadi tersangka dalam sebuah tindak pidana, apapun delik pidananya, harus diberhentikan dari jabatan komisioner.<br /><br />Diksi yang terkandung dalam UU KPK tersebut tidak bermakna ganda, pasti, dan harus ditaati: Jika jadi tersangka, seorang komisioner harus berhenti dari jabatannya, tanpa pengecualian.<br /><br />Ingatan publik langsung kembali beberapa tahun yang lalu saat Bibit Samad Riyanto & Chandra Hamzah (keduanya Komisioner KPK) juga diberhentikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena menjadi tersangka tindak pidana penyalahgunaan wewenang dalam perseteruan POLRI-KPK yang so-called “Cicak Buaya Jilid I”. </span></span></div>
<a name='more'></a><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: xx-small;"><br /><br /><b>Asas Praduga Bersalah</b><br /><br />Telah lama dikenal Asas Praduga Tak Bersalah dalam proses penegakan hukum. Asas ini bermakna bahwa selama seorang tersangka belum mendapatkan vonis bersalah dari pengadilan yang telah berkekuatan tetap, maka kita harus menganggap bahwa orang tersebut tidak bersalah.<br /><br />Tahap-tahap persidangan yang ditempuh oleh seorang tersangka dalam mencapai putusan yang berkekuatan hukum tetap itu panjang dan berjenjang: Tingkat Pertama, Tingkat Banding, Tingkat Kasasi, sampai Peninjauan Kembali bisa ditempuh.<br /><br />Bahkan jika vonis yang berkekuatan hukum tersebut telah menempuh jalur Peninjuan Kembali dan ditolak, terpidana masih bisa mengajukan permohonan grasi (pengampunan) kepada Presiden.<br /><br />Begitu panjangnya praktek penerapan asas Praduga Tak Bersalah dalam proses hukum, hanya untuk memastikan bahwa seseorang tidak akan kehilangan haknya, minimal tidak akan ada hak-nya yang terampas secara semena-mena oleh siapapun.<br /><br />Hal lain praktek asas praduga tak bersalah, bisa dilihat dalam administrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS), bahwa salah satu syarat PNS bisa dipecat adalah jika PNS yang bersangkutan divonis penjara min. 5 tahun dan telah berkekuatan hukum tetap.<br /><br />Selain PNS, TNI/POLRI pun mendapatkan perlakuan yang sama: Salah satu syarat dipecat jika divonis penjara min. 5 tahun oleh sebuah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.<br /><br />Bab lain, jika menilik hukum privat perceraian, salah satu syarat perceraian adalah salah satu pihak (suami/istri) mendapatkan vonis penjara min. 5 tahun (Pasal 19 PP. No. 9 Tahun 1975).<br /><br />Betapa asas praduga tak bersalah sangat dipegang erat di negara hukum Republik Indonesia, sebagaimana yang telah dicontohkan diatas, sirna seketika jika kita menilik Undang-undang KPK.<br /><br />Undang-undang KPK, berkaitan dengan nasib para komisionernya, bisa dibilang satu-satunya Undang-undang yang menganut asas praduga bersalah. Sama sekali tidak ada terlihat nyawa asas praduga tak bersalah dalam UU KPK. Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 32 yang menyebutkan bahwa komisioner KPK harus berhenti dari jabatannya jika menyandang status tersangka.<br /><br />Secara teori, dengan bukti permulaan yang penyidik miliki, seseorang dapat dijadikan tersangka oleh penyidik. Si tersangka belum tentu bersalah dan menjadi terpidana, karena peluang sangkaan tindak pidana untuk terbukti sama besarnya dengan peluang untuk tidak terbukti.<br /><br />Seorang komisioner KPK yang sudah menyandang status tersangka otomatis berhenti dari jabatan tanpa diberi kesempatan sama sekali untuk membela dirinya sendiri, dan peluang untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah tertutup rapat.<br /><br />Andaikan, jika seorang Penyidik Polisi di sebuah Polsek menyatakan bahwa seorang komisioner KPK jadi tersangka penipuan, atau seorang Penyidik Polisi di Nangroe Aceh Darussalam menyatakan bahwa seorang komisioer KPK jadi tersangka tindak pidana khalwat, maka otomatis sang komisioner harus berhenti dari jabatannya.<br /><br />Sebegitu naasnya nasib seorang komisioner KPK yang sangat rentan terhadap kriminalisasi, sehingga patut dipertanyakan klaim sebagian politisi dan kalangan yang menyebut bahwa KPK adalah Lembaga Superbody. Entah dari kacamata mana mereka melihat ke-superbody-an KPK.<br /><br />Kewenangan-kewenangan KPK yang memang khusus dibentuk untuk memberantas korupsi dengan special treatment (seperti penyadapan, tidak bisa SP3, dll), dihiasi dengan penyematan asas praduga bersalah terhadap para komisionernya.<br /><br /><b>Imunitas Terbatas</b></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: xx-small;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFjusnunOaYv3qAE8ZNYtArxfxQtLh0mo5hwkwCuU80pEok7Z4JwAM315oNrsV77QpOIw22nz4hLEHzG-ovuaALtBGKMKl4INZwGgcA_8CUeqhApHqLu3xvmMkj3GeCfwv-DFx1C76qDA/s1600/thumb_99172_12303227012015_KPK_gedung.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFjusnunOaYv3qAE8ZNYtArxfxQtLh0mo5hwkwCuU80pEok7Z4JwAM315oNrsV77QpOIw22nz4hLEHzG-ovuaALtBGKMKl4INZwGgcA_8CUeqhApHqLu3xvmMkj3GeCfwv-DFx1C76qDA/s1600/thumb_99172_12303227012015_KPK_gedung.jpg" /></a></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: xx-small;">Denny Indrayana adalah tokoh yang pertama kali melontarkan wacana imunitas (hukum) terhadap para komisioner KPK, sebagai respon terhadap kejadian yang menimpa para komisioner KPK akhir-akhir ini.<br />Wacana yang dilontarkan Denny Indrayana tersebut seakan menemui momen yang faktual, tapi tidak menemui dasar hukum yang pas. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat), bukan negara kekuasaan belaka (machtstaat). Semua orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality for the law).<br /><br />Tidak ada satu person pun yang kebal hukum dan bisa melakukan pelanggaran pidana dan/atau pelanggaran hukum secara bebas. Semua terikat (dan juga terlindungi) oleh hukum yang berlaku.<br /><br />Berbicara tentang imunitas, mayoritas pejabat negara dan/atau penyelenggara negara mempunyai hak imunitas, dalam arti mereka tidak dapat dipidana karena kebijakan yang mereka keluarkan, dengan berlindung dibalik asas diskresi.<br /><br />Akan tetapi untuk konsep imunitas dalam arti kebal hukum, maka hingga saat ini tidak ada satupun pejabat negara dan/atau penyelenggaran yang memiliki hak istimewa tersebut.<br /><br />Satu hal yang berbeda, sebagaimana yang telah saya sampaikan diatas, bahwa semua person di NKRI, tanpa terkecuali, merupakan obyek dari asas praduga tak bersalah. Ketika kita berbicara tentang KPK, maka KPK adalah sat-satunya lembaga yang disasar Asas Praduga Bersalah.<br /><br />Ketika terjadi pengecualian tentang satu hal terhadap seseorang, maka adalah hal yang layak jika orang tersebut juga mendapatkan pengeculian dalam hal lain.<br /><br />Wacana yang dilontarkan oleh Denny Indrayana bisa dipertimbangkan lebih lanjut, lebih lanjut bisa dipraktekkan khusus hanya untuk komisioner KPK, dengan beberapa batasan tertentu.<br /><br />Imunitas komisioner KPK, jika akan diberi, bukan berarti para komisioner KPK itu kebal hukum, akan tetapi terbatas hanya mereka tidak dapat dijerat dengan tindak pidana yang diduga dilakukan SEBELUM mereka menjabat. Adapun apabila tindak pidana tersebut diduga dilakukan SAAT mereka menjabat, maka tetap harus diproses.<br /><br />Pendapat ini muncul karena proses pemilihan komisioner KPK yang sangat-sangat terbuka dan ketat, dan memang mensyaratkan seseorang yang berintegritas istimewa. Para calon komisioner KPK telah berkali-kali “diadili” secara terbuka: via Pansel, via Laporan Masyarakat, dan via seleksi DPR.<br /><br />Proses “diadili” yang sudah berkali-kali para calon komisioner alami merupakan filter ketat, dan amat sangat absurd apabila mereka telah menjabat tiba-tiba diduga melakukan suatu tindak pidana di masa lalu, dan jadi tersangka untuk itu hanya karena bukti-bukti permulaan yang sumir.<br /><br />Berbeda cerita jika tindak pidana tersebut dilakukan SAAT mereka menjabat, maka mereka tidak lepas dari segala konsekuensi hukum. Mis; seorang komisioner KPK melakukan pembunuhan SAAT menjabat, maka tidak termasuk hak imunitas yang diberikan.<br /><br />Hak imunitas terbatas yang bisa diterima oleh para komisioner KPK adalah hak imunitas hukum terbatas, bukan hak imunitas yang mutlak, karena bagaimanapun asas equality before the law harus tetap dipegang teguh.<br /><br /><b>Konklusi</b></span></span><br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: xx-small;"><br />Banyak cara untuk memperkuat kinerja KPK, dan wacana hak imunitas untuk para komisioner KPK bukan berarti sebuah pelanggaran hak dan pengistimewaan terhadap segelintir warga negara, akan tetapi hanya sebagai salah satu bentuk kecintaan warga negara terhadap Indonesia.<br /><br />Selain imunitas terbatas yang bisa diberikan kepada para komisioner KPK, pencabutan pasal 32 UU KPK tentang keharusan komisioner KPK yang menjadi tersangka pidana untuk berhenti juga bisa dipertimbangkan.<br /><br />Benar bahwa seorang komisioner KPK yang jadi tersangka seakan telah kehilangan moral untuk bergerak dan bertindak, akan tetapi langsung memberi cap bahwa dia pasti bersalah bukanlah sesuatu yang fair, sehingga mengembalikan hak memberhentikan seorang komisioner KPK kepada hak prerogatif Presiden, dan bukan amanah Undang-undang semata, bisa dilakukan.<br /><br />Pemberantasan Korupsi di negara ini tidak jalan ditempat, sudah banyak progress yang telah dicapai. Pemerintahan sebelumnya, dibawah pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, telah berhasil mengeluarkan Indonesia dari 10 besar ranking negara terkorup dunia dengan skor persepsi korupsi terakhir berjumlah 34 (data transparency.org tahun 2014).<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: xx-small;">Sudah selayaknya jika masyarakat kini berharap lebih, jangan sampai Indonesia kembali masuk 10 besar negara terkorup dunia, dan kriminalisasi terhadap KPK jelas bukan salah satu caranya. </span></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-60732253572883460512015-03-01T19:33:00.003-08:002015-03-01T19:36:35.250-08:00Menggugat Praperadilan Penetapan Status Tersangka<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEit3KX84M3To_6zc79c8sgEAfejsddO1p3EH7Htqts2GGzbmuF2lwIaDdlUPGDJhWo1I8HEW0mAqnPkW0meIG4SfkcASpynm9GtF8ez8BJjHyJLFEKaFTjx9ASjXAxLaqjXBK5OI5E4vLo/s1600/ilustrasi-praperadilan-.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEit3KX84M3To_6zc79c8sgEAfejsddO1p3EH7Htqts2GGzbmuF2lwIaDdlUPGDJhWo1I8HEW0mAqnPkW0meIG4SfkcASpynm9GtF8ez8BJjHyJLFEKaFTjx9ASjXAxLaqjXBK5OI5E4vLo/s1600/ilustrasi-praperadilan-.jpg" height="240" width="320" /></a><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Medio 2012, Hakim Suko Harsono (Pengadilan Negeri (PN.) Jakarta Selatan) mengabulkan gugatan praperadilan terhadap Penetapan Status Tersangka dalam kasus Korupsi Remediasi PT. Chevron Pacific Indonesia.<br /><br />Putusan Remediasi PT. Chevron tersebut berakhir tidak happy ending: Putusan dibatalkan oleh Mahkamah Agung, dan Hakim Suko Harsono dikenai sanksi administratif karena unprofessional conduct.<br /><br />Lagi, medio 2014, Hakim M. Razzad (PN. Jakarta Selatan) mengabulkan gugatan praperadilan terhadap Penetapan Status Tersangka oleh Ditjen Pajak dengan tersangka Toto Chandra, bos Permata Hijau Group. Putusan bernasib sama: Dibatalkan Mahkamah Agung, dan Hakim M. Razzad sampai saat ini sedang diproses oleh Komisi Yudisial karena unprofessional conduct.</span></span></div>
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><br /><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Selanjutnya, adalah sejarah, hattrick terjadi di PN. Jakarta Selatan, saat Hakim Sarpin Rizaldi kembali mengabulkan gugatan praperadilan terhadap Penetapan Status Tersangka Budi Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">3 putusan praperadilan diatas menimbulkan polemik, antara pihak yang mendukung putusan dengan argumen Putusan Agresif & contra legem dengan pihak yang tidak mendukung dengan argumen pelanggaran terhadap Undang-undang.</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Semua bermuara dari Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang membatasi obyek praperadilan hanya tentang sah/tidak penangkapan dan penahanan & penghentian penyidikan/penuntutan; serta ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan.</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Menakar Teori</b></span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Bagai menerima umpan lambung, para tersangka pidana (tidak hanya tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi, tapi juga dari POLRI) langsung men-smash putusan-putusan tadi, berbondong-bondong mereka berencana akan mengajukan praperadilan terhadap penetapan status tersangka yang dialaminya.</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Putusan praperadilan Hakim Sarpin bagai sebuah berkah yang tidak terduga bagi semua tersangka kasus pidana, terobosan hukum yang belum tentu diapresiasi, tapi sudah pasti dimanfaatkan secara maksimal.</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Determinasi praperadilan yang menabrak hukum acara niscaya menimbulkan kegaduhan dikalangan Hakim Konvensional, kalau boleh disebut begitu. Ranah diskusi dan tukar pemikiran kembali menyeruak.</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Secara teori, hukum acara adalah alat, layaknya Standart Operational Procedure, untuk menjamin terlaksananya Undang-undang, yang pasti sama siapapun Hakimnya, dimanapun daerahnya.</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Andaikan, jika Undang-undang (hukum formil) adalah materi plus fakta yang tidak lepas dari situasi, kondisi, dan latar belakang kejadian hukum, maka hukum acara adalah cara baku yang digunakan utuk menilai hukum formil tersebut.</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Hakim bisa berbeda-beda dalam hasil penerapan hukum formil, karena fakta persidangan yang pasti berbeda-beda, akan tetapi alat yang dipakai untuk memproses (hukum acara) pasti sama, karena itulah SOP yang jadi standar kasat mata pencapaian keadilan.</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Amar putusan tiap-tiap perkara sangat dinamis, tapi cara yang digunakan oleh para Hakim untuk mencapai hasil putusan tersebut pasti sama. Itu sebabnya jamak ditemui Hakim dimutasi dari ujung Aceh sampai pucuk Papua, tidak menemui kendala sedikitpun, karena alat dan standar yang digunakan tidak berbeda, satu sama lain.</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dalam konsepnya, praperadilan adalah hukum acara, yang diatur dalam KUHAP. Konsep praperadilan bukanlah pengadilan fakta hukum formil yang berupa materi (judex factie).</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kalaupun memang praperadilan terhadap status tersangka itu suatu saat akan ada, maka akan bentrok dengan konsep putusan bebas murni Pengadilan. Perbedaan keduanya sangat tipis: Yang pertama belum diproses di persidangan, sedangkan yang kedua sudah melewati proses persidangan.</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Putusan Hakim Sarpin yang membatalkan penetapan status tersangka seorang tersangka KPK yang jelas-jelas tidak bisa mengeluarkan SP3, bagaikan sebuah ironi yang membuka mata bahwa batas perbedaan antara asas “<i>judge make law</i>”, asas “<i>contra legem</i>” dan asas “putusan hakim tidak pernah salah” dengan “pelanggaran undang-undang” itu sangat tipis.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCKuE45VMN3S-Ub_CA78Nep2KOMYicFf-NsdPssP7JLMhyphenhyphenlCQw52yrZoOy6x7lHzcxo_Ff__Y8ETKM8X7oaTFxONyOhA67XBgP0ZPHxa-d1naxKgszSAfDvv42jYxmr7xjeu3w8JV5Jdw/s1600/politkus-pks-dukung-koruptor-praperadilan-kpk-80160.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCKuE45VMN3S-Ub_CA78Nep2KOMYicFf-NsdPssP7JLMhyphenhyphenlCQw52yrZoOy6x7lHzcxo_Ff__Y8ETKM8X7oaTFxONyOhA67XBgP0ZPHxa-d1naxKgszSAfDvv42jYxmr7xjeu3w8JV5Jdw/s1600/politkus-pks-dukung-koruptor-praperadilan-kpk-80160.jpg" height="276" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Djoko Sarwoko, Hakim Agung Emeritus, menyatakan bahwa Hakim tidak boleh berfikir progresif, melainkan normatif. Jika seorang Hakim berfikir terlalu progresif atau kreatif, maka peluang Hakim tersebut melanggar Undang-undang adalah keniscayaan. Putusan Progresif hanya bisa dibuat jika Undang-undang tidak mengatur ketentuan secara jelas.<br /><br />Banyak contoh yang bisa diambil tentang putusan progresif. Contoh terbaru adalah Putusan PN. Bengkulu yang menghukum persetubuhan suka sama suka atas janji dinikahi yang diingkari dengan pasal perkosaan dengan memperluas makna kekerasaan dan ancaman dalam delik perkosaan kedalam tipu muslihat. Inilah putusan Bismar Siregar Jilid II.<br /><br />Adapun putusan praperadilan terhadap penetapan tersangka, menurut hemat penulis, tidaklah termasuk putusan progresif, dengan melihat fakta 2 putusan sebelumnya yang alih-alih dipuji, malah dibatalkan dan mendapatkan sanksi dari Mahkamah Agung. <br /><br />Dan jika dua putusan pra-peradilan yang bernafas senada sudah jelas nasibnya, maka sudah selayaknya jika putusan yang ketiga juga akan bernasib sama.<br /><br /><b>Solusi Konkrit </b><br /><br />Bulan November tahun 2010, Supraja, Hakim PN. Jakarta Pusat, dalam sidang praperadilan memerintahkan kejaksaan untuk segera melimpahkan perkara a.n. tersangka Gub. Bengkulu Agusrin M. Najamudin, dan juga memerintahkan KPK menggunakan peran supervisinya untuk mengambil alih perkara bila memang kejaksaan tak kunjung melimpahkan perkara tersebut.<br /><br />Sekedar catatan, kasus penyimpangan anggaran oleh tersangka a.n. Agusrin M. Najamudin telah berjalan sejak tahun 2006 hingga sekarang belum disidangkan, menimbulkan ketidakjelasan proses yang telah berlangsung bertahun-tahun dan berakibat ketidakpastian hukum.<br /><br />Merujuk pada putusan Hakim Supraja tersebut, aturan penetapan status sersangka yang tidak dibatasi waktu seperti saat ini harus direvisi segera, sebagaimana halnya masa penahanan yang dibatasi oleh waktu.<br /><br />Penetapan status tersangka adalah domain penyidik, akan tetapi jika jangka waktu menuju proses persidangan (terhitung sejak penetapan tersangka) sama sekali tidak dibatasi waktu dan bisa memakan waktu lama, sebuah kepastian hukum niscaya terabaikan dan pelanggaran hak telah terjadi.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Seseorang yang sudah menyandang status tersangka bisa dibilang telah kehilangan setengah kehidupan. Tatapan sinis dari handai taulan dan masyarakat, pupusnya jenjang karir, juga hancurnya jaringan bisnis adalah hal yang tidak dapat terhindarkan.<br /><br />Menilik kepada komisioner KPK, disematkannya status tersangka kepada salah seorang komisioner berarti yang bersangkutan harus berhenti jadi jabatan. Mungkin perlu dicari jalan keluar terhadap lemahnya kedudukan komisioner KPK yang sangat rentan kriminalisasi, tapi ini adalah hal lain.<br /><br />Betapa efek destruktif “Status Tersangka” yang merupakan sebuah kepastian, harus diimbangi dengan kepastian waktu seorang tersangka menyandang status tersebut hingga tiba masa ia ditahan, sehingga ketidak pastian hukum dan nasib masa depan bisa dihindari.<br /><br /><b>Epilog</b><br /><br />Sebuah kisah fiksi hipotesis lalu lalang di dunia maya, bercerita tentang seorang jambret yang sedang meronta-ronta saat tertangkap basah oleh seorang Polisi Lalu Lintas. Si jambret berteriak lantang: “<i>Bapak tidak berhak menangkap saya!</i>”. Sambil memborgol, pak Polisi tidak mau kalah gertak: “<i>Kamu Jambret, penjahat, jangan macam-macam, ikut saya ke sel!</i>”. Dengan sisa asa terakhir, si Jambret berkata: “<i>Bapak belum eselon 2 kan? Bapak cuma Polisi Lalu Lintas kan? Kata Hakim Sarpin, bapak bukan Penegak Hukum, bapak tidak berhak menangkap saya, saya akan mengajukan Praperadilan!</i>”.</span></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-70861109401444326872015-02-24T00:16:00.001-08:002015-02-24T00:20:37.553-08:00Sebuah Catatan Untuk Keputusan MK Terkait Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 Ttg Perkawinan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnvvWIuc6o_oaCE6PMENpvaxQ0nfpmzn-t_RRFeCVH-C4lfzBVus-kTkCW2tXB0wyB9s8kpRAT8SLpjrG97RbTSLzl8u7HsceI3o1XrRoLOqHiIcR3s5je55uFIDgaIDuzC-1fCkic_Vc/s1600/Ahmad+Ridlo.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnvvWIuc6o_oaCE6PMENpvaxQ0nfpmzn-t_RRFeCVH-C4lfzBVus-kTkCW2tXB0wyB9s8kpRAT8SLpjrG97RbTSLzl8u7HsceI3o1XrRoLOqHiIcR3s5je55uFIDgaIDuzC-1fCkic_Vc/s1600/Ahmad+Ridlo.jpg" height="238" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Oleh: Ahmad Mifdlol Muthohar<br /><br />Keputusan spektakuler telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Jum’at (17/2/2012) lalu. Institusi yang dipimpin oleh Mahfud MD itu mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa anak yang lahir di luar pernikahan tetap mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya setelah dibuktikan dengan saksi atau tesDeoxyribo Nucleic Acid (DNA). Putusan MK dengan Nomor 46/PUU-IX/2011 tersebut dibacakan oleh Ketua MK, Mohammad Mahfud MD didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.</span></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /><br />Keputusan tersebut bermula dari kisah kasih antara Machica-Moerdiono. Machica adalah mantan artis dangdut tahun 90-an yang bernama asli Aisyah Mukhtar. Sedangkan Moerdiono adalah mantan menteri sekretaris Negara era Soeharto. Seperti diberitakan Machica menikah sirri dengan Moerdiono pada 20 Desember 1993. Pada tahun 1996 dari mereka lahir seorang anak bernama M. Iqbal Ramadhan, tapi tidak diakui Moerdiono.</span></span></div>
<span style="font-size: xx-small;"><br /></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Machica Mukhtar lalu menggugat Pasal 2 ayat (2) tentang pencatatan nikah dan Pasal 43 Ayat (1) dari UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya memiliki hubungan perdata kepada ibunya. Alasannya Machica ingin memperjuangkan pengakuan anaknya, hasil dari pernikahan sirri dengan menteri sekretaris negara era Orde Baru. </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Langkah itu pun ia tempuh dengan berbagai cara mulai dari pengajuan ke Pengadilan Agama Tiga Raksa Tangerang sampai pengaduannya kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Dan langkah terakhir yang ditempuhnya adalah mengajukan judicial review (hak uji materiil) kepada MK atas Pasal 2 ayat (2) tentang pencatatan nikah dan Pasal 43 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 2 ayat (2) berbunyi, “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Sedangkan Pasal 43 Ayat (1) tersebut berbunyi, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Permohonan Machica ini kemudian dikabulkan oleh MK. Dalam putusannya nomor 46/PUU-IX Tahun 2011, MK menetapkan seharusnya ayat tersebut berbunyi: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dalam pertimbangannya, MK menilai hubungan hukum anak dengan ayahnya tidak semata-mata didasarkan pada adanya ikatan perkawinan. Itu juga dapat didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut. Jika tidak demikian, maka yang dirugikan adalah anak yang bersangkutan. Barangkali dalam hal ini MK berasumsi bahwa bayi tidak bersalah atas kelahirannya. Setiap bayi memang dilahirkan dalam keadaan suci, sehingga tidak semestinya ia dirugikan akibat ulah orang tuanya. Sebagaimana terdapat dalam hadits: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ… (رواه البخاري)</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda: Setiap anak itu dilahirkan dalan keadaan suci (fitrah) lalu kedua orang tuanya menjadikannya Yahudi, atau Nasrani atau Majusi… (HR. Bukhari)</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>MUI Tidak Terima</b></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Menyoal judicial review, memang sudah merupakan kewenangan MK sebagai lembaga peradilan yang menguji kesahihan dan daya laku produk-produk hukum yang dihasilkan oleh ekesekutif, legislatif maupun yudikatif di hadapan konstitusi yang berlaku. Judicial review berfungsi untuk menguji suatu peraturan, jika suatu peraturan bertentangan dengan konsiderans di atasnya (UUD 45), maka harus ditangguhkan dan dinyatakan tidak mengikat.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Perlu diingat, sebuah rancangan Undang-Undang (RUU) sebelum disahkan, terlebih dahulu dilakukan pengkajian-pengkajian dari berbagai macam disiplin ilmu. Selain itu diadakan juga pendekatan-pendekatan etis, filosofis, sosiologis, budaya dan agama. Setelah semua proses itu, maka mengkristallah rancangan tersebut menjadi sebuah Undang-Undang. Hal ini juga terjadi pada Undang-Undang Perkawinan. Undang-Undang tidak bisa dikritisi hanya dari satu pendekatan atau satu segi saja. Jika itu yang dilakukan MK, maka akan sangat berantakan.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuatTkXozO5KoqApCmEbDJ_7UNy4YJST9MgCe1HYUbnlTDeOxLNCjT5ffU2OEFBpyxZOlRaNtdbUz5almtPitXrAMWluZxgJVc0Amx6pyRknyCrSKxOz25dlZ8903CEhogVlt9MB4lvKU/s1600/lt4dc6c2aba037b+copy.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuatTkXozO5KoqApCmEbDJ_7UNy4YJST9MgCe1HYUbnlTDeOxLNCjT5ffU2OEFBpyxZOlRaNtdbUz5almtPitXrAMWluZxgJVc0Amx6pyRknyCrSKxOz25dlZ8903CEhogVlt9MB4lvKU/s1600/lt4dc6c2aba037b+copy.jpg" height="240" width="320" /></a><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Namun di sisi lain putusan MK dalam kasus di atas dapat mengembalikan hak-hak dan perlindungan anak di luar nikah. Tetapi tidak menutup kemungkinan akan muncul permasalahan baru di belakang akibat dari putusan MK ini. Tentu kita semua tidak ingin ini terjadi. Sangat disayangkan keterangan juru bicara MK yang mengatakan mereka tidak masuk ke ranah agama dalam memutus perkara ini. Majelis MK hanya mendahulukan kepentingan anak semata.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Karenanya wajar jika kemudian Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Makruf Amien menegaskan bahwa, putusan MK tersebut sangat kontroversial di kalangan umat Islam dan menimbulkan kegelisahan luar biasa, melanggar syariat Islam dan merubah tatanan Islam. Menurut Makruf, akibat dari keputusan MK tersebut sama saja dengan mendudukkan anak hasil zina sama dengan kedudukan anak yang lahir dari hubungan perkawinan yang sah, baik dari segi kewajiban memperoleh nafkah maupun hak waris. Menurutnya, untuk melindungi hak-hak anak hasil zina tidak perlu dengan memberikan ‘hubungan perdata’ kepada laki-laki yang mengakibatkan kelahirannya. Akan tetapi perlindungan tersebut dengan menjatuhkan hukuman (ta’zir) kepada laki-laki tersebut berupa kewajiban mencukupi kebutuhan hidup anak tersebut atau memberikan harta setelah ia meninggal melalui wasiat wajibah,” tandasnya.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">MUI, sebagaimana dikatakan Makruf, berharap kepada MK untuk memberi tahu dan mengundang jika ada pengujian undang-undang yang berkaitan dengan ajaran Islam pada masa mendatang. Lebih jauh, Makruf mengatakan bahwa pihaknya juga merekomendasikan kepada DPR RI dan pemerintah untuk mengajukan dan membahas revisi UU tentang MK dengan mengatur kembali hal-hal terkait dengan pelaksanaan kewenangan MK yang pokok-pokoknya telah diatur dalam UUD 1945 agar menjadi lebih proporsional, tidak berlebihan, dan melampaui batas-batas kewajaran.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Hukum Islam tentang Anak Hasil Zina</b></span></span><br />
<br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sayyid Sabiq mengatakan bahwa anak hasil zina tidak dapat saling mewarisi -memperoleh dan memberikan warisan- dengan ayah biologisnya. Anak zina dalam fikih disamakan dengan anak mula’anah/li’an. Anak li’an adalah anak yang suami syar’i dari ibu anak tadi menafikan bahwa itu anak darah dagingnya, karena tuduhan selingkuh terhadap ibunya anak tadi. Menurut ijma’ ulama, anak zina dan anak li’an tidak dapat saling mewarisi dengan ayah biologis atau ayah syar’i dari anak tersebut. Hal ini didasarkan pada riwayat dari Ibnu Umar bahwa pernah ada seorang lelaki yang mengatakan li’an pada isterinya pada masa Nabi s.a.w. dan ia tidak mengakui anak yang dilahirkan isterinya waktu itu sebagai anak darah dagingnya. Lalu Rasulullah s.a.w. memisahkan antara ayah dan anak tersebut dan menisbatkan nasab anak tersebut hanya pada ibunya. Berikut haditsnya: “Rasulullah s.a.w. menjadikan warisan anak li’an itu untuk ibunya dan ahli waris ibunya.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud)</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, kedudukan anak zina adalah orang lain bagi ayahnya yang pelaku zina, artinya:</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">1. Anak tersebut tidak dapat saling mewarisi harta -memperoleh warisan- dengan ayahnya;</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">2. Anak tersebut tidak dinasabkan kepada ayahnya;</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">3. Tidak wajib bagi seorang ayah untuk menafkahi anak hasil zinanya;</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">4. Tidak diperbolehkan besanan (musaharah) di antara keduanya dan juga masing-masing tidak diperbolehkan menikahi anak/cucu keturunannya di kemudian hari. Demikian pula tidak diperkenankan menikah dengan ayah/ibu atau kakek/nenek masing-masing (jalur keturunan ke atas).</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Khusus bagi anak perempuan hasil zina, ada tambahan sebagai berikut:</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">1. Ayah tidak diperbolehkan berkhalwat (berduaan dalam majelis tertutup) dengannya (karena bukan mahramnya);</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">2. Ayah tidak memiliki wilayah perwalian nikah anak perempuan tadi;</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">3. Ayah tidak boleh menikahi anak perempuan tadi.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sedangkan Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa masing-masing anak zina dan anakli’an/mula’anah tidak dapat saling mewarisi dengan ayahnya dan kerabat ayahnya. Pendapat tersebut adalah ijma’ ulama. Anak tersebut hanya dapat memperoleh warisan dari sisi ibu saja, karena nasab pada ayahnya terputus (munqati’). Hal itu dikarenakan syariah Islam tidak mengakui zina sebagai jalur syar’i untuk digunakan sebagai itsbat nasab. Demikian pula anak li’an nasabnya belum dapat dibuktikan (itsbat) dari jalur ayahnya.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Jadi, menurut Imam empat-Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali- masing-masing anak tersebut –anak zina dan li’an- hanya dapat memperoleh warisan dari ibunya dan kerabat ibunya. Kerabat ibu yang dimaksud adalah saudara-saudara sekandung ibunya, karena hubungan anak tersebut dengan ibunya adalah meyakinkan (mu’akkadah) tidak ada keraguan di dalamnya. Berbeda dengan hubungannya dengan ayah.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Adapun Syi’ah Imamiyyah berpendapat bahwa antara anak zina dan ibunya serta kerabat ibunya, tidak dapat saling mewarisi. Sebagaimana hal itu juga berlaku pada ayahnya yang berzina dan kerabat ayahnya, karena harta warisan itu adalah nikmat yang Allah berikan pada ahli waris, karenanya faktor penyebab memperoleh warisan tersebut tidak boleh karena tindak kriminal, yakni zina. Akan tetapi jika anak li’an, menurut Syi’ah Imamiyyah masih dapat memperoleh warisan dari ibunya, karena meurut mereka boleh jadi pengakuan salah satu dari ayah atau ibunya adalah bohong, sehingga tindak kriminal –dalam hal ini pengakuan bohong- menjadi penyebab peniadaan hubungan nasab.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Menurut Zuhaili, pendapat pertama –pendapat empat Imam- tentang anak zina adalah lebih ringan untuk si anak, karena tindak kriminal itu adalah perilaku sang ibu, sehingga anak tidak semestinya tersiksa karena tindakan tersebut. </span></span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Berbeda dengan sang ayah, karena pembuktian nasab darinya belum meyakinkan. Oleh karenanya UU Mesir (Pasal 47), dan UU Suria (Pasal 303) menyebutkan sebagai berikut: “Anak zina dan anak li’an dapat memperoleh warisan dari ibunya dan kerabat ibunya. Demikian pula sebaliknya mereka dapat memperoleh warisan dari anak tersebut.”<br /><br />Dalil yang diambil dalam hal ini adalah hadits berikut: “Siapapun lelaki yang berzina dengan gadis merdeka atau gadis budak maka anaknya adalah aank zina, tidak dapat memperoleh warisan dan tidak dapat memberikan warisan.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya).<br /><br />Dari Nabi s.a.w. bahwasanya: “Beliau s.a.w. menjadikan warisan anak li’an untuk ibunya dan kerabat ibunya.” (HR. Abu Dawud, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya).<br /><br />Demikian pula dalam hadits tentang dua orang suami-isteri yang saling melakukanli’an riwayat Sahl bin Sa’d bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Dan wanita itu (kemudian) hamil, lalu nasab anaknya dinisbatkan kepadanya, sehingga sunnah kemudian berlaku bahwa anak (li’an) dapat memperoleh warisan dari ibunya dan ibunya juga dapat memperoleh warisan darinya.”<br /><br />Bahkan dalam mazhab Maliki disebutkan bahwa orang yang merubah kelaminnya, orang yang ucapannya seperti wanita (kemenyek) dan anak zina itu makruh dijadikan sebagai imam tetap (ratib), baik shalat fardhu maupun shalat sunnah seperti shalat ‘id.<br /><br />Dari semua pendapat di atas dapat disimpulkan semua ulama bersepakat (ijma’) bahwa anak zina tidak memiliki hubungan perdata dengan ayahnya dan keluarga ayahnya. Akan tetapi hanya memilikii hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Bahkan sebagian ulama -Syi’ah Imamiyyah- berpendapat bahwa anak zina tersebut tidak memiliki hubungan perdata baik dengan ibunya, ayahnya, maupun kerabat ibu dan ayahnya.<br /><br /><b>Akar Permasalahan Dilema</b><br /> </span></span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzpkIrMSlhuTp9m9Jnpz4ZOheqPt5ZvRMIErGM21Xp9LX1_2uJT_eR_MJFiSE7WiP7X44kdFRzMHkQrluCkR6shKTpfhQjObv8ZpHM4bMqWA2BTY1RvFecvOn7gZxF35nQYwM4JFwX1GY/s1600/Akta+Kelahiran.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzpkIrMSlhuTp9m9Jnpz4ZOheqPt5ZvRMIErGM21Xp9LX1_2uJT_eR_MJFiSE7WiP7X44kdFRzMHkQrluCkR6shKTpfhQjObv8ZpHM4bMqWA2BTY1RvFecvOn7gZxF35nQYwM4JFwX1GY/s1600/Akta+Kelahiran.jpg" height="198" width="320" /></a></div>
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Memang tidak dipungkiri bahwa sebagian kalangan ada yang menyayangkan adanya polemik yang berkepanjangan tentang masalah ini. Menurut kalangan tersebut, semestinya umat Islam terbiasa untuk menentukan suatu tindakan hukum melalui beberapa persepsi atau pandangan, dari sudut mana kita melihat dan akhirnya menghasilkan keputusan yang berbeda-beda. Dan perlu difahami bahwa dengan adanya pandangan dan sudut pandang yang berbeda itu menjadikan nuansa berfikir kita tidak sempit. Karenanya uji materiil yang disetujui MK itu harus dilihat dari sudut pandang penguatan hak asasi manusia utamanya hak anak. Sementara syariah Islam tentang nikah memiliki entitas tersendiri yang berbeda dengan HAM. Hukum Islam memiliki logika berpikir yang berbeda dengan logika berpikir masyarakat modern, walaupun dalam beberapa hal bisa bertemu.<br /><br />Betapapun polemik tersebut dapat disiasati dengan melalui sudut pandang yang berbeda sebagaimana disebutkan di atas, kenyataannya polemik antara MK dan MUI ini tetap menarik untuk dicermati dan sampai sekarang masih belum ada upaya-upaya signifikan untuk mempertemukan kedua polemik tersebut.<br /><br />Menurut Mahsun fuad, tipologi tema-tema pemikiran hukum Islam di Indonesia mengarah kuat pada empat pola, yaitu: <br />1. Kontekstualisasi-mazhabi responsi-simpatis partisipatoris pada tema pemikiran fikih Indonesia, yang diprakarsai oleh Hasbo ash-Shiddieqy; <br />2. Rekonstruksi-interpretatif responsi-simpatis partisipatoris pada tema pemikiran fikih mazhab nasional dan reaktualisasi ajaran Islam, yang dipelopori oleh Hazairin dan Munawir Sjadzali; <br />3. Rekonstruksi-interpretatif responsi-kritis emansipatoris pada tema pemikiran agama keadilan, yang dirintis oleh Masdar F. Mas’udi; <br />4. Kontekstualisasi-mazhabi responsi-kritis emansipatoris pada tema pemikiran fikih sosial, yang direpresentasikan oleh Sahal Mahfudh dan Ali Yafie.<br /><br />Berdasarkan tipologi Fuad di atas, tampaknya polemik judicial review terhadap UU No. 2 ayat (2) dan UU. No. 43 ayat (1), antara MK dan MUI berangkat dari sudut pandang yang berbeda. MK merepresentasikan kelompok kedua, yakni rekonstruksi-interpretatif responsi-simpatis partisipatoris. Sedangkan MUI merupakan representasi dari kelompok pertama, yakni kontekstualisasi-mazhabi responsi-simpatis partisipatoris. MUI dalam hal ini masih berpegang pada pendapat-pendapat mazhab dalam fikih. Sedangkan MK telah bertentangan dengan prinsip ijma’ yang dalam ilmu ushul fikih, mayoritas ulama -jika tidak semua- mengatakan bahwa ijma’ adalah konsensus yang mengikat dan tidak dapat dirubah oleh generasi setelahnya, karena pemahaman rekonstruksi–interpretatif yang tidak begitu mengikat terhadap satu hukum. Itulah yang menyebabkan MUI bersikeras untuk tetap mempertahankan UU No 43 ayat (1), karena ketika ada tambahan (dari MK) “…serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya,” maka berarti MK mengakui adanya hubungan perdata antara anak hasil zina atau anak hasil nikah sirri dengan ayahnya dan keluarga ayahnya. Padahal dalam ijma’ disebutkan bahwa para ulama bersepakat bahwa anak zina hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.<br /><br />UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan memang tidak menjelaskan secara rinci tentang status anak luar kawin. Hanya dijelaskan bahwa anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak sah dan ia hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu yang melahirkannya dan keluarga ibunya. Kedudukan luar kawin ini akan diatur secara tersendiri dalam peraturan pemerintah. Tetapi menurut Abdul Manan, sampai tahun 2006 -dan barangkali juga sampai sekarang- Peraturan Pemerintah dimaksud belum diterbitkan. Jadi wajar jika kemudian timbul permasalahan yang dimunculkan Machica.<br /><br />Demikian pula hanya dengan UU No. 2 ayat (2) tentang pencatatan nikah, jikalau para pemohon menyadari bahwa saat ini umat manusia hidup di era hukum tertulis di mana kodifikasi hukum sebagai cirinya -meminjam istilah Amin Summa- dan mengetahui yang terjadi di hampir semua negara Islam di dunia, niscaya ayat tersebut tidak perlu dipermasalahkan.<br /><br />Menurut Amin Summa, salah satu asas dalam Undang-Undang Perkawinan yang tak kalah penting –terutama di era hukum tertulis dengan kodifikasi hukum sebagai ciri utamanya- ialah asas legalitas. Asas ini pada intinya mengajarkan bahwa setiap perkawinan wajib dicatat oleh pejabat yang berwenang. Semua Undang-Undang perkawinan Islam di dunia Islam mengamanatkan arti penting dari pencatatan setiap perkawinan. Selain berfungsi sebagai tertib administrasi dan perlindungan hukum bagi warga Negara masing-masing, asas legalitas juga mempermudah para pihak terkait dalam melakukan kontrol terhadap pelaksanaan UU perkawinan di sebuah Negara. Menurut Summa, asas legalitas seyogyanya tidak difahami dalam konteks administrasi semata, akan tetapi idealnya juga memiliki nilai hukum normatif yang bersifat mengikat dalam pengertian pencatatan perkawinan akan turut menentukan sah tidaknya sebuah akad nikah yang dilakukan oleh sepasang laki-laki dan perempuan, sehingga praktik kawin di bawah tangan (kawin sirri) dapat ditekan. Dari sisi syar’i pelegal-formalan asas legalitas juga ditopang oleh QS Al-Baqarah: 283. Walaupun tidak secara khusus ayat tersebut berbicara tentang transaksi nikah, tetapi transaksi nikah juga termasuk di dalamnya. <br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Namun demikian, harus diakui, kebanyakan negara-negara Islam menetapkan bahwa pencatatan perkawinan hanya masalah administrasi dan tidak terkait dengan keabsahan perkawinan. Di antara negara yang secara tegas menyatakan bahwa pencatatan perkawinan berpengaruh terhadap keabsahan perkawinan, tidak hanya sekedar masalah administrasi, adalah Negara Yaman Selatan dan Malaysia. Sedangkan UU Perkawinan di Indonesia menyebutkan tentang pencatatan nikah ini secara ambigu, artinya dapat diartikan hanya sekedar kewajiban administrasi atau menjadi keabsahan nikah (sah tidaknya nikah).<br /><br />Karenanya, Dalam keterangan M. Nurul Irfan sebagai tim ahli pemohon (Machica), disebutkan bahwa dalam fikih tidak pernah disebut bahwa pernikahan harus dicatat, walaupun Irfan mengakui bahwa sebagai warga memang ada kewajiban taat ulil amri yang selama ini mewajibkan adanya pencatatan nikah. Argumen seperti ini sesungguhnya tidak perlu, karena dalam fikih juga tidak pernah disebut tentang kodifikasi hukum yang terdiri dari bab dan pasal. Namun saat ini kita menggunakan kodifikasi hukum tersebut. Sesungguhnya ini hanyalah sarana untuk tercapainya kemaslahatan agama sesuai dengan zamannya. Dan bahkan hampir semua Negara Islam -jika tidak semua- ternyata juga melakukan hal yang sama, karena kita memang hidup di era kodifikasi hukum, bukan era fikih klasik seperti di kitab-kitab kuning.<br /><br /><b>Catatan untuk Keputusan MK Nomor 46/PUU-IX/2011</b><br /> </span></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8cVcc6hONXNV6rKG_0Yz6D25-tN2G6DywaDPaaxtkgSz-P5_iIkzMF-3HBDogBBLO6J7EOVUg1zNlTVOnMyiR9u1qtthILVKdswSNiKkRwjOH3oSGIwqxSWjO1OE2xvzPPPReUFu_gOM/s1600/status-hukum-anak-di-luar-nikah-460x250.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8cVcc6hONXNV6rKG_0Yz6D25-tN2G6DywaDPaaxtkgSz-P5_iIkzMF-3HBDogBBLO6J7EOVUg1zNlTVOnMyiR9u1qtthILVKdswSNiKkRwjOH3oSGIwqxSWjO1OE2xvzPPPReUFu_gOM/s1600/status-hukum-anak-di-luar-nikah-460x250.jpg" height="172" width="320" /></a></div>
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Palu hakim MK memang telah digedhok untuk keputusan Nomor 46/PUU-IX/2011 tentang perkawinan. Namun tidak ada salahnya perlu kita cermati kembali beberapa catatan untuk MK, khususnya untuk pelajaran buat keputusan-keputusan masa mendatang:</span></span></div>
<ol>
<li style="text-align: justify;"><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Putusan tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan memperjelas peruntukannya. Misalnya apakah putusan itu berlaku untuk anak-anak korban kawin sirri atau perzinaan, kumpul kebo, perselingkuhan dan sebagainya. Selain itu, putusan ini harus ditujukan untuk perlindungan anak di luar nikah, bukan legalisasi kawin sirri dan perzinaan. Jika tidak, maka MK berarti menentang ijma’ yang menjadi keyakinan beragama mayoritas umat Islam. Jika MK menerjang keyakinan tersebut, maka dapat bertentangan dengan Pasal 29 ayat (2) yang berbunyi, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Selama ini MK berdalih bahwa ia mengabulkan judicial review Machica UU perkawinan No. 2 ayat (2) dan UU No. 43 ayat (1), karena bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28B ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Tetapi sesungguhnya setelah mengabulkan permohonan Machica, MK juga bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 29 di atas, karena dengan demikian berarti MK tidak menjamin tiap-tiap penduduk untuk menjamin agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya itu, yakni menjadikan anak haram itu sebagai anak yang hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.</span></span></li>
<li style="text-align: justify;"><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Tanpa adanya kejelasan peruntukan keputusan Nomor 46/PUU-IX/2011, Lembaga perkawinan seperti Kantor Urusan Agama (KUA) dan Peradilan Agama yang banyak mengurusi talak, rujuk dan perceraian bakal tak penting lagi. Tentu orang licik akan mencari jalan secara licik pula untuk melampiaskan hasrat biologisnya. Putusan MK itu justru merusak lembaga perkawinan itu sendiri. Kebanyakan orang akan membaca dan menyimpulkan bahwa yang terpenting adalah hubungan biologis seorang bapak dengan anaknya. Sebenarnya maksud MK baik, yakni untuk mengembalikan hak anak, tetapi cara yang dilakukan termasuk over, karena dengan demikian yang dapat memanfaatkan hasil keputusan tersebut tidak hanya pasangan kawin sirri, tetapi juga pasangan kumpul kebo.</span></span></li>
<li style="text-align: justify;"><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Perlu adanya sinergi yang saling menguatkan antar lembaga di negara ini. Konflik MK VS MUI sesungguhnya seperti kasus anak-anak kecil yang sedang berkelahi dan tidak menunjukkan kedewasaan. MUI merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan bahasan keumatan yang di kemudian hari MUI akan merasakan dampaknya, melalui cecaran pertanyaan seputar masalah tersebut. Yang lebih unik lagi, ketika MK diundang oleh MUI untuk klarifikasi masalah, ternyata MK tidak datang. Walaupun barangkali MK berdalih menjaga kewibawaan, tetapi ini bukanlah keteladanan yang baik untuk para pejabat. Apalagi yang mengundang adalah ulama yang tidak memiliki maksud apa-apa kecuali kemaslahatan umat. Dengan tidak datangnya MK di hadapan MUI, sesungguhnya MK juga tidak menjaga kewibawaan MUI di hadapan umat.</span></span></li>
<li style="text-align: justify;"><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ada kecenderungan keputusan MK memang memperluas objek masalah, tidak hanya ingin mengatasi masalah Machica. Tetapi entah apa maksud MK dalam hal ini. Memperluas objek masalah sebenarnya merupakan hak prerogatif MK, tetapi akan menjadi masalah baru tatkala jenis perluasan tersebut bertentangan dengan UU lainnya atau aturan agama yang menjadi keyakinan umat. Itulah yang dikatakan sebagai perluasan yang berlebihan (over). Dalam kasus ini, sesungguhnya yang dimohonkan oleh Machica adalah pengakuan M. Iqbal ramadhan sebagai anak kandung Moerdiono, karena mereka adalah pasangan sirri yang memiliki bukti cukup dalam proses nikahnya. Tentu siapapun akan berpikir, bahwa semestinya MK mengkhususkan keputusannya hanya untuk pernikahan sirri, tetapi kenyataannya tidak demikian. Kalimat keputusannya adalah seperti ini, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya” Sesungguhnya MK bisa saja memutuskan seperti ini, “… yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan alat bukti lain menurut agama mempunyai hubungan darah.” Jika kalimatnya seperti itu, tentu yang dapat masuk di situ adalah pernikahan sirri saja. Bukti lain menurut agama itu berarti adalah dua saksi, wali, termasuk bukti pendukung berupa foto-foto atau video resepsi pernikahan dan lain sebagainya. Padahal jika kalimatnya demikian, itu sudah cukup untuk Machica yang sedang memperjuangkan anaknya. Akan tetapi hal itu tidak dilakukan oleh MK, malahan MK menyebutkan, “…yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah.” Dari kalimat tersebut tentu dapat difahami bahwa pembuktian melalui Iptek saja sudah cukup, sehingga menafikan pembuktian agama. Maka wajar jika banyak yang beranggapan bahwa dengan keputusan tersebut, MK membawa Negara ini menjadi Negara sekuler.</span></span></li>
<li style="text-align: justify;"><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sebelum keputusan itu ditetapkan, MK sebelumnya telah melakukan dengar pendapat dengan DPR dan Pemerintah, yang keduanya sepakat menolak judicial review yang diajukan Machica, dengan sekian argumen yang disampaikan. Tetapi itulah MK, yang saat ini sedang di atas angin. MK tetap memenangkan gugatan Machica. Sehingga tidak mengherankan jika kemudian MUI menganggap MK seperti Tuhan selain Allah.</span></span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Penutup</b><br /> </span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Tatkala ajaran Islam menganggap anak zina sebagai anak yang memiliki hukum tersendiri, ini bukan berarti diskriminasi terhadap anak tersebut. Jika memang itu dianggap melanggar HAM karena adanya diskriminasi terhadap anak, yang itu bertentangan dengan Pasal 28B ayat (2), maka sesungguhnya ada cara lain yang lebih syar’i untuk tidak mendiskrimasikan anak tersebut dan juga sekaligus tidak bertentangan dengan ajaran agama. </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Cara lain tersebut adalah sebagaimana yang disebutkan oleh MUI, yaitu dengan cara mewajibkan wasiat wajibah untuk anak. Untuk pertama kali wasiat wajibah ini diperkenalkan oleh UU perkawinan di Mesir, yang kemudian diikuti oleh setidak-tidaknya 4 negara Timur Tengah lainnya. Dan jika dikehendaki oleh yang berwenang dalam membuat UU di Indonesia, itu juga dapat diberlakukan.<br /><br />Dengan dikeluarkannya UU MK Nomor 46/PUU-IX/2011, tentu merupakan pembelajaran yang baik untuk umat Islam di masa mendatang. Proses pembelajaran yang terus-menerus itulah yang kemudian mengantarkan umat menuju ideal atau mendekati ideal. Semoga artikel ini bermanfaat. Wallahu a’lam bissawab.</span></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-24272125953283026782015-02-23T23:34:00.003-08:002015-02-23T23:38:29.374-08:00Teori Al-‘Urf (Adat Kebiasaan Yang Dipertimbangkan Menjadi Hukum)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUgbMLxfKZjdfKiT2yqvi-Pp0Ga_2JjOCn9U5CIovQk0Xo3nsa9NHI1v168ybxOOFjOTWgK6tJXl6U2jfpCqEJBymfi4peBbtvj4rqUIKwN56copJvfWbMjAhocDv2T2GQpKpGD8_kvQY/s1600/ps201chapter-three-68-638.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUgbMLxfKZjdfKiT2yqvi-Pp0Ga_2JjOCn9U5CIovQk0Xo3nsa9NHI1v168ybxOOFjOTWgK6tJXl6U2jfpCqEJBymfi4peBbtvj4rqUIKwN56copJvfWbMjAhocDv2T2GQpKpGD8_kvQY/s1600/ps201chapter-three-68-638.jpg" height="240" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Pengertian <i>al-‘urf</i> : <i>al-amru al-mutakarriru min gairi ‘alaqah ‘aqliyah</i> (Sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang dan berkesinambungan). Jadi <i>al-‘adat</i> adalah sesuatu yang dilakukan/terjadi secara berulang-ulang baik dalam kehidupan pribadi (individu) maupun dalam kehidupan komunal.<br /><br />Pada dasarnya secara bahasa <i>al-‘urf</i> dan <i>al-‘adah</i> memiliki satu makna. Karena <i>al-‘adah</i> terambil dari <i>al-mu’awadah (</i>sesuatu yang ditradisikan) sehingga menjadi dikenal dan mapan di tengah masyarakat. Sedangkan <i>al-‘urf</i> menurut bahasa memiliki makna <i>al-ma’rifah</i>. Kemudian dimaknai dengan suatu yang baik (<i>al-syai’ al-muhsain</i>). <i>Al-Ma’ruf</i> lawan dari kata <i>al-munkkar</i>. Akan tetapi para ulama ushul dan fiqh mengkaitkan <i>al-adah </i>dengan perorangan atau individu. </span></span></div>
<a name='more'></a><span style="font-size: xx-small;"><br /> </span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Jika sesuatu itu sudah menjadi umum dan menyebar, serta dipraktekkan secara berkesinambungan di tengah masyarakat maka disebut <i>al-‘urf</i>. Dengan demikian <i>al-‘urf</i> bersifat umum dan mayoritas. Sedangkan <i>al-‘adah</i> hanya berlaku bersifat khusus. Keumuman <i>al-‘uruf</i> bagi seluruh atau mayoritas masyarakat sekaligus membedakannya dengan ijma’, karena ijma’ hanya merupakan kesepakatan mayoritas para mujtahid. Atas dasar ini maka ditetapkanlah <br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kaidah fiqhiyah yang terkait dengan <i>al-‘urf</i> yaitu: إنما تعتبر العادة إذا اطردت أو غلبت<br /><br />Dilihat dari aspek penggunaannya, <i>al-‘Urf</i> dibagi menjadi 2 bagian yaitu: <br />1. <i>al-‘Urf Qauli</i> <br />2. <i>al-‘Urf al-‘Amali</i><br /><br />Dilihat dari aspek keumumannya al-‘Urf dibagi menjadi dua yaitu: <br />1. <i>al-‘Urf al-‘am</i> <br />2. <i>al-‘urf al-Khas</i><br /><br />Sedangkan bila dilihat dari kesesuaian dan ketidak kesesuaiannya dengan syari’ah, al-‘urf dibagi menjadi dua yaitu: <br />1. <i>Urf Sahih</i> <br />2. <i>‘Urf Fasid</i> atau <i>‘Urf Bathil</i><br /><br />Kaidah Fiqh yang berkaitan dengan <i>al-‘urf</i> adalah : العادة محكمة <br /><br />Sumber Kaidah adalah perkataan Ibn Mas’ud: ما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن وما رآه المسلمون قبيحا فهو عند الله قبيح <br /><br />Kualitas hadis ini tergolong hadis hasan, sekalipun mauquf, namun dihukum marfu’. Menurut al-‘Alaai “saya tidak menemukan hadis ini sebagai hadis marfu’ di dalam berbagai kitab hadis sekalipun dengan sanad yang daif, kecuali hanya perkataan Ibn Mas’ud yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad, juga oleh al-Tabrani dan al-Baihaqi.<br /><br />Sumber kaidah al-‘urf dari al-Qur’an: ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا<br /><br />Beberapa Kaidah yang dikembangkan dari kaidah <i>al-‘aadatu muhakkamatun</i>:<br />1. الكتاب كالخطاب<br />2. المعروف عرفا كالمشروط شرطا<br />3. التعيين بالعرف كالتعيين بالنص<br />4. المعروف بين التجار كالمشروط بينهم<br />5. لا ينكر تغير الأحكام بتغير الأزمان<br /><br />Status <i>Yadu Amanah</i> dapat berubah menjadi <i>Yadu Dhomanah</i> karena beberapa sebab antara lain adalah pertimbangan <i>al-‘Urf</i>. Sebagian Fuqaha’ Hanafiyah dan Malikiyah bahwa berdasarkan <i>al-‘urf yadu amanah</i> dapat berubah setatusnya menjadi yadu dhomanah, karena alasan: العادة محكمة dan العرف حجة يلزم العمل به ما لم يخالف نصا شرعيا<br /><br />Contoh aplikatif mengenai masalah tersebut antara lain dikemukakan oleh fuqaha’ Hanabilah yang mengatakan bahwa para <i>hurros</i> (tukang jaga) barang tidak dapat dibebankan ganti rugi, namun seperti dikemukakan oleh penulis <i>Kasyfu al-qina’ </i>bahwa para <i>hurros </i>dibebani ganti rugi atas pertimbangan ‘urf: والعرف الآن ضمان الحارسين ، لأنهم يستأجرون على ذلك<br /><br />Makna yang sama juga dikemukakan oleh Ibn Nujaim ketika menjawab pertanyaan dan mengomentari kaidah: المعروف كالمشروط beliau mengatakan: <br />وقد جرى العرف في المطابخ بضمانها على المستأجر فأجبتُ بأن المعروف كالمشروط ، فصار كأنه صرح بضمانها . والعارية إذا اشترط فيها الضمان على المستعير تصير مضمونة عندنا في رواية .<br /><br />Catatan: Disamping atas pertimbangan al-‘urf perubahan status yadu amanah menjadi yadu dhomanah juga karena: </span></span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">al-Ta’addi yaitu melakukan kezaliman atau melewati batas, atau melampaui wewenangnya secara syara’ maupun ‘urf. Para fuqaha’ sepakat bahwa ta’addi yang dilakukan oleh al-amin mewajibkan al-dhoman, seperti al-ta’addi yang dilakukan oleh al-wadi’ terhadap al-wadi’ah dengan merusak atau memanfaatkan tanpa seizin pemilik. Atau al-taa’di yang dilakukan oleh al-mudharib dengan melakukan sesuatu diluar kontrak dengan sohib al-mal. Seperti juga al-ta’addi yang dilakukan oleh al-ajir dengan tidak mengindahkan perintah al-musta’jir, atau juga tindakan wakil yang melampaui wewenang yang didelegasikan oleh al-muwakkil. Mereka ini diwajibkan dhoman karena sebagai pelaku langsung (mubasyir) yang merusak, atau penyebab rusaknya harta secara zalim maupun dengan sikap bermusuhan. Jika terjadi perselisihan antara al-amin dengan sohib al-mal tentang prilaku ta’addi ini, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada para ahli atau orang yang memiliki kompetensi untuk itu. Solusi seperti ini sesuai dengan petunjuk Majallatu al-ahkam al-syar’iyah ‘ala mazhabi Ahmad.</span></span></li>
<li><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Al-Tafrith menurut bahasa al-taqshir dan al-tadhyi’. Sedangkan al-Ifrath bermakna al-isrof wa mujawazatu al-had. Menurut al-Jurjani al-ifroth digunakan pada tajawazu al-had min janib al-iyadah wa al-kamal. Sedangkan al-tafrith digunakan pada tajawazu al-had min jihat al-nuqshon wa al-taqshir. Para fuqaha’ sepakat bahwa yad amanah dapat berubah status menjadi yad dhomanah karena berprilaku tafrith. Hal ini bias terjadi pada mudharib, wadi’, musta’jir atau juga mitra. Standar tafrith yang mengharuskan al-dhoman itu ditakar dengan al-urf.</span></span></li>
<li><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Tatawwu’ul amin bi iltizam ad-dhoman ba’da al-‘aqdi (kesanggupan dari al-amin secara suka rela untuk melakukan ganti rugi setelah akad), menurut mazhab maliki hal ini masuk dalam kategori tabarru’.</span></span></li>
<li><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">al-Maslahah: Ganti rugi dapat dibebankan kepada yadu amanah semata-mata berdasarkan kemaslahatan.</span></span></li>
<li><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Al-Tuhmah: Maksudnya terdapat dugaan kuat bahwa terjadi kebohongan dari al-amin yang menyatakan bahwa barang atau lainnya rusak tapi bukan karena al-ta’addi atau al-tafrith.</span></span></li>
<li><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Isytiroth al-dhoman ‘ala al-amin (menetakan syarat ganti rugi bagi al-amin baik itu mudharib, musta’jir, wadi’, wakil, syarik atau lainnya). </span></span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Mengenai hal ini terdapat 3 pendapat para fuqaha’ : </span></span></div>
<ol>
<li><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Pendapat pertama: syarat yang ditetapkan tersebut adalah batal karena tidak sejalan dengan karaktristik akad yang berstatus amanah. Pendapat ini dikemukakan oleh fuqaha’ Hanafiyah, Syafi’iyah, Malikiyah, Hanabilah dalam salah satu pendapatnya yang populer. Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh al-Sauri, Auza’i, Ishaq, Nakha’i, dan Ibn al-Munzir. Atas dasar pendapat ini muncul kaidah fiqh dalam mazhab Hanafi: اشتراط الضمان على الأمين باطل </span></span></li>
<li><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Pendapat kedua: Menetapkan syarat karena factor-faktor yang mengkhawatirkan pemilik modal misalnya, dapat dibenarkan dan diberlakukan jika sesuatu yang dikhawatirkan itu dalam kenyataannya merusak harta atau barang. Pendapat ini dikemukakan oleh Muthorrif dari mazhab Maliki.</span></span></li>
<li><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Pendapat ketiga: Syarat tersebut sahih dan mengikat. Pendapat ini dikemukakan oleh Qatadah, Usman al-Buttiy, Ubaidillah ibn Hasan al-‘Anbari, Dawud al-Zohiri dan Ahmad dalam salah satu riwayatnya. Dan pendapat Malikiyah yang kurang popular, dan pendapat yang relative lemah dalam mazhab Hanafi, namun pendapat ini didukung dan dibela oleh Imam Syaukani seorang pemikir pembaharu dalam bidang fiqh. Beliau mengemukakan alasan: التراضي هو المناط في تحليل أموال العباد، والمسلمون على شروطهم</span></span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-79095798529768758852015-02-23T22:37:00.000-08:002015-02-23T22:39:39.528-08:00Aqad Siyasah<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBKBUnGBFHIT9IpPH5D8BRGK1HcYiIhoNdhiyDah2U_kiPDkERDbqrsDpH4dllTrNFHg2LxH7s1FhMLZyu0STFS9mnMrC_Ngqmi4pWqcU7Oj3h7QFMUBXoncoSFqSZH9SQYJUuuy8Pc1I/s1600/pengertian-komunikasi-politik.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBKBUnGBFHIT9IpPH5D8BRGK1HcYiIhoNdhiyDah2U_kiPDkERDbqrsDpH4dllTrNFHg2LxH7s1FhMLZyu0STFS9mnMrC_Ngqmi4pWqcU7Oj3h7QFMUBXoncoSFqSZH9SQYJUuuy8Pc1I/s1600/pengertian-komunikasi-politik.jpg" height="320" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Politik dalam bahasa arab dikenal dengan istilah Siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama salaf as-sholeh dikenal istilah siyasah Syar’iyyah, misalnya dalam Al-Muhiit, siyasah berakar kata . dalam kalimat berarti (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan artinya mengurusi atau mengatur perkara.<br /><br />Jadi asalnya makna siyasah (politik) diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia, dan pelaku pengurusan semua urusan manusia tersebut dinamai siyasun. Dalam realitas bahasa arab dikatakan bahwa Ulul Amri mengurusi (Yasusu) rakyatnya saat mengurusi urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula dalam perkataan orang arab dikatakan : “<i>bagaimana mungkin rakyatnya terpelihara (masusah) bila pemeliharaannya ngengat (susah), artinya bagaimana mungkin kondisi rakyat akan baik bila pemimpinnya rusak seperti ngengat yang menghancurkan kayu. Dengan demikian, politik merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (islah), pelurusan (takwin), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta’dib)"</i> (Buletin Al-Islam, Edisi 052/tahun VII, 2002: 1-2).</span></span></div>
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /><br /><b>PEMBAHASAN</b><br />Para mujtahid selain syi’ah, berpendapat bahwa jalan untuk mengangkat kepala negara/imamah adalah melalui pemilihan atau penyesuaian pendapat (mufakat) (Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqh Islam, 1971: 64), bukan melalui nash, tidak ditentukan oleh Allah dan rasulnya (Teori Politik Islam, 2001: 166), dan tidak pula melalui wasiyat atau penunjukan.<br /><br />Untuk mencapai cara-cara yang disebutkan diatas maka sebelumnya perlu kita ketahui bersama syarat-syarat tentang suatu bentuk negara, yaitu :<br /><br />1. Umat : sekelompok manusia yang mempunyai satu bentuk yang merupakan satu bangsa yang memiliki syarat-syarrat tertentu seperti satu sejarah hidup, satu daerah tempat tinggal, satu cita-cita, satu bahasa, serta satu agama.<br />2. Tempat atau kawasan atau daerah yang dapat menampung bangsa itu untuk hidup bersama-sama.<br />3. Undang-undang dasar yang mengikat bangsa itu dalam tindak tanduk, tingkah laku, cara hidup, dan lain sebagainya.<br />4. Pemimpin atau imam atau kepala negara yang memegang kekuasaan. (“Pemikiran Politik Islam”, 1988: 16)<br /><br />“Negara“ adalah suatu “entitas”, suatu “yang ada“ atau suatu kenyataan yang bersifat kenyataan dan yuridis, yang terdiri dari suatu masyarakat manusia yang merupakan suatu golongan yang bebas dalam suatu daerah bersama yang kompak (bersatu padu), dan yang tunduk kepada suatu penguasa tertinggi. Dr. As-sanhuri membahas tabi’at akad imamah ini dengan ciri yang tertentu seperti yang telah dikemukakan oleh ulama'’-ulama' fiqh. Beliau berkata, akad imamah ialah : “suatu akad haqiqi. Yaitu suatu akad yang harus memenuhi segala syarat, dari segi pandangan undang-undang. </span><br /> </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dan akad itu berdasarkan kepada keridhaan. Tujuannya ialah supaya menjadi sumber, yang pada sumber itulah kepal negara memperoleh kekuasannya. Dia suatu akad yang terjadi antara kepala negara dan umat “. (Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqh Islam, 1971: 64)<br /><br />Pada kajian ini Prof. Dr Assanhuri telah mengkaji karakteristik kontrak (ikatan) keimamahan secara khusus menurut perspektif ulama' syariat Islam. Mengenai hal itu assanhri berkata :”keimamahan merupakan sebuah kontrak yang haqiqi”. Maksudnya, keimamahan (dapat dianggap sah jika) merupakan kontrak yang mencukupi syarat-syarat dilihat dari sudut hukum. Kontrak keimamahan digambarkan sebagai satu kontrak yang di dasari oleh perasaan suka rela. </span></span><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kemudian dibagian lain bukunya Assanhuri juga menjelaskan bahwa ulama'-ulama' Islam telah mengetahui substansi teori Rosseau yang berbunyi bahwa seorang penguasa atau kepala negara memperoleh kekuasannya dari umat sebagaimana fungsinya sebagai wakil mereka, sebagai konsekuensi dari kontrak yang bebas antara keduanya. Para ulama' Islam telah mengetahui teori kedaulatan sebagaimana yang diungkapkan oleh Rousseau beberapa waktu kemudian, walaupun teori-teori mereka tetap mengandung nilai tambah yang spesifik. (Teori Politik Islam”, 2001: 167)<br /><br />Ulama' syariat menyatakan bahwa akad adalah persetujuan-persetujuan yang dihasilkan oleh iradat manusia yang merdeka yang mewujudkan mu’amalah didalam beberapa keadaan tertentu dan syarat-syarat tertentu. Muamalat juga merupakan lawan dari bagian yang disebut ibadat. Diantara bagian mu’amalat tadi adalah transaksi “penjualan” (al-bai’) yang dapat dikatakan paling jelas dan paling banyak dilakukan juga paling banyak dilakukan sebagai percontohan natural dalam kehidupan sehari-hari dan kontrak-kontrak perdamaian, perseroan, penyewan, hibah, dan lain sebagainya. Diantara bentuk-bentuk kontrak muamalah ini -yang jelas tidak keluar dari titik persamaannya- menggabungkan bentuk interaksi seperti yang telah disebutkan diatas, kontrak keimamahan juga termasuk pada sistem yang telah diatur pada bagian ini, dan juga beberapa bentuk kotrak lain yang memiliki persamaan dengan kontrak keimamahan ini, seperti kontrak-kontrak perwakilan, penitipan dan pengadilan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwK4XJW62NoBhgEn2Guh6ZxSeAL4DOPzljd7Q_Cz0gopI4xTG2Th5JR5zaGQ6iRUVm35gc4MCGA0fEloV8tX0cmxqTUIrtklD8GdKM2U6shyphenhyphenuZ_sMvY0gTnkA3xR0sUh1ZcHQCdVSQXfQ/s1600/japan-tsunami-copy.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwK4XJW62NoBhgEn2Guh6ZxSeAL4DOPzljd7Q_Cz0gopI4xTG2Th5JR5zaGQ6iRUVm35gc4MCGA0fEloV8tX0cmxqTUIrtklD8GdKM2U6shyphenhyphenuZ_sMvY0gTnkA3xR0sUh1ZcHQCdVSQXfQ/s1600/japan-tsunami-copy.jpg" height="185" width="400" /></a><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kesucian akad sangat dipelihara oleh Islam. Allah mewajibkan kita menaikkan akad-akad itu. Banyak ayat dan hadis yang mengutarakan hal tersebut, diantaranya surat Al-maidah ayat 1, al-Isra ayat 34, dan an-nahl ayat 91.<br /><br />Rakyat sebagai sumber kekuatan. Oleh karena akad terdiri dari ijab dan qabul, atau orang yang memberi akad dan yang menerima akad, maka hal itu perlulah dibahas: siapa yang memberikan ijab itu dan siapakah yang mempunyaii kepentingan dalam mewujudkan ijab itu. Orang-orang yang memperhatikan pendapat para fuqaha tentulah tidak akan ragu bahwa hal itu terdapat satu jawaban yang seiring dikataka juga oleh Dr. muhammad Jihauddin Rais yaitu: “bahwa yang melakukan ijab kabul, atau mujib bagi akad imamah ialah umat sebagai suatu kesatuan yang mempunyai kepribadian yang merdeka. Pemegang ijab ini kadang-kadang disebut “umat” dan kadang-kadang dinamakan “muslimin”. (Teori Politik Islam”, 2001: 170)<br /><br />Ketika sebuah kontrak terlaksana dengan ijab (penyerahan) dan kabul (penerimaan), sesungguhnya hal yang utama dan paling penting untuk kita bahas adalah siapakah yang sesungguhnya yang berhak menjadi penyerah? Atau dengan ungkapan lain, siapakah sesungguhnya yang menciptakan dan pemilik kemaslahatan utama dari adanya kontrak itu? Jawaban atas pertanyaan tersebut tidak saja hanya akan menjelaskan karakteristik kontrak itu sendiri. Jawaban itu akan menentukan unsur terpenting yang memungkinkan untuk menjelaskan karakteristik negara, yang tercipta sebagai konsekuensi dari adanya kontrak tersebut.<br /></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> Untuk menjawab pertanyaan diatas, para ahli fiqh mengatakan bahwa ada golongan yang disebut dengan ahlul halli wal aqdi yang -disebut oleh Al-mawardy sebagai ahlul ihtiyar- yang artinya sekumpulan orang yang diserahkan kepadanya urusan untuk memilih kepala negara (yang melakukan akad). Mereka yang bertanggung jawab atas hal ini. (Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqh Islam, 1971: 66)<br /><br />Al-mawardi tidak mengharuskan orang yang diangkat menjadi ahlul ikhtiyar haruslah salah seorang dari penduduk kota. Tegasnya, ahlul ikhtiyar diambil dari seluruh daerah bukan dari daerah-daerah tertentu baik desa maupun kota. <br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sedangkan An-nawawi menjelaskan bahwa ahlul halli wal aqdi adalah para ulama', para ketua/kepala, para pemuka masyarakat yang mudah berkumpul. Yang dimaksud dengan ketua dan para pemuka masyarakat adalah unsur-unsur yang mewujudkan kemaslahatan rakyat. Merekalah yang harus memenuhi syarat-syarat seperti yang dikemukakan oleh Al-mawardi yang berupa: (Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqh Islam, 1971: 67)<br />1. Keadilan yang memenuhi segala syarat-syaratnya. Yang dimaksud dengan keadilan disini adalah isstiqomah, integritas (amanah), dan sifat-sifat wara’ atau dalam istilah sekarang kita katakan ketakwaaan dan akhlak yang mulia. (Teori Politik Islam”, 2001: 171)<br />2. Pengetahuan yang dengan pengetahuan itu diketahui siapa yang berhak menjadi kepala negara.<br />3. Mempunyai pikiran yang sempurna dan kecakapan. Dalam hal ini yang berupa kebijaksanaan yang akan mendorong memilih siapa yang paling tepat untuk menjadi imam dan lebih dapat mewujudkan kemaslahatan umum.<br /><br />Pada semua syarat diatas tidak satu syarat pun yang mensyaratkan orang tersebut harus kaya, mempunyai jumlah yang tertentu dari jumlah kekayaannya. Jika kita ingin mengungkapkannya dengan bahasa moderen bahwa syarat-syarat diatas identik dengan agama yang mulia, pengetahuan tentang hukum jabatan kekhalifahan dalam agama, dan pengetahuan politik dapat dipahami melalui dua syarat terakhir bahwa pendapat orang yang tidak berpendidikan -lebih-lebih buta hurup- tidak diperhitungkan karena orang tersebut tidak mampu untuk memilih.<br /><br />Dari semua syarat diatas dapat disimpulkan bahwa institusi (ahlul ijtihad) yang dibicarakan dalam pembahasan keimamahan berbeda dengan apa yang disebutkan dalam buku- buku ilmu ushul fiqh walaupun nama keduanya sama. Mengapa pada individu-individu yang menjadi anggota institusi pertama (institusi imamah) hanya disyaratkan untuk memiliki ilmu dalam kadar yang menjadikan mereka mampu mengetahui situasi sosial dan kondisi, situasi masyarakat dan kondisi politik masyarakat serta menjadikan mereka mampu memilih yang terbaik dari kandidat yang memenuhi syarat. Sedangkan orang-orang yang menjadi elemen institusi yang kedua (institusi ijtihad) tidak hanya cukup sampai disitu.<br /><br />Merekapun diyaratkan harus memenuhi kualifikasi secara agama. Ijtihad agama memiliki syarat-syarat khusus yang telah ditentukan, yaitu pencapaian tingkat tertinggi dalam keilmuan. Istilah ahlul halli wal aqdi dalam tradisi para pakar ushul fiqih juga identik dengan ahlul ijtihad dalam pengertian mereka juga. Karena itu dalam pembahasan-pembahasan syari’at Islam ada dua posisi untuk dua institusi yang satu dengan yang lainnya, walaupun kedua-duanya sama dinamakan ahlul hali wal’aqdi. Untuk pengertian institusi yang pertama mungkin dapat kita namakan instutsi politik -lebih umum dari pada pengertian institusi yang kedua yang dapat kita namakan institusi perundang-undang syari’at-. Mungkin dapat mencakup individu sedangkan institusi yang kedua mencakup kedua sisi yang utama. Mereka telah memenuhi syarat-syarat yang lebih sedikit dan secara jumlah melebihi mereka. Oleh karena itu layak diberikan penjelasan yang definitif apa yang dimaksud dengan ahlul hali wal’aqdi Ketika istilah itu disebutkan11. (Sistem Politik Islam, 1995: 326)<br /><br />Ulama-ulama Islam walau berbeda-beda kecenderungan namun semuanya menetapkan bahwa pemilihan kepala negara harus dengan cara yang mubaja’ah (benar dan bebas). Dan pemilihan itu juga harus mendapatkan persetujuan umum di samping harus menentukan kepala negara dengan permusyawaratan. Ada juga golongan yang menyatakan bahwa akad boleh dilakukan oleh orang per-orang. Dengan kata lain pengangkatan seorang imam/kepala negara harus mencerminkan kehendak publik.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Untuk membuktikan kebenaran itu ada beberapa pendapat: (Sistem Politik Islam”, 1995: 70-71)<br />1. Al-Asy’ari : sah-sah saja seseorang dapat menjadi imam dengan diangkat oleh seorang saja dari ahli itihad dan ahli wara’. Seorang imam adalah orang yang paling utama dimasanya serta memenuhi syarat-syarat menjadi kepala negara. Seseorang tidak dianggap sah menjadi seorang kepala negara jikalau ada orang yang lebih utama darinya.<br />2. Al-mawardi : ketika ahlul halli wal aqdi berkumpul untuk memilih seseorang hendaklah mereka menyelidiki orang yang akan diangkat menjadi kepala negara. Dan hendaklah lebih mendahulukan orang yang banyak keutamaannya dan sempurna syarat-syaratnya serta yang diterima oleh kalangan masyarakat untuk di bai’at.<br />3. Ibnu Taimiyah : Tidaklah seseorang menjadi kepala negara sebelum disetujui oleh keputusan mayoritas. <br /> </span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiC-zXti3bHA38xJ0gV21zwr1mhBYndiZsYqb2dQJ-om6r5YEC38bbWfyBAQYf_Xf7IfQyrPnqU0V5C3V_6yDTQfwpH0EfymgAFWa9ST4RkGZDeQEHEzr5GMDv0v5Yr1V9qOrMzn2avjUw/s1600/politics1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiC-zXti3bHA38xJ0gV21zwr1mhBYndiZsYqb2dQJ-om6r5YEC38bbWfyBAQYf_Xf7IfQyrPnqU0V5C3V_6yDTQfwpH0EfymgAFWa9ST4RkGZDeQEHEzr5GMDv0v5Yr1V9qOrMzn2avjUw/s1600/politics1.jpg" height="320" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sesungguhnya maksud pengangkatan seseorang menjadi imam adalah hasil dari kekuasan. Imam adalah seorang raja dan seorang sultan, raja tidaklah menjadi raja dengan persetujuan orang-perorang, 2, 3, atau 4 orang terkecuali kalau persetujuan mereka ini merupakan persetujuan orang lain pula. Ringkasnya, boleh seorang raja melaksanakan akad itu asal orang-seorang itu adalah orang yang ditaati, yang berpengaruh, dan yang diterima oleh golongan mayoritas.<br /><br />Sebagaimana yang telah diterangkan diatas, bahwa imamah itu dilakukan adakalanya dengan nash, dan ada pula dengan ikhtiyar, apakah pengangkatan dengan cara wilayatul ahdi (penyerahan dari seseorang kepada seseorang) merupakan suatu jalan yang baru, ataukan merupakan salah satu cara dari cara-cara ikhtiyar?<br /><br />Para fuqaha menetapkan, bahwa imamah yang sah yaitu dengan cara wilayatul ahdi berdasarkan ijma’ ulama'. (Sistem Politik Islam, 1995: 326). Sedangkan Al-mawardi berkata sahnya pengangkatan dengan penunjukan seseorang adalah suatu hal kesepakatan yang diperbolehkan oleh para ulama', yang disebabkan oleh dua hal : (Teori Politik Islam”, 2001: 183)<br />1. Abu Bakar telah menunjuk Umar menjadi Khalifah. Hal itu diterima baik oleh para muslimin.<br />2. Umar menyerahkan pengangkatan khalifah kepada ahlu Syura. Dan hal itu dibenarkan oleh para sahabat karena mereka berpendapat bahwa penyerahan itu benar.<br /><br />Dua ketetapan diatas juga dipergunakan oleh Ibnu Khaldun untuk menguatkan pendapatnya.<br /><br />Para fuqaha menetapkan kepala negara yang ingin menyerahkan kepemimpinannya kepada orang lain haruslah memenuhi syarat berupa kepercayaan, wara’, ikhlas, dan jujur kepada rakyatnya, karena kepala negara yang demikian itu jika menunjuk seseorang untuk menjadi penggantinya maka pasti ia akan melihat kemaslahatan umum, dan karena dia mengetahui bahwa dia akan bertanggung jawab dihadapan Allah tentang pemilihannya maka ia tentu memilih yang paling tepat dan yang paling maslahat sebagaimana yang telah ditunjukkan dalam dua kenyataan sejarah.<br /><br />Bahasan lain adalah apakah boleh jika kepala negara melakukan akad tanpa menanyakan pendapat para ahlu ikhtiyar dan Pakar hukum lainnya apabila wilayatu ahdi itu diserahkan kepada yang kerabatnya, atau kepada anaknya, ayahnya?<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Walaupun terjadi perbedaan pendapat, namun semua ulama' madazhab sependapat menetapkan bahwa imamah tidak dapat diwariskan. Hal itu diperkuat dengan perkataan Ibnu Khaldun : mengangkat putra mahkota dengan maksud menurunkan kedudukan kepala negara pada anak dillakukan bukan berdasarkan atas dasar-dasar maksud keagamaan, hendaklah hal tersebut (penyerahan kepemimpinan) dilakukan dengan cara yang baik karena dikhawatirkan akan dipermain-mainkan atau di sia-siakan. Dimain-mainkan adalah ditakutkan kepemimpinan tersebut akan dijadikan barang pusaka dan dimonopolikan. At-Tabari berkata bahwa abu Bakar tidak menyerahkan imamah kepada umar kecuali setelah bermusyawarah dengan para shahabat. Mereka semua menyetujui Umar sebagai pengganti Abu Bakar. Setelah cukup bermusyawarah barulah Abu Bakar mengemukakan pendapatnya kepada umum, dan disambut oleh mereka dengan sami’na wa ato’na. (Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqh Islam, 1971: 73-74)<br /><br /><b>PENUTUP</b><br /><br />Masalah pemilihan seorang kepala negara negara adalah sebuah masalah pelik yang di hadapi oleh setiap negara. Banyak muncul permasalahan ketika terjadi pemilihan, banyaknya orang yang berambisi untuk memduduki jabatan tersebut, dihalalkannya segala cara untuk mencapainya, dan lain sebagainya. Oleh karena itu Islam berusaha untuk membuat aturan main tentang hal tersebut dengan maksud untuk mencapai kemaslahatan dan kedamaian serta menghindari timbulnya perpecahan di antara umatnya.<br /><br />T.M Hasbi As-siddiqi berpendapat bahwa sebuah negara (Islam) lebih baik terbagi menjadi beberapa negara akan tetapi selalu bersatu dalam hal menghadapi musuh-musuhnya –dalam konteks sekarang bisa berarti saling bantu membantu dalam memajukan agama Islam- daripada bersatu menjadi sebuah negara akan tetapi terjadi kekacauan dikarenakan perselisihan tentang kepala negara. (“Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqh Islam”, 1971: 78)<br /><br />Dan bisa kita ambil kesimpulan bahwa yang ditekankan dalam bahasan ini adalah pentingnya persatuan dan kesatuan umat, jangan sampai terjadi perpecahan hanay karena ada perbedaan pendapat. Jangan sampai kepluralitasan umat Islam itu menjadi halangan bagi tercapainya kerjasama yang baik antar mereka, sebagaimana sabda nabi : “Perbedaan umatku itu adalah suatu rahmat”.</span></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-73782447461760877932015-02-23T22:08:00.000-08:002015-02-23T22:12:11.443-08:00Menakar Komitmen Hukum Pemerintah<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5Tod-rPu4FYVXunwhp8mxXGFljlgifuGkHkMJQ3TLMror583rbGCVOo2hagoJ0I2ci3yXVIqjkqiaPliN-uEsTJF4kZgqZeVyNPMMS356mbhipqyZ65tM7nGbTQ_VlOUopfRAsh3glpU/s1600/10576005_535330069928712_1781407832_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5Tod-rPu4FYVXunwhp8mxXGFljlgifuGkHkMJQ3TLMror583rbGCVOo2hagoJ0I2ci3yXVIqjkqiaPliN-uEsTJF4kZgqZeVyNPMMS356mbhipqyZ65tM7nGbTQ_VlOUopfRAsh3glpU/s1600/10576005_535330069928712_1781407832_n.jpg" height="320" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Publik menaruh harapan besar terhadap Presiden terpilih, Joko Widodo, untuk dapat melaksanakan good governance, termasuk didalamnya komitmen terhadap penegakan hukum.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Pemerintahan sebelumnya, dibawah pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, telah berhasil mengeluarkan Indonesia dari 10 besar ranking negara terkorup dunia dengan skor persepsi korupsi terakhir berjumlah 34 (data transparency.org tahun 2014).</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Adalah sebuah hal yang tidak berlebihan jika publik berharap lebih terhadap pemerintahan yang baru, untuk dapat mempertahankan prestasi pemerintahan sebelumnya, syukur-syukur menjadi lebih baik.</span></span><br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Akan tetapi, belum genap 100 hari, pemerintahan baru ini telah ternodai sebuah insiden hukum: Calon Kapolri (kini telah jadi Kapolri Terpilih) dijadikan tersangka oleh KPK dalam perkara Tindak Pidana Korupsi.</span></span><br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Belum lekang dari ingatan publik tentang selisih faham Cicak vs Buaya, insiden status tersangka Kapolri terpilih ini mengorek kembali kejadian yang pernah terjadi beberapa tahun silam. Publik yang mulai resah karena disuguhi pertikaian politik yang terjadi selama beberapa bulan terakhir, seakan harus dihadapkan kembali dengan drama pertikaian baru.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Publik sudah lelah.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kepolisian, sebagai sebuah institusi yang notebene merupakan garda terdepan penanggulangan kejahatan pidana di Indonesia, yang selalu dituntut untuk netral, bukanlah sebuah ajang yang pantas untuk dilibatkan dalam intrik kekuasaan, apalagi dijadikan ajang politisasi pengaruh para tokoh partai.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<b><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ketegasan Seorang Presiden</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span></b><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sangat lumrah, jika publik selalu membanding-bandingkan suatu hal dengan hal lain, dan itu manusiawi, selama dalam hal kebaikan. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah memberi contoh baik tentang betapa pejabat publik yang tersangkut perkara Tipikor dituntut untuk mundur dari jabatan yg diemban, dan fokus menghadapi perkara yang menjerat.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Komitmen Susilo Bambang Yudhoyono bukan hanya sekedar lip service belaka, beliau menunjukkan komitmen itu dengan langkah konkrit: Jangankan rekan satu partai, bahkan besan beliau sendiri pun bisa terjerat perkara Tipikor.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Tidak berlebihan jika publik berharap Presiden terpilih saat ini, Joko Widodo, meneruskan komitmen yang telah dilaksanakan oleh Susilo Bambang Yudhoyono. Terkait dengan pemilihan Calon Kapolri, maka Presiden Joko Widodo tidak boleh lagi sembarangan mengusulkan sebuah nama untuk menduduki jabatan publik.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Publik tidak akan melihat bahwa nama tersebut telah disetujui oleh DPR untuk menduduki jabatan tertentu, akan tetapi lebih melihat kepada siapa yang mengusulkan nama tersebut.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Publik kini sudah cukup cerdas menilai, bahwa segala proses yang terjadi di DPR adalah proses politik, yang pasti penuh intrik dan lobi politik, dan bukan sebuah sebuah fit & proper test dalam arti mencari seorang profesional, dengan cara yang profesional pula.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Alih-alih mendengarkan segala tekanan politis dari kiri-kanan, Presiden Joko Widodo seyogyanya menjadikan saran KPK & PPATK sebagai pegangan utama dalam proses seleksi nama-nama para pejabat publik. Bukan karena KPK & PPATK itu dewa yang tidak pernah salah, akan tetapi karena data yang dimiliki oleh KPK & PPATK adalah sebuah data obyektif yang pasti bisa dipertanggung jawabkan secara hukum & dapat diaudit.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Memang benar bahwa insiden pergantian pucuk pimpinan POLRI kemaren telah dilalui dengan baik, tegas dan smooth oleh Presiden, sehingga menuai pujian dari berbagai pihak, akan tetapi sikap preventif agar hal yang sama jangan sampai terulang tentu harus dijalankan.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ada beberapa isu sensitif yang bisa memicu gelombang reaksi keras publik: isu Agama dan isu Hukum (korupsi termasuk). Zero tolerance terhadap korupsi adalah sebuah hal yang tidak bisa ditawar, oleh siapapun.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Banyak catatan positif yang telah ditorehkan oleh pemerintahan Joko Widodo selama nyaris 100 hari terakhir, jangan sampai itu ternoda oleh sebuah insiden hukum, hanya karena kesalahan teknis yang tidak penting, yang akhirnya akan membuat publik mempertanyakan kembali komitmen hukum pemerintahan baru ini.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<b><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">(Still) A New Hope</span></span><br /><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span></b></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxVySkWAMdMNLyfcN9RwCimQ8uDoH9qkbsVvw6AVuw6iPpOuj4hyEJvP1HBopTVoFKpNEhCwRMqIjzUlOD7To2oJUwzWJimb_rhn7V7jHvlBayBM660_sCa_nkTZum0OcgaD_X1Ph-KfY/s1600/manuel-l-quezon-quote-my-loyalty-to-my-party-ends-where-my-loyalty-to.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxVySkWAMdMNLyfcN9RwCimQ8uDoH9qkbsVvw6AVuw6iPpOuj4hyEJvP1HBopTVoFKpNEhCwRMqIjzUlOD7To2oJUwzWJimb_rhn7V7jHvlBayBM660_sCa_nkTZum0OcgaD_X1Ph-KfY/s1600/manuel-l-quezon-quote-my-loyalty-to-my-party-ends-where-my-loyalty-to.jpg" height="320" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Penolakan 68 grasi terpidana mati oleh Presiden, ketegasan terhadap pelaku Illegal Fishing, penataan kembali carut-marut regulasi penerbangan, reaksi cepat terhadap bencana alam yang menerpa, penghematan anggaran di berbagai lini pemerintahan, perhatian terhadap bidang kehutanan dan pertanian, adalah beberapa contoh catatan positif pemerintahan baru dibawah pimpinan Joko Widodo.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Penulis kira tidak ada yang meragukan kinerja pemerintahan dalam hal komitmen good governance, akan tetapi komitmen dalam hal penegakan hukum masih patut kita tunggu bersama.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Banyak PR sisa pemerintahan lalu yang bisa dilanjutkan. Proyek legislasi, terutama yang berkaitan dalam bidang hukum banyak yang mangkrak. Ambil contoh RKUHP, RKUHAP dan RUU Materiil Peradilan Agama sejak tahun 2004 hingga sekarang seakan hilang tertiup angin.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dinamika hukum yang selalu berkembang secara dinamis memerlukan banyak revisi nomenklatur untuk dapat mengimbanginya. Kita tidak selamanya bisa berharap kepada terobosan aparat penegak hukum (termasuk hakim) dengan cara menyimpangi undang-undang hanya untuk memberikan rasa keadilan, jika sarana perundang-undangan yang menjadi dasar berpijak langkah penegak hukum tadi tidak segera diperbaharui.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Mahkamah Agung telah beberapa kali mengeluarkan nomenklatur pembaharuan hukum, mulai dari Batasan Tindak Pidana Ringan (PERMA No. 2 tahun 2012), penegasan aturan pengajuan PK hanya bisa sekali (SEMA No. 6 tahun 2014), dan beberapa aturan lain. Bukan berarti bahwa Mahkamah Agung mengambil alih tugas Legislatif, tapi lebih kepada mengisi kekosongan hukum dan/atau pembaharuan hukum, yang itupun hanya mengikat kedalam institusi Mahkamah Agung sendiri.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Indeks persepsi korupsi Indonesia yang membaik akan bisa lebih ditingkatkan lagi, jangan sampai turun, apalagi kembali terjerembab ke dasar, yang pasti memerlukan extraordinary treatment, dengan komitmen tinggi dari semua pihak.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Insiden pengusulan Sekretaris Daerah Terpilih Sumatera Utara yang ternyata berstatus terdakwa dalam perkara Tipikor adalah sebuah contoh konkrit, bahwa komitmen terhadap penegakan hukum, tidak bisa tidak, harus dilakukan oleh semua pejabat pemerintahan, mulai level pusat hingga daerah.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Komisi Pemilihan Umum beberapa waktu yang lalu telah melaksanakan tugas itu dengan baik, dengan tidak melantik legislator terpilih yang tersandung perkara korupsi, tidak peduli dari partai mana sang legislator berasal.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Lembaga Peradilan kadang dilambangkan dengan patung Dewi Keadilan, dengan matanya yang tertutup kain hitam sambil membawa timbangan, sehingga dapat diartikan bahwa obyek penegakan hukum tidak mengenal strata sosial, jenis kelamin, status agama, partai, dan ideologi. Semua mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum.</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Abraham Lincoln pernah berkata: “My loyalty to my party ends where my loyalty to my country begins”, loyalitasku terhadap partai berakhir ketika loyalitas terhadap negara dimulai. Pak Presiden Joko Widodo, kami percaya bahwa bapak bisa melakukan itu, dan karena itu kami memilih bapak sebagai presiden kami.</span></span></div>
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-10640662931555154512015-02-23T21:56:00.000-08:002015-02-23T21:58:27.409-08:00Majalah Badilag Edisi Kelima (Desember 2014)<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-size: xx-small;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhny_OXdA3vWFKFrPnxzQAWmVXfkEtn-RTLkHywHSzFRJqku6LrTnRC1rpyniQqPpSNEnvAf6DEoKh3JaEhe0_C2gfrviVGdsmCX_dkj7bodPI7dTJPUsUTQYbL1vSnecnjWawdVqSZry8/s1600/Majalah+PA+Edisi+4+Juli+2014.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"></a></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-hN8pefl4ZCrkM7j3Wvl9cCI8HAmm59IgiLSQwcGJ3Wmyx8Ab6OOri2CunepDSOVzUhxA03pFV8C2ci7onV7IW_RYocNP7WRW3nc3ypb-bAEAoyL9gB3NG0_iYZcH1sjCLDYKLah35vc/s1600/Majalah+Badilag+Edisi+5+-+Desember+2014.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-hN8pefl4ZCrkM7j3Wvl9cCI8HAmm59IgiLSQwcGJ3Wmyx8Ab6OOri2CunepDSOVzUhxA03pFV8C2ci7onV7IW_RYocNP7WRW3nc3ypb-bAEAoyL9gB3NG0_iYZcH1sjCLDYKLah35vc/s1600/Majalah+Badilag+Edisi+5+-+Desember+2014.jpg" height="400" width="297" /></a></div>
<span style="font-size: xx-small;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivmdGApGdDDrZJXKKwn6fo8wiwZR5hgfXbSanN1_2YwnwS9wz15bCOjFRwbXXA70IdIMkZdaK6Orv4Lx9kHJH6yej9oh5uQXl9Y-Eao4kMjwIn-RzR6fCsm2qi8r6_WezXcG_-RcAWpK8/s1600/_Screenshot_2014-01-07-12-06-44-1+copy.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><br /></a></span>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Majalah Badilag Edisi Kelima akhirnya terbit, bersamaan dengan momen ada momen spesial, yakni Peringatan 25 Tahun Undang-Undang Peradilan Agama (UU No 7 Tahun 1989), yang mana acara tersendiri dari peringatan 25 tahun UU PA ini telah diselenggarakan oleh Badilag di Bandung. <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">(Cek Majalah Badilag sebelumnya, di artikel <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2013/10/majalah-badilag-edisi-pertama-mei-2013.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi Pertama</a> dan <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2013/10/majalah-badilag-edisi-kedua-september.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi Kedua</a>, <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2014/01/majalah-badilag-edisi-ketiga-desember.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi Ketiga</a>, dan <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2015/02/majalah-badilag-edisi-ke-4-juli-2014.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi keempat</a> )</span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"></span><br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Majalah spesial edisi Ulang Tahun, mengangkat Laporan Khusus yang spesial pula tentang Dirgahayu UU PA dalam empat
rubrik: <b>Jalan Panjang Merengkuh Eksistensi</b>; Memaparkan tentang eksistensi Peradilan Agama sejak jaman dulu kala, mulai abad ke-7, hingga saat ini, <b>Berkembang Pasca Satu Atap</b>; Perkembangan sisi Organisasi, Administrasi, Finansial, dan Kompetensi Peradilan Agama mulai masa Satu Atap Mahkamah Agung (2004), <b>Pasang Surut Kewenangan</b>; Dinamika Kewenangan Peradilan Agama sejak </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">keberadaannya </span>diakui secara yuridis (1882-sekarang), dan <b>Meneguhkan Identitas: Peradilan Keluarga atawa Peradilan Islam?</b>; Hipotesa bentuk Peradilan Agama dimasa yang akan datang.<b></b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Rubrik
lain yang disuguhkan antara lain <b>rubrik Judex Jurist</b> (Putusan Kasasi ttg Dinamika Penerapan Asas Ijbari Dalam Perkara Kewarisan) dan <b>rubrik Judex Facti</b> (Putusan Pengadilan Agama Surabaya tentang Penyempitan Hukum Atas Ketentuan Dwangsom). </span><br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Disuguhkan pula rubrik <b>Anotasi Putusan</b>, sebuah rubrik tentang analisa putusan yang telah berkekuatan hukum tetap oleh para akademisi, dalam edisi kali ini ditulis oleh Ramdani Wahyu S. (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Bandung), membahas Putusan Kasasi No. 111 K/AG/2010 tentang Suami Sebagai Korban Perkawinan Tidak Tercatat. </span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><br /></span>
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">R</span></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">ubrik tetap lain, <b>Putusan Mancanegara</b>, mengangkat dua tulisan, pertama membahas
tentang Pertarungan Hukum Islam di Pengadilan Amerika Serikat, tentang bagaimana bagaimana posisi hukum Islam ketika menghadapi ‘conlict of law’ dengan hukum nasional dalam sistem peradilan di Amerika, dan tulisan kedua <b>Putusan Mancanegara</b> membahas putusan Kasasi Mahkamah Agung Uni Emirat Arab dalam perkara Sengketa Arbitrase.</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Pada rubrik <b>opini</b>, silahkan dinikmati tulisan dari Hakim Pengadilan Agama Sukabumi, Dr. Sugiri Permana, MH.,: <i>Stare Decisis vs Living Law</i>, yang membahas tentang tarik menarik antara Yurisprudensi dan Fiqh dalam Hukum Waris di Indonesia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Seperti edisi-edisi sebelumnya, edisi kali ini
juga menampilkan beberapa profil tokoh: Di rubrik <b>Wawancara Khusus </b>ada </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">H. Nurhadi, SH., MH. (Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia), </span>dan di rubrik <b>Sosok<i> </i></b>ada profil </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">DR. H. Andi Syamsu Alam, SH., MH., (TUADA ULDILAG periode 2009-2014).</span></span><span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Dalam rubrik <b>Postur Perkara</b>,
diangkat bahasan tentang data pelaksanaan Mediasi di Peradilan Agama se-Indonesia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Rubrik <b>Insight</b> membahas dua tokoh, yaitu Prof. Tim Lindsey (Malcolm Smith Professor of Asian Law dan Direktur Centre for Indonesian Law, Islam dan Society di Melbourne Law School Australia, pakar perkembangan hukum dan peradilan di Indonesia</span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">), dan Dr. Ibrahim Muhammad Al-Deham (Direktur LIPIA Jakarta), </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Program Prioritas</b>, </span><b>PA Inspiratif</b>, <b>Ibrah, Kisah Nyata, Resensi</b>, dan beberapa rubrik menarik lainnya.</span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Pada edisi ini juga ada sajian baru, berupa menu Jinayah, membahas tentang praktek Hukum Jinayah (Pidana Islam) dan Mahkamah Syar'iyyah Nangroe Aceh Darussalam).</span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><b>Majalah Peradilan Agama</b> edisi kelima ini dapat diunduh gratis dari portal resmi Ditjen Badilag, <a href="http://www.badilag.net/" target="_blank">www.badilag.net</a> atau bisa diunduh di <a href="http://goo.gl/lLMt0V">http://goo.gl/lLMt0V</a>.</span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Semoga bermanfaat.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Regards.</span></div>
</div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-67596960062085925282015-02-23T18:10:00.000-08:002015-02-23T21:24:43.637-08:00Majalah Badilag Edisi Keempat (Juli 2014)<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><br /></span>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-size: xx-small;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhny_OXdA3vWFKFrPnxzQAWmVXfkEtn-RTLkHywHSzFRJqku6LrTnRC1rpyniQqPpSNEnvAf6DEoKh3JaEhe0_C2gfrviVGdsmCX_dkj7bodPI7dTJPUsUTQYbL1vSnecnjWawdVqSZry8/s1600/Majalah+PA+Edisi+4+Juli+2014.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhny_OXdA3vWFKFrPnxzQAWmVXfkEtn-RTLkHywHSzFRJqku6LrTnRC1rpyniQqPpSNEnvAf6DEoKh3JaEhe0_C2gfrviVGdsmCX_dkj7bodPI7dTJPUsUTQYbL1vSnecnjWawdVqSZry8/s1600/Majalah+PA+Edisi+4+Juli+2014.jpg" height="400" width="301" /></a></span></div>
<span style="font-size: xx-small;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivmdGApGdDDrZJXKKwn6fo8wiwZR5hgfXbSanN1_2YwnwS9wz15bCOjFRwbXXA70IdIMkZdaK6Orv4Lx9kHJH6yej9oh5uQXl9Y-Eao4kMjwIn-RzR6fCsm2qi8r6_WezXcG_-RcAWpK8/s1600/_Screenshot_2014-01-07-12-06-44-1+copy.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><br /></a></span>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Setelah <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2013/10/majalah-badilag-edisi-pertama-mei-2013.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi Pertama</a> dan <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2013/10/majalah-badilag-edisi-kedua-september.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi Kedua</a>, dan <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2014/01/majalah-badilag-edisi-ketiga-desember.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi Ketiga</a>, Majalah Badilag Edisi ke 4 kembali terbit sebagai <i>progress report</i> diskusi hukum triwulan Lingkar Studi Hukum (<i>Legal Studies Center</i>) yg kali ini mengangkat tema "<b>Kepercayaan Publik Terhadap Peradilan Agama Dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah</b></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">", dengan narasumber </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Muliaman D. Hadad., Ph.D., Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dalam rangka tindak lanjut penandatanganan </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Kerjasama Pelatihan Hakim di Bidang Kebanksentralan dan Sektor Jasa Keuangan</span> antara Mahkamah Agung (MA) bersama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK. </span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Majalah
Edisi ke 3 mengangkat Laporan Khusus Sengketa Ekonomi Syariah dan Kepercayaan Publik yang disajikan
dalam empat
rubrik: <b>Bersinar di Tengah Gulita</b>; Memaparkan tentang apresiasi yang diterima oleh Pengadilan Peradilan Agama dari berbagai segi karena kualitas dan kepuasan terhadap layanan, <b>Berkaca ke Pengadilan Manca</b>, <b>Mencari Akar Masalah Penyebab Ketidakpercayaan Terhadap Pengadilan Agama</b>, dan <b>Menggantang Asa Membangun Solusi</b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<a name='more'></a><span style="font-size: xx-small;"></span><br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Rubrik
lain yang disuguhkan oleh Tim
Redaksi antara lain <b>rubrik Judex Jurist</b> (Putusan Kasasi ttg Benturan Asas Dalam UU Perbankan Syariah dan Akad Kontrak) dan <b>rubrik Judex Facti</b> (Putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta tentang Pembuktian Akad Tidak Harus Dengan Bukti Tertulis. </span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Disajikan
pula dua rubrik <b>Putusan Mancanegara</b>, rubrik pertama membahas tentang penyelesaian sengketa Ekonomi Syariah di Malaysia, India, Inggris, dan Amerika Serikat, dan rubrik kedua membahas tentang contoh putusan sengketa ekonomi syariah dalam tingkat Kasasi di Mahkamah Agung Arab Saudi.</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Pada rubrik <b>opini</b>, silahkan dinikmati tulisan dari Hakim Tinggi Palembang, Dr. Yasardin,
SH., M.Hum., yang membahas tentang Urgensi Hukum Perjanjian Syariah Nasioal.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Seperti edisi-edisi sebelumnya, edisi kali ini
juga menampilkan beberapa profil tokoh: Di rubrik <b>Perspektif </b>ada </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Prof. Mark Cammack (Professor of Law, Southwestern Law School, California USA), </span>di rubrik <b><i>Sosok </i></b>ada profil </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dr. H. Hamdan SH., MH. (Hakim Agung Mahkamah Agung RI),</span></span><span style="font-size: xx-small;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif;">di rubrik <b><i>Tokoh Kita</i></b> ada profil H. Yahya, SH. (TUADA ULDILAG periode 1994-1998), dan rubrik <b>Inspirasi</b><i><b></b></i> ada profil Muliaman D. Hadad SE., MBA., Ph.D.</span></span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Dalam rubrik <b>Postur</b>,
diangkat bahasan tentang data tingkat pendidikan seluruh Hakim Pengadilan Agama se-Indonesia, dengan menitik beratkan pembahasan tentang regulasi pendidikan para Hakim dan konsep pendidikan yang tidak hanya sekedar mengejar gelar yang tersemat. Dalam rubrik <b>Postur</b> juga dipaparkan sekilas tentang Pengadilan Agama Selong (NTB) yang terkenal sebagai gudangnya perkara waris.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Kemudian ada pula rubrik <b>Insight</b> (JM. Muslimin, MA., Ph.D., </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Dekan Fakultas Hukum UI dan Dekan Fakultas Hukum dan Syariah UIN Jakarta</span> dan Topo Santoso, SH., MH., PhD., Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia), </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Program Prioritas</b>, </span><b>PA Inspiratif</b>, <b>Resensi</b>, dan beberapa rubrik menarik lainnya.</span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Pada edisi ini juga ada sajian baru, berupa menu Hisab Rukyat.</span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><b>Majalah Peradilan Agama</b> edisi keempat ini dapat diunduh gratis dari portal resmi Ditjen Badilag, <a href="http://www.badilag.net/" target="_blank">www.badilag.net</a> atau bisa diunduh di <a href="http://goo.gl/4Qcw0Y">http://goo.gl/4Qcw0Y</a>.</span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Semoga bermanfaat.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: xx-small;">Regards.</span></div>
</div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-73579540801759832162015-02-23T17:43:00.000-08:002015-02-23T17:43:16.447-08:00Silang Sengkarut Sengketa Pilkada<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRxtE8p9AwLd0FmNn25boiZC1DVuEMqXlpxxM4ImZYD5lJH-jFInKOr_XXVvPVrwW0s-2V-8sO9FEXONsMiY8W15EcrPXgI9TknIoFiac3LiTSI71o45973BEPkJgBvRt_E4CF_JzLrso/s1600/dpr-mk-ma-diminta-duduk-bersama-soal-sengketa-pilkada-Rvj.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRxtE8p9AwLd0FmNn25boiZC1DVuEMqXlpxxM4ImZYD5lJH-jFInKOr_XXVvPVrwW0s-2V-8sO9FEXONsMiY8W15EcrPXgI9TknIoFiac3LiTSI71o45973BEPkJgBvRt_E4CF_JzLrso/s1600/dpr-mk-ma-diminta-duduk-bersama-soal-sengketa-pilkada-Rvj.jpg" height="213" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan gugatan untuk menghapus sengketa perkara pemilihan kepala daerah (pilkada) yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Di dalam putusannya, hakim konstitusi menilai bahwa Pasal 236 C Undang Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) dan Pasal 29 Ayat 1 huruf e UU Nomor 48 Tahun 2009 dianggap inkonstitusional.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Saat ini, Mahkamah Konstitusi kembali murni menjadi Guard of Constitution, tanpa diembel-embeli kewenangan lain, dan kita boleh berharap bahwa fokus Hakim Mahkamah Konstitusi tidak lagi terpecah untuk mengurusi perkara sengketa Pilkada.</span></span></div>
<a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ada beberapa point penting yang dapat ditarik dari putusan Mahkamah Konstitusi ini, pertama; Mahkamah Konstitusi tidak berwenang lagi mengadili semua sengketa Pilkada, kedua; Belum jelas siapa yang berwenang untuk mengadili Perkara Sengketa Pilkada pasca Putusan Mahkamah Konstitusi.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Walaupun dalam amar putusannya, Mahkamah Konstitusi tetap mencantumkan bahwa Mahkamah tetap berwenang mengadili Perkara Sengketa Pilkada selama Undang-undang baru yang menunjukkan kewenangan Sengketa Pilkada ini belum dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah, akan tetapi tetap akan muncul berbagai macam masalah.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Salah satu hal yang sangat urgen dan mendapat perhatian lebih adalah sidang Mahkamah Konstitusi dalam mengadili perkara-perkara sengketa Pilkada saat ini tidaklah berlandaskan hukum apapun, karena Undang-undang yang dimaksud telah dibatalkan oleh Mahkamah sendiri, dan putusan tersebut langsung berkekuatan hukum tetap.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Adalah menjadi sangat penting bagi Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah untuk segera membuat payung hukum kewenangan mengadili sengketa Pilkada, demi kepastian hukum itu sendiri.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Perkara Sengketa Pilkada bukanlah kewenangan MK, maka mau tidak mau, suka tidak suka, perkara sengketa Pilkada bisa dipastikan menjadi kewenangan Mahkamah Agung atau Peradilan dibawahnya.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ada beberapa masalah yang muncul jika Mahkamah Agung mengadili perkara sengketa Pilkada. Mahkamah Agung selama ini dikenal sebagai judex juris yang hanya memeriksa tentang penerapan hukum dari suatu perkara, bukan judex factie yang memeriksa fakta dan bukti. Bagaimana bisa Mahkamah Agung memeriksa perkara sengketa pilkada yang jelas-jelas judex factie?<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Belum lagi jika ditilik dari jumlah perkara. Sebagai gambaran, pada tahun 2013 Mahkamah Agung menerima 22.293 perkara dan berhasil memutus 15.556 perkara, dengan jumlah Hakim Agung hanya 50 orang. Menambahkan sengketa pilkada sebagai wewenang Mahkamah Agung hanya akan menambah beban perkara, sehingga patut dikhawatirkan bila pertimbangan putusan dari perkara sengketa pilkada menjadi kurang bernas, dan berjalannya sidang perkara sengketa Pilkada itu sendiri menjadi tidak optimal.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Satu-satunya jalan keluar yang paling rasional adalah menyerahkan kewenangan perkara sengketa Pilkada kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT-TUN), yang masing-masing berkedudukan di ibukota Provinsi.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ada beberapa kelebihan apabila sengketa perkara pilkada menjadi wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, diantaranya penyebaran jumlah perkara menjadi merata, karena PTUN/PT-TUN ada di setiap Provinsi di seluruh Indonesia.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Selain itu, penanganan perkara itu sendiri akan menjadi maksimal, karena ketersediaan jumlah Hakim yang memadai, aparat peradilan yang cukup banyak, juga jumlah ruang sidang yang mencukupi.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Saat ini, DPR dan pemerintah sedang melakukan pembahasan mengenai pemilihan langsung atau tidak langsung untuk kepala daerah, kecuali untuk Pemilihan Presiden dan Pemlihan Legislatif karena memang telah dikonstruksikan sejak awal lewat pemilihan langsung.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Hasil dari keputusan DPR dan Pemerintah ini nanti akan sangat mempengaruhi variasi dan volume perkara sengketa Pilkada, juga akan berefek langsung terhadap peluang munculnya sengketa Pilkada itu sendiri.<br /> </span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyqwOBFqy2hBmUoBtI8nShfxHRwWB1MoNnO3fNEPPhNekyH9aSfZwaJ2d33lBS0TZRZ3ZbK6kOU4Y2EzJXVI5sRJfZ6g_4BdjcBe3FcDStTmSxNSrWW8INCaS2_45k60HixO8WNcwzgU0/s1600/news_161_1423011363.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyqwOBFqy2hBmUoBtI8nShfxHRwWB1MoNnO3fNEPPhNekyH9aSfZwaJ2d33lBS0TZRZ3ZbK6kOU4Y2EzJXVI5sRJfZ6g_4BdjcBe3FcDStTmSxNSrWW8INCaS2_45k60HixO8WNcwzgU0/s1600/news_161_1423011363.jpg" height="213" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Jika DPR dan Pemerintah memutuskan bahwa Pilkada dipilih secara tidak langsung (lewat parlemen), maka peluang munculnya perkara sengketa Pilkada sangatlah kecil. Kebalikannya, jika DPR dan Pemerintah memutuskan bahwa Pilkada tetap melalui pemilihan langsung, maka peluang munculnya perkara sengketa Pilkada sangat terbuka lebar, seperti saat ini.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Keputusan DPR dan Pemerintah tadi juga akan berimbas kepada PTUN/PT-TUN, dimana penanganan perkara sengketa Pilkada secara tidak langsung niscaya minim gesekan dan jumlahnya pun tidak akan banyak.<br />Namun, jika Pilkada tetap diputuskan secara langsung, maka peluang munculnya gesekan massa, kerusuhan dalam sidang, dan juga terjadinya tindak pidana suap akan tetap tinggi.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ridwan Mansyur (23/5), Kabiro Humas Mahkamah Agung, menyatakan bahwa persoalan keamanan sebab pengerahan massa pada pengadilan tingkat pertama sangat riskan. Hal ini semakin diperparah dengan tidak adanya Undang-Undang Contempt of Court.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Masih belum lekang dalam ingatan kerusuhan di ruang Sidang Mahkamah Konstitusi saat menyidangkan perkara sengketa pilkada Maluku (4/11). Terjadinya hal yang sama dalam sidang sengketa Pilkada pemilihan langsung di PTUN/PT-TUN adalah sebuah keniscayaan.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ketika negara belum mampu memberikan keamanan terhadap aparat pengadilan yang menyidangkan suatu perkara, maka kelancaran sidang dan kepuasan para pihak berperkara dalam menjalani perkaranya masih sebuah utopia.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kelemahan lain yang muncul jika perkara sengketa pilkada menjadi kewenangan PTUN/PT-TUN adalah dalam bidang pengawasan dan penindakan terhadap tindak pidana suap. Jika selama ini KPK bisa menindak langsung aparat hukum yang bermain dalam sengketa pilkada, karena Mahkamah Konstitusi hanya ada di Jakarta, keberadaan PTUN/PT-TUN yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia adalah sebuah masalah.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">KPK tidak mungkin mengawasi seluruh PTUN/PT-TUN dari ujung Aceh sampai Jayapura, dengan kata lain, pengawasan terhadap segala tindak pidana yang mungkin terjadi dalam penanganan perkara sengketa Pilkada menjadi kewenangan Kejaksaan atau Kejaksaan Tinggi setempat.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Mungkin perlu dirumuskan sebuah treatment khusus tentang pengawasan dan penindakan terhadap penanganan perkara sengketa Pilkada oleh Kejaksaan ata Kejaksaan Tinggi, yang sudah barang tentu memerlukan pemikiran lebih lanjut.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Apapun hasilnya nanti, DPR dan Pemerintah harus segera membuat sebuah payung hukum penanganan perkara sengketa Pilkada. Tidak menutup kemungkinan presiden untuk segera mengeluarkan PERPU, mengingat betapa pentingnya kewenangan sengketa Pilkada, sebagai salah satu pilar penopang tegaknya demokrasi di Indonesia, demi mempertegas posisi peradilan yang dapat menangani perkara pilkada yaitu, PTUN, PT TUN, atau Mahkamah Agung.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Undang-undang tentang kewenangan perkara sengketa Pilkada tadi, harus diikuti dengan munculnya Undang-undang Contempt of Court, agar masyarakat pencari keadilan bisa menghormati jalannya persidangan, juga untuk memberikan tindakan tegas terhadap semua pelaku kerusuhan di lingkungan Pengadilan yang selama ini masih kerap terjadi. </span></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-49533943765568779212015-02-23T17:29:00.003-08:002015-02-23T17:34:44.964-08:00Nusyuz: Konsep Menakar Kedurhakaan Dalam Rumah Tangga<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNaeu_A8tq55T-o-c6dPfDJQP6d5Ry2vrIGpQtxahyphenhyphenMF3sFiH59KtfDcWJUPk4cumxu2Pel5gO47pwVPxsd7cnMhl0ZScw55gG6WTWbaTAs7vqF34mcW2y95TPS2DmNr25a5IWUpAw66I/s1600/dadi_relax.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNaeu_A8tq55T-o-c6dPfDJQP6d5Ry2vrIGpQtxahyphenhyphenMF3sFiH59KtfDcWJUPk4cumxu2Pel5gO47pwVPxsd7cnMhl0ZScw55gG6WTWbaTAs7vqF34mcW2y95TPS2DmNr25a5IWUpAw66I/s1600/dadi_relax.jpg" height="320" width="235" /></a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Oleh: Dadi Aryandi, S.Ag<br /><br />Sebagian besar penyebab perceraian adalah kemelut rumah tangga yang disebabkan pertengkaran yang terus menerus. Pertengkaran suami istri dapat saja dipicu oleh sekadar rasa bosan satu terhadap yang lain; atau oleh karena masing-masing tidak memenuhi hak pasangannya; dan bisa pula karena masalah remeh temeh. <br /><br />Apapun pemicu pertengkaran itu, bisa jadi menyebabkan pasangan berkeberatan memenuhi kewajibannya. Ketika salah satu tugas tidak dipenuhi, maka berarti ada suatu pembangkangan, tidak taat. Dalam Hukum Perkawinan agama Islam (Fiqh Munakahat), pembangkangan ini dikenal dengan istilah nusyuz.<br /><br />Dalam kasus perceraian, perbuatan nusyuz bukan saja memperkuat pertimbangan hukum bahwa permohonan/ gugatan perceraian tersebut telah cukup alasan untuk dikabulkan, namun juga berimplikasi langsung terhadap ada/tidaknya kewajiban mantan suami utk membayar nafkah selama masa iddah kepada mantan istri, dan/atau terhadap ada-tidaknya kewajiban membayar nafkah madliyyah (nafkah lampau yang belum dibayarkan) sebelum suami-istri tersebut bercerai.</span></span></div>
<a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Overview </b></span></span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Karena implikasinya pada ada atau tidaknya kewajiban suami terhadap istri, maka tentu saja konsep nusyuz dalam perkawinan, tidak boleh dipandang remeh. Pengadilan, dalam hal ini Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara perceraian yang diwarnai nusyuz, dituntut agar memeriksanya dengan lebih teliti.<br /><br />Hanya saja, satu-satunya hukum positif yang membahas masalah ini hanyalah Kompilasi Hukum Islam (KHI).Itupun hanya tercantum dalam beberapa pasal saja (Pasal 80, 83, 84, 149 dan 152), tidak cukup rinci, bahkan minim penjelasan.Karena dalam Penjelasan Umum Kompilasi ini hanya disebutkan:“Pasal 73-86, cukup jelas”serta tidak ada penjelasan Pasal 149 dan Pasal 152 terkait masalah nusyuz, bahkan tidak ada hukum positif lainnya yang membahas atau menjelaskan masalah nusyuz ini.<br /><br />Minimnya penjelasan juga diperburuk dengan frasa-frasa dalam pasal-pasal nusyuz tersebut menggunakan kalimat-kalimat yang multitafsir.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sebagai contoh, Pasal 83 tentang Kewajiban Istri, frasa “kewajiban utama” dalam ayat (1) melahirkan ‘celah’ penafsiran adanya kewajiban lain yang ‘bukan utama’, karena dalam ayat (2) dalam Pasal tersebut dimuat juga kewajiban lainnya. Dikotomi “kewajiban utama” dan “kewajiban lainnya” ini berkait erat dengan nusyuz atau tidaknya seorang istri, karena dalam Pasal 84 ayat (1) secara khusus dan eksplisit disebutkan kelalaian melaksanakan kewajiban utama ini berakibat pada nusyuznya seorang istri.<br /><br />Patutlah dipertanyakan apakah kelalaian melaksanakan kewajiban lainnya, tidak dianggap nusyuz? Padahal nusyuz dapat menggugurkan kewajiban suami untuk memberi nafkah, kiswah, tempat tinggal, biaya rumah tangga, biaya perawatan dan pengobatan bagi istrinya, sebagaimana bunyi Pasal 80 ayat (7). Dan bagaimanakah bentuk pembangkangan terhadap “berbakti lahir dan batin” yang dimaksudkan dalam Pasal ini?<br /><br />Pada akhir kalimat dalam Pasal 84 ayat (1) membuka ruang pengecualian bagi istri yang mempunyai alasan-alasan yang sah sehingga perbuatan istri tidak dikategorikan nusyuz. Namun lagi-lagi tidak ada penjelasan lain terkait alasan seperti apa saja yang dapat mengecualikannya.<br /><br />Penyebutan nusyuz dalam Kompilasi ini hanya ‘ditujukan’ bagi pihak istri, tidak bagi pihak suami. Perbuatan nusyuz istri mendapatkan ‘hukuman’ bagi istri dengan gugurnya kewajiban suami baik dalam masa nikah maupun masa iddah. Padahal dalam Pasal 79 ayat (2) dan (3) disebutkan persamaan hak dan kedudukan bagi keduanya.<br /><br />Dengan demikian, untuk memenuhi rasa keadilan dalam pemeriksaan perkara nusyuz ini Majelis Hakim pemeriksa perkara seyogyanya dapat menggalinya dari norma hukum yang lain, yaitu dengan mengadopsi doktrin-doktrin para ahli fiqh dari beberapa mazhab yang bertebaran dalam berbagai literatur. Untuk kepentingan itulah makalah ini disusun dan semoga makalah ini dapat menjawab beberapa masalah sebagai berikut:<br /><br />1. Apakah nusyuz hanya terbatas bagi istri saja, sedangkan bagi suami tidak ada ada nusyuz?<br />2. Apa saja kriteria Nusyuz?<br />3. Alasan-alasan sah mana saja yang dapat menjadi pembebas dari anggapan nusyuz?</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Pembahasan</b></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b><br /></b></span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxailfkz0cfM_xiDsSSb0EnUJRI8TMrrDzbUbJWlk73tCPb1JQdH3ddK3QpkyWpnY8wRZXwg1itrTk1GOvdFMe09OR-z4WMYYUUtsQcvVhLOshQRSJneoi9AKzcfHSVaYFqyeIRnTtgY8/s1600/wm-Cheating+Husband.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxailfkz0cfM_xiDsSSb0EnUJRI8TMrrDzbUbJWlk73tCPb1JQdH3ddK3QpkyWpnY8wRZXwg1itrTk1GOvdFMe09OR-z4WMYYUUtsQcvVhLOshQRSJneoi9AKzcfHSVaYFqyeIRnTtgY8/s1600/wm-Cheating+Husband.jpg" height="249" width="320" /></a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgc74PveCL1EbKWaba8EsADomNB0bKhD1JLLKIJsX02i_7L4ZhtPBw6zkDWBd9Ab0JyN_JR-ZE5Emxw1o8Xf8hp0G7XNwx-NoEjS4u9X5wsMDG1fFt5wWrrqvONRqlHgQRFuoDSBW_ytZY/s1600/Nusyuz.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheTGNgtypH3RdkJQhLSumqvVp7w7lhZrqvZnejGNefJ71pmmBLbd6ATv-wF50zCtwDXWwIotDjLAtUUtSFwco5T-cezPGMQOm3O3O7Mr97uJGWiGXQKsammWWjzceAGqn59aqUrV3hVRM/s1600/seneng+sussah+karo+sampeyan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"></a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kata nusyuz dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar (infinitive) dari kata ”نشز- ينشز- نشوزا” yang berarti: ”duduk kemudian berdiri, berdiri dari, menonjol, menentang atau durhaka (al-Munawir Kamus Arab Indonesia, 1994 : 1517).<br /><br />Dalam konteks pernikahan, makna nusyuz yang tepat untuk digunakan adalah “menentang atau durhaka”. sebab makna inilah yang paling mendekati dengan persoalan rumah tangga.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Menurut istilah, nusyuz difahami berbeda-beda oleh para Ahli Fiqh (Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, bab Nusyuz, Maktabah Syamilah), diantaranya:<br /><br />Ulama Hanafiyah mendefinisikan nusyuz sebagai:<br />خُرُوجُ الزَّوْجَةِ مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَابِغَيْرِ حَقٍّ(Keluarnya istri dari rumah suami tanpa hak) </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ulama Malikiyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa nusyuz adalah:<br />خُرُوجُ الزَّوْجَةِ عَنِ الطَّاعَةِ الْوَاجِبَةِلِلزَّوْجِ (Keluarnya istri dari ketaatan yang wajib kepada suami<br /><br />Sebagian fuqaha menjelaskan bahwa nusyuz dengan makna istilah terdapat pada istri, bukan sebaliknya (tidak ada istilah nusyuz untuk suami), fuqaha yang lain menjelaskan bahwa nusyuz bisa terjadi pada istri juga terjadi pada suami, walaupun tidak masyhur istilah nusyuz untuk disematkan pada suami. (مواهب الجليل 4 / 15، وحاشية القليوبي 3 / 299، وحاشية الشرقاوي على شرح التحرير / 280، وكشاف القناع 5 / 209.)<br /><br />Seperti yang termuat dalam kitab Al-Bajuri dikatakan bahwa Nusyuz adalah:<br />ألنشوز هو الخروج عن الطا عة مطلقا أو من الزوجة أو من الزوج أو منهما <br /><br />(Nusyuz adalah keluar dari ketaatan (secara umum) dari isteri atau suami atau keduanya”. (Ali Ibnu Qasim al-Gozi, al-Bajuri,juz II, hal 129)<br />والنشوزمن جهة الزوجة أى بحسب الأصل والغا لب لأنه قد يكون من الزوج بخروجه عن أداءالحق الواجب عليه لها وهو معا شرتهابا المعروف والقسم والمهر ولنفقه والكسوة وبقية المؤن<br /><br />“Nusyuz bukan hanya isteri akan tetapi suami juga bisa melakukan hal yang sama. Suami nusyuz bisa ditandai dengan kelalaiannya atas kewajiban-kewajiban yang merupakan hak isteri yaitu mempergauli dengan ma’ruf (baik), melaksanakan pembagian dengan adil (bagi yang poligami), memberi mahar, nafkah, pakaian dan biaya-biaya yang lainnya".(Al-Bajuri, juz II, hal 129)<br /><br />Atau pendapat lain menyebutkan bahwa nusyuz adalah suatu kondisi yang menggambarkan kedurhakaan, kebencian, atau penentangan suami atau isteri terhadap pasangannya. (Al-Muhaddzab hal: 69, juz: II. Al-Jami’ li Ahkam al-Quran, hal: 171, juz: V)<br /><br />Dari beberepa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa nusyuz tidak melulu bagi pihak istri, namun juga berlaku bagi pihak suami.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /><b>Yang termasuk kategori nusyuz</b></span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSfQxgyaYPls_2ngk3GytoEeqFUVB0DQMivDZ7m72vRIGO9S4WC4kb3N_TEMs3d0Axipg24kfdW7iVcfKP00FixiB5FQrTfeZlCrp7SSb0jM3xikTiNopsCJ5tM9AOykcapmT9mRyiusw/s1600/Durhaka+Kepada+Suami+(NUSYUZ).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSfQxgyaYPls_2ngk3GytoEeqFUVB0DQMivDZ7m72vRIGO9S4WC4kb3N_TEMs3d0Axipg24kfdW7iVcfKP00FixiB5FQrTfeZlCrp7SSb0jM3xikTiNopsCJ5tM9AOykcapmT9mRyiusw/s1600/Durhaka+Kepada+Suami+(NUSYUZ).jpg" /></a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ulama Malikiyyah menyatakan bahwa nusyuz terjadi jika istri melakukan hal-hal berikut:<br />1. Menolak “bersenang-senang” (bercumbu) dengan suami;<br />2. Keluar rumah tanpa izin suami ke suatu tempat yang diketahui bahwa suaminya tdk senang kalau istrinya pergi ke tempat tersebut, sementara suami tidak mampu mencegah istrinya dari awal, kemudian <br />mengembalikan istrinya untuk menta’atinya, jika suaminya mampu mencegah/melarangnya dari awal <br />(namun tidak suami lakukan) atau mampu mengembalikannya dengan damai atau dgn lewat hakim, maka istri tdk terkategori melakukan nusyuz.<br />3. Meninggalkan hak-hak Allah seperti shalat, puasa atau mandi wajib;<br />4. Menghalangi suami masuk rumah; (الشرح الصغير 2 / 511، وشرح الزرقاني 4 / 60، والشرح الكبير مع حاشية الدسوقي 2 / 343 )<br /><br />Ulama Hanafiyyah menyatakan bahwa suami tidak wajib memberikan nafkah kepada istri yang nusyuz, karena tidak adanya taslim (sikap tunduk/patuh) dari istri. Nusyuz bisa terjadi dalam masa nikah maupun masa ‘iddah. <br /><br />Nusyuz dalam nikah adalah dengan menghalangi dirinya dari suaminya dengan tanpa hak, seperti hal-hal berikut:<br />1. Meninggalkan rumah tanpa izin;<br />2. Menghilang atau melakukan safar (perjalanan);<br />3. Melarang suami masuk rumah; Adapun jika istri tetap di rumah, walaupun dia tidak mau “disentuh”, maka suami tetap wajib memberikan nafkah.<br /><br />Sedangkan nusyuz dalam masa ‘iddah adalah dengan keluar dari rumah tempat ‘iddah.<br /><br />Ulama Syafi’iyyah menyatakan hal-hal yang termasuk nusyuz adalah sebagai berikut:<br />1. Istri keluar dari rumah tanpa izin suaminya;<br />2. Menutup pintu rumah (agar suami tdk bisa masuk)<br />3. Melarang suami membuka pintu, mengunci suami didalam rumah supaya tidak bisa keluar.<br />4. Tidak mau bercumbu dengan suami pada saat tidak ada udzur, semisal haidl, nifas, atau istri merasa kesakitan;<br />5. Ikut suami dalam perjalanan tanpa izin suami sedangkan suami melarangnya (misal istri ikut nyusul suami dalam safar suaminya, namun suami melarangnya), baik suami bisa mengembalikannya atau tidak, namun bila ternyata dalam safarnya suami bersenang-senang dengan istrinya, walaupun asalnya suami melarang ikut, maka setelah bersenang-senang tersebut istri tidak terkategori melakukan nusyuz.<br /><br />Kitab Majmu’ Syarah Muhazzab menjelaskan tanda-tanda perempuan yang melakukan nusyuz:<br /><br />أمارت النشوز أن لا تسرع فى أجا بته على غير عادتها أو لا تظهر احترامه ولا كرامته ولا تردعليه إلا متبرمة أو عابسة مع أطاعة فى الفراش<br /><br />Tanda-tanda nusyuz perempuan (isteri) itu antara lain:<br />a. Tidak cepat menjawab suaminya padahal bukan kebiasaannya;<br />b. Tidak menunjukkan penghormatan kepada suaminya;<br />c. Mendatangi ke tempat tidur suami dengan sikap bosan, jemu atau dengan muka yang cemberut. (al-Majmu’ Syarah Muhazab, juz XVII, hal : 127)<br /><br />Ulama Hanabilah memberikan tanda-tanda nusyuz, diantaranya adalah:<br />1. Menolak diajak bercumbu; atau<br />2. Memenuhi ajakan namun merasa enggan dan menggerutu;<br />3. Rusak adab (berperilaku buruk) terhadap suaminya;<br />4. Bermaksiyat kepada Allah dalam kewajiban yang telah Allah bebankan kepadanya;<br />5. Tidak mau diajak ketempat tidur suaminya;<br />6. Keluar rumah suaminya tanpa izin suaminya; (المغني 7 / 46، وَكَشَّاف الْقِنَاع 5 / 7209.)<br /><br />Para Imam mazhab yang empat juga mengemukakan beberapa tanda nusyuz isteri lainnya:<br /><br />فامارته باالقول : هو أن يكون من عادته إذادعاها أجابته با التلبية, و إذا خاطبها أجابت خطابه بكلام جميل حسن, ثم صا رت بعد ذلك إذادعا ها لاتجيب بالتلبية, و إذاخاطبها او كلمها لاتجيب بكلام جميل. وظهور امارنه بالفعل : هو أن يكون من عادته إذا دعاها إلى الفراش أجابته بباسط طلقة الوجه, ثم صارت بعد ذلك تأتيه متكر هة. أو كان من عادتها إذادخل اليها قامت له وخدمته, ثم صارت لاتقوم له ولا تخدمه<br /><br />Pertama: Nusyuz dengan ucapan adalah apabila biasanya kalau dipanggil, maka ia menjawab panggilan itu, atau kalau diajak bicara dia biasanya bicara dengan sopan dan dengan ucapan yang baik. Tetapi kemudian dia berubah, apabila dipanggil, maka ia tidak mau lagi menjawab, atau kalau diajak bicara ia acuh tidak peduli (cuek) dan mengeluarkan kata-kata yang jelek”.<br /><br />Kedua: Nusyuz dengan perbuatan adalah apabila biasanya kalau diajak tidur, maka ia menyambut dengan senyum dan wajah berseri. Tapi kemudian berubah menjadi enggan, menolak dengan wajah yang kecut. Juga kalau biasanya apabila suaminya datang ia langsung menyambutnya dengan hangat dan menyiapkan semua keperluannya. Tetapi kemudian berubah jadi tidak mau peduli lagi. (al-Bayan syarah al-Muhazzab, bab an-Nusyuz, jilid IX, hal 528.)<br /><br />Secara ringkas, Nusyuz menurut beberapa mazhab dapat diuraikan dalam tabel berikut ini:</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgc74PveCL1EbKWaba8EsADomNB0bKhD1JLLKIJsX02i_7L4ZhtPBw6zkDWBd9Ab0JyN_JR-ZE5Emxw1o8Xf8hp0G7XNwx-NoEjS4u9X5wsMDG1fFt5wWrrqvONRqlHgQRFuoDSBW_ytZY/s1600/Nusyuz.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgc74PveCL1EbKWaba8EsADomNB0bKhD1JLLKIJsX02i_7L4ZhtPBw6zkDWBd9Ab0JyN_JR-ZE5Emxw1o8Xf8hp0G7XNwx-NoEjS4u9X5wsMDG1fFt5wWrrqvONRqlHgQRFuoDSBW_ytZY/s1600/Nusyuz.jpg" height="334" width="640" /></a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Beberapa Alasan sebagai Pengecualian dari Nusyuz</b></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheTGNgtypH3RdkJQhLSumqvVp7w7lhZrqvZnejGNefJ71pmmBLbd6ATv-wF50zCtwDXWwIotDjLAtUUtSFwco5T-cezPGMQOm3O3O7Mr97uJGWiGXQKsammWWjzceAGqn59aqUrV3hVRM/s1600/seneng+sussah+karo+sampeyan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheTGNgtypH3RdkJQhLSumqvVp7w7lhZrqvZnejGNefJ71pmmBLbd6ATv-wF50zCtwDXWwIotDjLAtUUtSFwco5T-cezPGMQOm3O3O7Mr97uJGWiGXQKsammWWjzceAGqn59aqUrV3hVRM/s1600/seneng+sussah+karo+sampeyan.jpg" height="320" width="320" /></a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Perbuatan istri yang termasuk kategori nusyuz, dapat dianggap tidak nusyuz jika disertai beberapa alasan berikut: <br /><br />1. Keluar rumah tanpa izin tidak termasuk nusyuz jika dilakukan karena beberapa alasan sebagai berikut: <br />a. Menghadap qadli(hakim) untuk mencari kebenaran; <br />b. Mencari nafkah jika suaminya kesulitan atau tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga;<br />c. Meminta fatwa (‘ilmu) jika suaminya bukan orang yang kompeten;<br />d. Membeli keperluan rumah tangga seperti tepung atau roti atau membeli keperluan yang memang harus dibeli;<br />e. Menghindar karena khawatir rumahnya roboh;<br />f. Pergi kesekitar rumah menemui tetangga utk berbuat baik kpd mereka; <br />g. Sewa rumah habis atau yang meminjamkan rumah sudah datang (sehingga harus keluar tanpa harus menunggu suami)<br /><br />Hal senada mengenai keluarnya istri karena kekahawatiran rumahnya ambruk, dijelaskan dalam Kitab lain:<br /><br />قَوْلُهُ : ( خَوْفًا مِنَ الضَّرَرِ ) وَيُلْحَقُ بِهِ خَوْفُهَا مِنْ سَارِقٍ أَوْ فَاسِقٍ أَوْ مِنْ ضَرْبِهِ الْمُبَرِّحِ<br /><br />"Ucapan mushannif [karena khawatir tertimpa dharar], disamakan dengan itu kekhawatirannya dari pencuri, orang fasiq, atau dari pukulan suaminya yang menyakiti." (Hasyiyah Qulyubi ma'a syarhihi, 4/79)<br /><br />2. Mencaci maki<br />Istri mencaci suami atau menyakiti hati suami dengan ucapannya tidaklah termasuk dalam kategori nusyuz, walaupun istri berdosa karena hal tersebut dan suami harus mendidiknya; <br />3. Menolak berhubungan badan dengan alasan.<br />Bagi perempuan yang dimadu, menolak untuk berhubungan badan karena suami menghendakinya dengan dilakukannya bersama istri-istri yang lain, tidak dikategorikan nusyuz.<br /><br />قَوْلُهُ إلَّا بِرِضَاهُنَّ) إذَا جَمَعَهُنَّ بِمَسْكَنٍ وَاحِدٍ بِرِضَاهُنَّ كُرِهَ لَهُ وَطْءُ إحْدَاهُمَا بِحَضْرَةِ الْأُخْرَى لِأَنَّهُ دَنَاءَةٌ وَسُوءُ عِشْرَةٍ وَلَوْ طَلَبَهَا لَمْتَلْزَمْهَا الْإِجَابَةُ وَلَا تَصِيرُ بِالِامْتِنَاعِ نَاشِزَةً<br /><br />“Dan ketika semua isteri telah meridloi disatukan dalam satu tempat oleh suaminya, itupun masih dihukumi makruh bila suami sampai menjima’ salah seorangnya.Tindakan/perlakuan suami seperti ini termasuk danaa-ah (kekejian/kehinaan (prilaku) dan termasuk perlakuan yang jelek. Meskipun suami memintanya untuk melakukan itu, si istri tidak harus memenuhinya, bahkan penolakan istri tidak termasuk nusyuz.” (Asnal Matholib fii Syarhi Raudl al- Thullab, Imam Zakaria Al Anshoriy)<br /><br />Nusyuz diidentikkan dengan penentangan atau pembangkangan. Namun demikian, penentangan terhadap sesuatu yang tidak wajib dipatuhi tidak dapat digolongkan nusyuz seperti si istri yang menuntut sesuatu yang luar kemampuan suami, maka penentangan suami tidak termasuk nusyuz. (Al-Muhaddzab hal: 69, juz: II. Al-Jami’ li Ahkam al-Quran, hal: 171, juz: V)<br /><br />Esensi dari beberapa doktrin di atas juga dapat menjelaskan frase “alasan yang sah” dalam Pasal 84 ayat (1), yang dimaksudkan bahwa bila penentangan/ pembangkangan yang dilakukan istri sebagai akibat/ reaksi atau terprovokasi perilaku suami, yang perilaku suami tersebut dapat dikategorikan sebagai alasan yang sah bagi istri untuk menggugat cerai sebagaimana disebutkan dalam Pasal 116.<br /><br />Kesimpulan<br /><br />Dari sekilas pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:<br />1. Nusyuz adalah pembangkangan suami/ istri pada pasangannya;<br />2. Nusyuz istri berimplikasi pada gugurnya kewajiban suami, dan nafkah selama masa iddah. Namun tidak berlaku sebaliknya; nusyuz suami tidak menggugurkan kewajiban istri, tetapi dalam beberapa hal, hanya sebatas bisa dijadikan alasan ‘dibolehkannya’ melakukan perbuatan yang termasuk nusyuz serta dibolehkannya menggugat cerai;</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: xx-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-18947748764615808042014-01-06T20:55:00.002-08:002014-01-06T21:09:03.673-08:00Majalah Badilag Edisi Ketiga (Desember 2013)<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"></span></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivmdGApGdDDrZJXKKwn6fo8wiwZR5hgfXbSanN1_2YwnwS9wz15bCOjFRwbXXA70IdIMkZdaK6Orv4Lx9kHJH6yej9oh5uQXl9Y-Eao4kMjwIn-RzR6fCsm2qi8r6_WezXcG_-RcAWpK8/s1600/_Screenshot_2014-01-07-12-06-44-1+copy.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivmdGApGdDDrZJXKKwn6fo8wiwZR5hgfXbSanN1_2YwnwS9wz15bCOjFRwbXXA70IdIMkZdaK6Orv4Lx9kHJH6yej9oh5uQXl9Y-Eao4kMjwIn-RzR6fCsm2qi8r6_WezXcG_-RcAWpK8/s1600/_Screenshot_2014-01-07-12-06-44-1+copy.jpg" height="400" width="280" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Setelah <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2013/10/majalah-badilag-edisi-pertama-mei-2013.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi Pertama</a> dan <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2013/10/majalah-badilag-edisi-kedua-september.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi Kedua</a>, Majalah Peradilan Agama edisi ke-3 kembali terbit sebagai <i>progress report</i> </span><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;">diskusi hukum triwulan </span></span><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;">Lingkar Studi Hukum (<i>Legal Studies Center</i>) yg kali ini mengangkat tema "P</span></span></span></span></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;">erkembangan Ekonomi Syariah dan Potensi Sengketanya", dengan narasumber </span></span></span></span></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;">Dr. Ir. H. Adiwarman A. Karim, MBA, MAEP dan Prof. Dr. Jaih Mubarok.</span></span></span></span></span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Majalah
Edisi ke 3 mengangkat Laporan Khusus Ekonomi Syariah yang disajikan dalam empat
rubrik: Menanti keajaiban keenam perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia; Memaparkan tentang dualisme penyelesaian sengketa litigasi Ekonomi Syariah yang sempat ada; Membahas perkara-perkara sengketa Ekonomi Syariah yang telah diselesaikan di Peradilan Agama; dan menggambarkan tentang kedudukan KHES & KHAES dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan efektivitas penerapannya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Rubrik
lain yang disuguhkan oleh Tim
Redaksi antara lain rubrik Judex Jurist (Putusan Peninjauan Kembali ttg Eksekusi Putusan Basyarnas), Judex Facti (Putusan Pengadilan Agama Medan mengenai sengketa akad mudharabah (pembiayaan musyarakah) antara ahli waris nasabah (mudharib) dengan pihak Bank Syariah dan Asuransi Syariah.). </span></span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Disajikan pula rubrik putusan Mancanegara, yaitu dari negeri Inggris dan Sudan. Dalam edisi kali ini, diangkat ragam Putusan Pengadilan Inggris tentang sengketa Ekonomi Syariah, dan
Putusan Peninjauan Kembali Pengadilan Sudan tentang Putusan Arbitrase Ekonomi Syariah. </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Masih soal Ekonomi Syariah, ada tulisan yang cukup komprehensif dari Hakim Agung Dr. H. Abdurrahman,
SH., MH., yang membahas tentang Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah pasca Putusan MK no 93/PUU-X/2012. Tulisan ini dapat dinikmati dalam rubrik Opini. </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Seperti edisi-edisi sebelumnya, edisi kali ini
juga menampilkan beberapa profil tokoh: Di rubrik <b><i>Wawancara Eksklusif</i> </b>ada </span></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Drs. H. Purwosusilo, S.H., M.H: (Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama) dan </span></span>Ir. Edy Setiadi, M.Sc. (Direktur Eksekutif Perbankan Syariah Bank Indonesia), di rubrik <b><i>Inspirasi</i> </b>ada profil </span></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;">Dr. Ir. H. Adiwarman A. Karim, MBA, MAEP.,</span></span></span></span></span></span></span> di rubrik <b><i>Tokoh Kita</i></b> ada profil Prof. Dr. H. Bustanul Arifin, SH., dan di rubrik <i><b>Sosok</b></i> ada profil Prof. Dr. H. Rifyal Ka’bah, M.A. (alm).<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Dalam rubrik Postur, diangkat bahasan tentang Mahkamah Syar'iyyah Aceh, yang berisi gambaran tentang Kendala dan Tantangan yang dihadapi oleh Mahkamah Syar'iyyah Aceh dalam menyelesaikan perkara-perkara Jinayah (Pidana Islam) di bumi Serambi Mekkah, Nangroe Aceh Darussalam.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Kemudian ada pula rubrik Insight (oleh Stijn Cornelis Van Huis, Kandidat Doktor dari Leiden University), </span></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Program Prioritas, </span></span>PA Inspiratif, Resensi, dan beberapa rubrik menarik lainnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><b>Majalah Peradilan Agama</b> edisi ketiga ini dapat diunduh gratis dari portal resmi Ditjen Badilag, <a href="http://www.badilag.net/" target="_blank">www.badilag.net</a> atau bisa diunduh di <a href="http://goo.gl/wq3Tup">http://goo.gl/wq3Tup</a>.</span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Semoga bermanfaat.</span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Regards.</span></span></div>
</div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-43561392515293260602013-10-15T19:58:00.003-07:002013-10-15T20:03:32.544-07:00Majalah Badilag Edisi Kedua (September 2013)<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgp7q9LJ7BSLcy47eAdiG0A4USwKbZ0sJl82IlURAtLuJTu_lZS62Ky9GH_w9a8mmtPWPMIxFabfzL_5oLXW_XYB1AbXvWsoiygSPY0oJLaLbmZbzQIjK-CfocfInIJEBCIHMK5U5hn2oA/s1600/Screenshot_2013-10-16-09-55-30+copy.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgp7q9LJ7BSLcy47eAdiG0A4USwKbZ0sJl82IlURAtLuJTu_lZS62Ky9GH_w9a8mmtPWPMIxFabfzL_5oLXW_XYB1AbXvWsoiygSPY0oJLaLbmZbzQIjK-CfocfInIJEBCIHMK5U5hn2oA/s400/Screenshot_2013-10-16-09-55-30+copy.jpg" width="301" /></a>Setelah penerbitan <a href="http://blogperadilan.blogspot.com/2013/10/majalah-badilag-edisi-pertama-mei-2013.html" target="_blank">Majalah Badilag Edisi Pertama</a>, Majalah Peradilan Agama edisi ke-2 kembali diterbitkan sebagai <i>progress report</i> </span><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;">diskusi hukum triwulan </span></span><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: x-small;">Lingkar Studi Hukum (<i>Legal Studies Center</i>) yg kali ini mengangkat tema "Penemuan Hukum", dengan narasumber </span></span>Prof.
Dr. H. Bagir Manan, S.H., MCL. </span> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Majalah Edisi ke 2 mengangkat Laporan Khusus Penemuan Hukum di Peradilan Agama yang disajikan dalam empat
rubrik: Mengulas pengertian dan sejarah penemuan hukum; Memaparkan metode-metode penemuan hukum; Membahas praktik-praktik penemuan hakim di peradilan agama dari masa ke
masa; dan Memaparkan tantangan-tantangan penemuan hukum
ke depan.</span></span><br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Rubrik lain yang disuguhkan oleh Tim
Redaksi antara lain rubrik Judex Jurist (Putusan kasasi ttg kewarisan kepada anak tiri, Judex Facti (Putusan sebuah pengadilan agama mengenai sengketa mahar
pernikahan). Disajikan pula Putusan Pengadilan Perancis dan
Aljazair tersaji di rubrik Putusan Mancanegara. </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Masih soal putusan, ada
artikel yang cukup komprehensif dari hakim agung Dr. H. Habiburrahman,
M.Hum yang termuat di rubrik Opini. </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Seperti edisi sebelumnya, edisi kali ini
juga menampilkan beberapa profil tokoh yang berjasa atau memiliki
kedekatan dengan peradilan agama. Di rubrik Inspirasi ada profil Prof.
Dr. H. Bagir Manan, S.H., MCL. Di rubrik Tokoh Kita ada profil Dr. H.
Syamsuhadi Irsyad, S.H., M.Hum. Dan di rubrik Sosok ada profil Dr. H.
Abdul Gani Abdullah, S.H..</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Kemudian ada pula rubrik Insight, PA Inspiratif, dan beberapa rubrik menarik lainnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><b>Majalah Peradilan Agama</b> edisi kedua ini dapat diunduh gratis dari portal resmi Ditjen Badilag, <a href="http://www.badilag.net/" target="_blank">www.badilag.net</a> atau bisa diunduh di <a href="http://goo.gl/CKtGlL">http://goo.gl/CKtGlL</a>.</span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Semoga bermanfaat.</span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Regards.</span></span></div>
</div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-59293541224774699512013-10-15T19:27:00.000-07:002013-10-15T20:36:42.144-07:00Majalah Badilag Edisi Pertama (Mei 2013)<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyBWjT_skNGSbRD6V9MqrLWkj97T3DxAxOzwN-8eIct6LTARkxI3rKiNwgeZgnyYx5V4djSuo2pL4s1fUuU6bJzz0auGFDNJVZ6R6-uxqGyuMzuAgjQp4OzKqE6Hpx_k__EFFFWm9teXE/s1600/Screenshot_2013-10-16-10-00-09+copy.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyBWjT_skNGSbRD6V9MqrLWkj97T3DxAxOzwN-8eIct6LTARkxI3rKiNwgeZgnyYx5V4djSuo2pL4s1fUuU6bJzz0auGFDNJVZ6R6-uxqGyuMzuAgjQp4OzKqE6Hpx_k__EFFFWm9teXE/s400/Screenshot_2013-10-16-10-00-09+copy.jpg" width="301" /></a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ditjen Badilag Mahkamah Agung RI, mulai bulan Mei 2013 mengadakan diskusi hukum </span></span><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">yang diberi nama Lingkar Studi Hukum (<i>Legal Studies Center</i>) </span></span>dan menerbitkan majalah tiap triwulan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i>Legal Studies Center</i> dihadiri para pakar yang mumpuni di bidangnya, sejumlah Hakim Tinggi dan Hakim Tingkat Pertama dari berbagai daerah di Indonesia. Untuk Edisi Perdana, narasumbernya adalah Prof. Yahya Harahap, S.H.</span></span></div>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Hasil dari diskusi ini kemudian dituangkan di <b>Majalah Peradilan Agama</b>. Fokus bahasan edisi perdana adalah tentang Peningkatan Kualitas Putusan yang terdiri dari Pertimbangan Hukum, Sistematika Putusan, Bahasa Putusan, dan Template Putusan. </span></span><br />
<a name='more'></a></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Edisi ini juga menyajikan wawancara khusus dengan Ketua Kamar Peradilan Agama dan Dirjen Badilag. Ada juga rubrik <i>Tokoh Kita</i>, <i>Inspirasi</i>, <i>Profil</i>, Tinjauan terhadap putusan-putusan <i>judex factie</i>, <i>judex jurist</i>, maupun putusan-putusan dari mancanegara dan rubrik-rubrik lainnya.</span></span><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Hasil dari diskusi ini kemudian dituangkan di <b>Majalah Peradilan Agama</b> yang dapat diunduh gratis dari portal resmi Ditjen Badilag, <a href="http://www.badilag.net/" target="_blank">www.badilag.net</a> atau bisa diunduh di <a href="http://goo.gl/HMcYDR" target="_blank">http://goo.gl/HMcYDR</a>.</span></span></div>
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Semoga bermanfaat.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Regards. </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Admin</span></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-42487234579676496972013-10-15T04:48:00.000-07:002013-10-15T16:23:38.527-07:00KUMPULAN YURISPRUDENSI PERKARA PERDATA<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitm3KwBEr2MtDdh93xEYIQseAEPqqo_fE2Hcz7SWhSuFfIX70VpbYmA-8T3ZCezZb0ac6HuQoOgPYbkMEFzXPEeoh8IbQ5HIYZFN02_M5jNvpqJS6UF83U0A9upfbuQOLy6tzFsen294k/s1600/Yurisprudensi+Hukum+Acara+Perdata.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitm3KwBEr2MtDdh93xEYIQseAEPqqo_fE2Hcz7SWhSuFfIX70VpbYmA-8T3ZCezZb0ac6HuQoOgPYbkMEFzXPEeoh8IbQ5HIYZFN02_M5jNvpqJS6UF83U0A9upfbuQOLy6tzFsen294k/s400/Yurisprudensi+Hukum+Acara+Perdata.jpg" width="315" /></a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Untuk semua pengunjung Blog saya yang tertarik untuk memiliki eBook Kumpulan Yurisprudensi Perkara Perdata Mahkamah Agung Republik Indonesia (versi PDF), silahkan download di link ini: <a href="http://goo.gl/A3M9jC">http://goo.gl/A3M9jC</a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">File ini terdiri dari 44 halaman, saya compile dari beberapa sumber. Apa yang saya buat ini mungkin tidak mencantumkan semua Yurisprudensi Perdata yang ada, tapi saya usahakan untuk memilih beberapa Yurisprudensi yang sekiranya penting untuk diketahui.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dan akhirnya, semoga bermanfaat.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Best Regard</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Admin</span></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-61674977243029607392013-10-15T04:15:00.002-07:002013-10-15T04:17:43.768-07:00Asa Independensi Kekuasaan Kehakiman<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMUH8OnC5nkH3OvA9Gf_IVBRsSo0SyPOWdIibhctH2GvssEBg8CtZOgBFUCwvLM_XylugX55ppscQey9SV_XAjYLnCXsaV_ro7MqCF_nj3BANT-r1lHU98c6DoWm79zBKE83Vk73As1DM/s1600/Independensi+Kekuasaan+Kehakiman.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="111" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMUH8OnC5nkH3OvA9Gf_IVBRsSo0SyPOWdIibhctH2GvssEBg8CtZOgBFUCwvLM_XylugX55ppscQey9SV_XAjYLnCXsaV_ro7MqCF_nj3BANT-r1lHU98c6DoWm79zBKE83Vk73As1DM/s200/Independensi+Kekuasaan+Kehakiman.jpg" width="200" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Menkominfo Tifatul Sembiring berencana akan menggelar dialog dengan Mahkamah Agung (MA) untuk menjelaskan peraturan izin Frekuensi ke pengadilan berkaitan dengan vonis 4 tahun eks Dirut IM2 Indar Atmanto. </span></span><br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dan untuk yang kesekian kalinya, intervensi terhadap indepensi kekuasaan kehakiman (yudikatif) dilakukan oleh pihak lain, </span></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">entah itu eksekutif maupun legislatif.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Di era reformasi, pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif kini berusaha diletakkan masing-masing pada tempatnya setelah sekian lama porak poranda, tercampur aduk dan saling mempengaruhi, namun tetap tampak seperti usaha setengah hati.</span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Salah satu asas hukum dasar res judicata pro veritate habetur (Putusan Hakim dianggap benar) menyatakan bahwa sebuah masalah yang telah diselesaikan di pengadilan, tidak dapat diangkat atau dipersoalkan kembali. Putusan pengadilan tentang sebuah masalah merupakan akhir dari masalah. Akan tetapi, sepertinya tidak semua pihak bisa menerima dengan lapang dada asas dasar tersebut.<br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sebastian Pompee menyatakan bahwa sejarah Mahkamah Agung (Dunia Peradilan) pada dasarnya adalah sejarah pertarungan politik untuk mempertahankan, bahkan meraih kembali, otonomi pengadilan dari campur tangan politik, demi sebuah proses peradilan yang bebas dan tidak memihak.<br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Setelah Indonesia merdeka, secara resmi lembaga peradilan tidak lagi independen. Di Indonesia, peradilan dihancurkan bukan oleh kelalaian yang sekonyong-konyong muncul, melainkan oleh suatu proses yang disengaja, termasuk oleh peradilan sendiri.<br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sampai saat ini, para Hakim tidak pernah benar-benar merdeka dalam menjalankan kekuasaan kehakiman yang diembannya. Sebelum tahun 2004, penyelenggaran kekuasaan kehakiman dipecah-pecah dalam berbagai departemen, untuk mempermudah kontrol dan intervensi terhadap kekuasaan kehakiman; Secara teknis yudisial berada di bawah Mahkamah Agung, namun secara teknis administrasi berada di bawah wewenang mutlak departemen. Ini seperti melepas kepala, tapi memegang erat ekor supaya tidak bisa kemana-mana.<br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Setelah proses satu atap 4 badan peradilan dibawah Mahkamah Agung pada tahun 2004, indepensi tidak serta merta diraih. Eksekutif dan Legislatif masih memegang ekor kekuasaan kehakiman, lewat hak anggaran yang dikuasai mutlak oleh eksekutif, dengan persetujuan legislatif.<br />Intervensi terhadap kekuasaan kehakiman juga tampak jelas dari cerita yang terserak dari penjuru negeri, sebuah kisah miris tentang banyaknya Hakim yang dipanggil oleh pihak yang berwajib untuk menjelaskan putusan yang telah diputus tentang sebuah perkara.<br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dalam International Commission of Jurists (Bangkok, 1965), dinyatakan bahwa Independensi Kekuasaan Kehakiman merupakan salah satu dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis dibawah Rule of Law. Jika Independensi Kekuasaan sudah tidak terpenuhi, maka kita tidak bisa berbicara lagi tentang Negara Hukum.<br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Di sisi lain, kebebasan dan independensi kekuasaan kehakiman terikat dengan pertanggunganjawaban dan akuntabilitas (judicial accountability). Pengawasan atau kontrol terhadap kinerja badan-badan peradilan adalah hal mutlak agar kemandirian dan kebebasan Kekuasaan Kehakiman tidak disalah gunakan. <br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kebebasan Hakim, yang merupakan penerapan dari kemandirian kekuasaan Kehakiman, tidaklah berada sendiri superior, tetapi dibatasi oleh akuntabilitas, Integritas moral dan etika, transparansi, dan pengawasan (kontrol). Jika kekuasaan kehakiman diatas dikaitkan dengan Hakim, maka independensi itu harus disempurnakan dengan impartialitas dan profesionalisme seorang Hakim.<br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Asas res judicata memiliki sebuah konsekuensi: Hakim dituntut untuk profesional, adil dan tidak memihak dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara yang diterimanya.<br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Putusan pengadilan bersifat memaksa dan executable, apapun isi dari putusan, dan itu adalah satu hal, sedangkan unprofessional conduct Hakim yang bersangkutan dalam proses pemeriksaan dan penjatuhan putusan adalah hal lain.<br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kita sekarang berada di sebuah masa di mana penjatuhan sanksi dan pemecatan terhadap seorang Hakim karena unprofessional conduct adalah sebuah hal yang sangat gampang dan mudah untuk dilakukan. <br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Mekanisme pengawasan insan peradilan oleh Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung telah membuka kemudahan akses pelaporan penyelewengan seorang Hakim secara lebar dari peradilan tingkat pertama hingga tingkat Mahkamah Agung. <br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Hakim berbicara lewat putusan. Hakim tidak menjelaskan perkara yang akan, sedang, dan telah ia periksa lewat konferensi pers, pernyataan, atau cara apapun. Pertimbangan Hakim dalam sebuah putusan memuat semua aspek sosial yuridis, disanalah Hakim berbicara. Hal ini menimbulkan sebuah tantangan baru bagi Mahkamah Agung: Transparansi putusan, dari sejak tingkat pertama, banding, kasasi, hingga Peninjuan Kembali.<br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Putusan-putusan level Kasasi dan Peninjuan akan mudah dicari dalam portal putusan Mahkamah Agung, namun akan berbeda cerita jika mencari putusan-putusan tingkat pertama pengadilan se-Indonesia, sangat memerlukan usaha ekstra dan sedikit keberuntungan untuk menemukan putusan dimaksud. Bagi pengadilan tingkat pertama dan banding, upload putusan menjadi sebuah “kerja 1 menit yang terabaikan”, dan ini menjadi sebuah PR tersendiri bagi Mahkamah Agung.<br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Publikasi putusan adalah sebuah judicial accountability, sebagai salah satu tanggung jawab dari kebebasan dan independensi kekuasaan kehakiman.<br /> </span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Intervensi terhadap independensi kekuasaan Kehakiman mutlak tidak boleh dilakukan. Medio Februari 2011, semua Pengadilan di seluruh pelosok negara Perancis tutup. Hakim-Hakim dan para juri Pengadilan melakukan demo mogok sidang sebagai bentuk penolakan campurtangan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy terhadap wewenang yudikatif: Sarkozy mencap seorang tersangka dianggap bersalah sebelum dimulainya persidangan dalam kasus pembunuhan seorang perempuan.</span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Di masa awal kemerdekaan Indonesia, beberapa Hakim juga berani berbenturan langsung dengan Soekarno dalam mendukung kepentingan kelembagaan pengadilan. Salah satu konfrontasi langsung semacam itu terjadi pada Januari tahun 1960 ketika Soekarno bertanya kepada para Hakim yang ketika itu berkumpul di Istana Negara: “Apa yang akan kamu lakukan kalau kamu mendapat perintah langsung dari Presiden?”. Dengan lantang, seorang Hakim Suparni menjawab: “Oh, bukankah kemandirian kehakiman melarang hal semacam itu?”<br /><br /><i>*Tulisan pernah dimuat di harian Kompas siang, 15 Agustus 2013*</i></span></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-63876729856869844402013-06-26T10:32:00.000-07:002013-06-27T05:42:29.096-07:00Ragam Putusan Pidana Nikah Sirri<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgS5XZyAX_IFV6PRCoZE099RckcNBRHwyvS9aVvsFYGUg5WYTPL68XwyaRoGPOYE1E1pslRFx3Q8Ae6izgnqHEMp0rh9L7ecoYcDXn5xZpmDY_xGLvHkYayWXs2t45240UUyN_OUYHnQoU/s1600/Nikah+Sirri2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="126" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgS5XZyAX_IFV6PRCoZE099RckcNBRHwyvS9aVvsFYGUg5WYTPL68XwyaRoGPOYE1E1pslRFx3Q8Ae6izgnqHEMp0rh9L7ecoYcDXn5xZpmDY_xGLvHkYayWXs2t45240UUyN_OUYHnQoU/s200/Nikah+Sirri2.jpg" width="200" /></a><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Permasalahan nikah siri muncul kembali ke permukaan, setelah seorang Bupati bukan saja melangsungkan perkawinan siri (di bawah tangan), namun menceraikan isteri mudanya itu dengan SMS hanya dalam waktu empat hari setelah perkawinan, serta mengeluarkan pernyataan publik yang sangat melecehkan terkait alasannya menceraikan. </span></span></div>
<a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Tapi dapatkah perceraian, sebagaimana perkawinan, terjadi dengan begitu mudahnya? Saya pikir, kalau perdebatan tersebut dilanjutkan terlepas dari pergulatan politiknya, tentu kita akan sampai pada perdebatan tentang kawin siri.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sekitar dua atau tiga tahun yang lalu, terjadi perdebatan yang sengit mengenai pemidanaan kawin siri. Pendapat yang mendukung, pada prinsipnya berpegang pada maraknya penyalahgunaan instrumen tersebut untuk menggelapkan (status) perkawinan. Jadi, mereka mempertanyakan fungsi lembaga (administrasi) perkawinan, apabila praktek tersebut terus ditolerir. Sementara pihak yang menolak, selain berlindung pada otoritas agama yang memang masih mewarnai hukum negara terkait permasalahan perkawinan ini, juga beranggapan bahwa urusan perkawinan ini sesungguhnya merupakan urusan/hak para pihak terkait sendiri. Selain kedua pendapat itu, setahu saya ada juga pandangan yang mengatakan, harus dilihat kondisi riilnya dulu, sehingga jalan pemidanaan seperti itu tidak dapat digeneralisasi begitu saja. Untuk mengukurnya, harus ada studi-studi kasus nyata dulu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Bagaimanapun juga, meskipun perdebatan seperti itu, apalagi menyangkut suatu peraturan baru, biasanya berlangsung sangat sengit, tetapi sedikit perhatian ditujukan pada ketentuan yang telah ada. Apalagi, terkait dengan bagaimana penerapannya nanti. Padahal, kalau orang cermati isi KUHP saja, jelas terdapat ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan memidanakan dilangsungkannya perkawinan dengan menggelapkan (status) perkawinan sebelumnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Pasal 279</b></span></span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun :</span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> 1. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan – perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;</span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">2. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.</span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">(2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.</span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">(3) Pencabutan hak berdasarkan pasal No. 1 – 5 dapat dinyatakan.</span></span><br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6_OLYVC39eiwn9CLyvnSReWv3sv3ThLLPP4C_4ZyewQ3iUDr97Ftv572uInr8ytIAnR262GCaJJDa0Z2FqzfdPtHJSHcknI5A0BXHphUBwKmlu4A3RhW4Gua0-oMM8XJNaDQBxfug3Vo/s1600/Nikah+Sirri.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6_OLYVC39eiwn9CLyvnSReWv3sv3ThLLPP4C_4ZyewQ3iUDr97Ftv572uInr8ytIAnR262GCaJJDa0Z2FqzfdPtHJSHcknI5A0BXHphUBwKmlu4A3RhW4Gua0-oMM8XJNaDQBxfug3Vo/s1600/Nikah+Sirri.jpg" /></a><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Pasal 436</b></span></span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">(1) Barang siapa menurut hukum yang berlaku bagi masing-masing pihak mempunyai kewenangan melangsungkan perkawinan seseorang, padahal diketahuinya bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan orang itu yang telah ada menjadi halangan untuk itu berdasarkan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.</span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">(2) Barang siapa menurut hukum yang berlaku bagi masing-masing pihak mempunyai kewenangan melangsungkan perkawinan seseorang, padahal diketahuinya ada halangan untuk itu berdasarkan undang-undang diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.</span></span><br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dari beberapa putusan Mahkamah Agung yang telah saya baca (2392/K/Pid/2007, 960/K/Pid/2008, 2151/K/Pid/2008, 2156/K/Pid/2008, 15/PK/Pid/2010, 141/K/Mil/2011, 839/K/Pid/2011, 330/K/Pid/2012), setidaknya terdapat beberapa kecenderungan-kecenderungan umum berikut.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Pertama, </b>permohonan kasasi biasanya diajukan dengan alasan perkawinan yang dimaksud dalam KUHP adalah perkawinan yang tercatat. Jadi, tidak termasuk kawin siri atau perkawinan berdasarkan hukum agama yang tidak tercatat. </span></span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Kedua, </b>tentu ada hubungannya dengan alasan kasasi tersebut, pengadilan-pengadilan tingkat bawah biasanya tidak menerima pembelaan seperti itu. </span></span><br />
<br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Ketiga, </b>Mahkamah Agung cenderung menolak permohonan kasasi, dengan alasan hal itu menyangkut permasalahan fakta, serta tidak ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar. </span></span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Keempat, </b>kasus seperti ini biasanya diawali dengan laporan dari pasangan terdakwa dari perkawinannya yang lain. Kemudian terakhir, dilihat dari lamanya hukuman pidana yang dijatuhkan, rata-rata hakim menjatuhkan pidana penjara beberapa bulan. Mungkin ini ada hubungannya dengan rasa keadilan hakim-hakim yang memutus, terlepas dari beratnya ancaman hukum yang ditentukan dalam undang-undang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Di luar kecenderungan-kecenderungan umum tersebut di atas, terdapat juga beberapa perkecualian yang terjadi. Di antaranya kasus-kasus di bawah ini.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>1. 2151/K/Pid/2008 (Hanya Yang Tercatat?)</b></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Terdakwa dalam kasus ini adalah seorang perempuan yang menikah dengan seorang laki-laki yang ternyata telah beristeri. Ketika itu pasangan tersebut telah mempunyai seorang anak berumur empat bulan, serta mereka dinikahkan oleh adik terdakwa. Tidak jelas bagaimana dengan proses hukum terhadap suami (lihat Pasal 279 KUHP), serta adiknya (lihat Pasal 436 KUHP), tapi yang jelas terdakwa dituntut tiga bulan penjara oleh JPU. PN Bengkulu kemudian menjatuhkan pidana tiga bulan, dengan masa percobaan enam bulan. Artinya, hukuman itu tidak harus langsung dijalankan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">JPU kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut. Permohonan banding ditolak oleh pengadilan tingkat banding. Pengadilan Tinggi justru berpendapat bahwa “bagi orang muslim adalah perkawinan yang sah dilaksanakan berdasar dan menurut cara serta memenuhi persyaratan-persyaratan sebagaimana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 […]”. Dengan demikian, unsur “perkawinan” dalam Pasal 279 KUHP tidak terpenuhi. Permohonan kasasi yang kemudian diajukan oleh JPU, juga ditolak oleh majelis kasasi yang terdiri dari Mohammad Saleh, Muhammad Taufik, dan Mieke Komar. Menurut Mahkamah Agung, JPU tidak dapat menunjukkan bahwa putusan yang dimohonkan kasasi adalah putusan bebas tidak murni.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kalau saja JPU dapat merumuskan permasalahan hukumnya dengan baik, mungkin kasus ini dapat memperjelas maksud unsur “perkawinan” dalam Pasal 279 KUHP. Namun, bagaimanapun, sebagaimana dalam kasus-kasus yang menerapkan tafsir umum bahwa “perkawinan” itu termasuk juga perkawinan tidak tercatat, Mahkamah Agung cenderung menarik diri. Pertimbangan Pengadilan Negeri sendiri, bisa jadi, ada hubungannya juga dengan kondisi pasangan tersebut yang, meskipun dapat dianggap melanggar, mempunyai anak berusia empat bulan. Tapi, siapa tahu?</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLB2cofN5jxOyMDU8mTz5dXJd_j1nYlgA9eGKerj1SMALbamyWyU0mKxM8kVTUQjZgcribY08MQc5d3w64RmNRYwxp5-n0DMC-YGZ2zNs54D-iW7MNTxICCtLgQ56z4vc7aEP5ouzMrho/s1600/nikah-siri.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLB2cofN5jxOyMDU8mTz5dXJd_j1nYlgA9eGKerj1SMALbamyWyU0mKxM8kVTUQjZgcribY08MQc5d3w64RmNRYwxp5-n0DMC-YGZ2zNs54D-iW7MNTxICCtLgQ56z4vc7aEP5ouzMrho/s1600/nikah-siri.jpg" /></a><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>2. 15/PK/Pid/2010 (Bagaimana Kalau Kemudian Cerai?)</b></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Perkara ini cukup unik dibanding kebanyakan kasus seperti ini, karena terdakwa mengajukan permohonan PK, dengan menggunakan putusan cerai yang diputus oleh pengadilan tinggi sebelum Mahkamah Agung mengeluarkan putusan kasasinya. Kedua terdakwa/pemohon adalah pasangan yang tadinya telah dijatuhi pidana penjara enam bulan – setelah melalui proses banding dan kasasi, karena dianggap melanggar Pasal 279 dan 284 KUHP. Mereka melakukan zina, atau setidak-tidaknya perkawinan hanya menurut agama Hindu, sedang keduanya mengetahui bahwa salah satu pasangan sebenarnya telah beristeri.</span></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Majelis PK yang terdiri dari Atja Sondjaja, Hakim Nyak Pha, dan Timur P. Manurung, mengabulkan PK yang dijatuhkan. Kedua terdakwa diputus bebas, karena sebelum putusan kasasi yang menolak permohonan kasasi mereka keluar dalam perkara pidana terkait, ternyata telah ada putusan (dari Pengadilan Tinggi) dalam perkara perdata yang memutus perceraian antara salah satu terdakwa dengan isteri sebelumnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>3. 330/K/Pid/2012 (Meskipun Kemudian Cerai?)</b></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dalam kasus yang relatif baru terjadi ini, sebenarnya permasalahannya klasik. Terdakwa, seorang laki-laki yang telah beristeri, pada tahun 2008 menikah lagi dengan seorang perempuan (ternyata dituntut juga dalam berkas terpisah). Keduanya dinikahkah oleh orang tua perempuan tersebut, serta tidak dicatatkan pada Kantor Urusan Agama. Selanjutnya, melalui perantaraan calo, terdakwa bisa mendapatkan buku nikah. Buku nikah itulah yang beberapa saat kemudian ditemukan oleh isteri terdakwa, sehingga terdakwa dilaporkan ke polisi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Pengadilan Negeri Lubuk Pakam menghukum terdakwa dengan satu tahun pidana penjara.Putusan ini kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Baik JPU, maupun terdakwa sendiri, mengajukan permohonan kasasi atas putusan banding tersebut. </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sementara, ada beberapa hal yang diungkapkan terdakwa sebagai alasan kasasinya. Menurut terdakwa, sebenarnya isterinya telah mengizinkan, serta mereka bertiga bahkan pernah tidur sekamar, sebelum akhirnya dia diadukan ke polisi. Kemudian, terdakwa juga melampirkan akta cerai yang dikeluarkan oleh pengadilan (Oktober 2010), untuk menunjukkan bahwa mereka sebenarnya telah bercerai. Terdakwa juga memohon untuk tidak dihukum, karena saat ini sedang menanggung kewajiban hak asuh atas anak akibat perceraian tersebut.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Suara majelis kasasi yang terdiri dari Mansur Kartayasa, Sri Murwahyuni, dan Andi Abu Ayyub Saleh, tidak bulat. Mayoritas menilai bahwa ini adalah permasalahan fakta, sehingga permohonan harus ditolak. Sementara itu, satu pendapat berbeda dari Mansur Kartayasa, beranggapan bahwa pihak yang berkepentingan seharusnya dapat mengajukan pembatalan perkawinan sesuai UU Perkawinan, serta menilai tindakan kepolisian dalam kasus ini adalah tindak kriminalisasi. Bagaimanapun, berdasar suara terbanyak dalam majelis, permohonan kasasi tersebut ditolak.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Tidak jelas apakah majelis tersebut juga mengetahui Putusan No. 15/PK/Pid/2010, karena salah satu alasan kasasi adalah akte perceraian yang dikeluarkan sebelum putusan kasasi diambil.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>4. 850/K/Pid/2008 (Kalau Saya Tidak Tahu?)</b></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Putusan ini merupakan putusan terkait Pasal 436 KUHP (ancaman pidana terhadap pihak yang menikahkan) yang relatif jauh lebih sedikit muncul dibandingkan Pasal 279. Bermula dari kasus seorang ayah yang menikahkah sendiri anaknya, setahun setelah suami anak tersebut pergi meninggalkannya karena perselisihan yang berkelanjutan di antara mereka. Masalahnya, ketika perkawinan itu dilakukan, pengadilan mengaku baru mengeluarkan surat pemberitahuan talak I. Akte putusan cerainya sendiri baru dikeluarkan oleh pengadilan agama beberapa minggu kemudian. Sepertinya berdasar laporan (mantan) suami, sang ayah dituntut di pengadilan dengan Pasal 436 KUHP.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Pengadilan Negeri Maros menghukum terdakwa dengan satu tahun hukuman pidana penjara. Putusan ini kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Makassar. Alasan kasasinya: “Pemohon Kasasi adalah orang desa yang sangat awam dengan aturan-aturan hukum seharusnya petugas Pengadilan Agama yang tahu aturan hukumnya memberitahukan dengan jelas mengenai larangan-larangan apa saja […] untuk tidak dilakukan oleh karena ketidaktahuan kami […].” Bagaimanapun, Mahkamah Agung menolak permohonan tersebut. Majelis yang terdiri dari Mieke Komar, Zaharuddin Utama, dan Abdurrahman, menilai tidak ada kesalahan penerapan hukum dalam kasus tersebut.</span></span><br />
<br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i>________________________________________________________________________________ </i></span></span><br />
<br />
<br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: xx-small;"><i>Bahan tulisan ini diambil dari <a href="http://nasima.wordpress.com/2012/12/04/putusan-putusan-pidana-terkait-kawin-siri/">sini</a></i></span> </span></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-62022255826932911912013-04-07T20:40:00.001-07:002013-04-07T20:43:50.461-07:00Pasal Santet atau Penipuan Santet<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>AR-SA</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif][if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif][if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
text-align:justify;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:Arial;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-size: x-small;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCVh_cTxlTWq5-xu0c9fEpqfLq1O0SoiqEx23865REoEn9qFbpGoi6eP8y2Uz1fuuiBAjvnUbwMLV7nAC2Esf8AAkPgG926-b8xoJEyCDfv0k3uqRuQZePSF-yIJNdkRvK-sdv7oHmq9E/s1600/dukun.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCVh_cTxlTWq5-xu0c9fEpqfLq1O0SoiqEx23865REoEn9qFbpGoi6eP8y2Uz1fuuiBAjvnUbwMLV7nAC2Esf8AAkPgG926-b8xoJEyCDfv0k3uqRuQZePSF-yIJNdkRvK-sdv7oHmq9E/s200/dukun.jpg" width="200" /></a></span></div>
<span style="font-size: x-small;"></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Rancangan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini dibahas di DPR memuat
banyak hal dan peraturan-peraturan baru dalam bidang hukum, demi mengikuti
perkembangan zaman dan inflasi (dari segi denda).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Di
antara sekian banyak terobosan dan hal baru yang termuat dalam RKUHP, ada satu
pasal yang saat ini sedang menjadi perdebatan dan pembicaraan hangat, yaitu
pasal 293 RKUHP.</span></div>
<a name='more'></a><span style="font-size: x-small;"><br /></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Pasal
293 RKUHP ayat (1) berbunyi “Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan
gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada
orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian,
penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Pasal
ini sekarang tenar dengan sebutan “pasal santet”, karena dianggap menyasar
praktik ilmu gaib yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk
mencelakakan orang lain.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Selama
ini, perdebatan dan pembahasan hanya berkutat pada masalah santet ansich, dari
berbagai aspek: pembuktian santet, irasional-nya santet, dst. Saya sendiri
melihat, bahwa ‘pasal santet’ ini tidaklah menyasar kelakuan santet-nya, akan
tetapi lebih kepada dukun santetnya. Tujuan utama dari pasal ini bukanlah
obyeknya, akan tetapi subyeknya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Santet
itu absurd, irasional, tidak logis, dan tidak mungkin dibuktikan. Akan tetapi
pelaku (dukun) santet, sepanjang orang tersebut menyatakan bahwa dirinya
mempunyai kekuatan gaib, menawarkan, dan/atau memberikan bantuan jasa terhadap
orang lain, adalah sesuatu yang nyata dan konkret.<br />
Chairul Huda, salah seorang Tim Perumus RKUHP, jauh-jauh hari telah menyatakan
bahwa telah terjadi kekeliruan pemahaman masyarakat terkait substansi
pasal santet. Perdebatan yang ada lebih mengarah ke soal pembuktian, padahal
santet tidak perlu (dan tidak bisa) dibuktikan karena sulit diterima secara
logis. Justru yang harus dibuktikan adalah penyebarluasan kemampuan santet yang
dimiliki seseorang, baik bertujuan mencari keuntungan maupun tidak. Ranah hukum
bukanlah tempat untuk membuktikan ada atau tidaknya santet.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Substansi
Pasal 293 RKUHP adalah pasal penipuan menggunakan klaim santet. Perbedaan
antara Pasal 293 RKUHP dengan delik penipuan biasa terletak pada jika penipuan
biasa ada korban, sedangkan Pasal 293 ini tidak mengharuskan adanya korban.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Santet
itu irasional, tidak logis, dan tidak nyata. Dengan berpijak kepada fakta
tersebut, maka apabila ada seseorang yang mengklaim bahwa dia memiliki
kemampuan untuk melakukan santet, apalagi menyebarkan klaim tersebut, terlepas
dari fakta bahwa orang tersebut mampu atau tidak mampu melakukan santet, akan
kena delik pasal ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Pasal
293 RKUHP ayat (1) menyasar bagi pelaku delik yang melakukan tindakannya secara
sporadis dan tidak berkelanjutan, sedangkan ayat (2) melingkupi segala tindakan
dilakukan dengan kontinuitas dan bertujuan mencari keuntungan (mata
pencaharian).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnQDgH1neAMYTy2nmpZ6Pp1zhc3rqCajTMJCiM-SqS6GneqIBB9_VHW6JwwxS4HkEFpfTaC5yghe6FQYUaJ980yRCSUBt_0Px9B-L5km8jrDuY384C9mnM_CGZtT7w9YcyFdZsWlbqh68/s1600/santet.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="191" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnQDgH1neAMYTy2nmpZ6Pp1zhc3rqCajTMJCiM-SqS6GneqIBB9_VHW6JwwxS4HkEFpfTaC5yghe6FQYUaJ980yRCSUBt_0Px9B-L5km8jrDuY384C9mnM_CGZtT7w9YcyFdZsWlbqh68/s200/santet.jpg" width="200" /></a></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Santet
memang irasional, tetapi di kalangan masyarakat Indonesia ‘dunia santet’ sudah
sangat akrab sejak dulu. Bahkan, hingga era digital yang sudah sangat pesat ini
pun, kasus-kasus santet masih sangat banyak bergulir di masyarakat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Sejumlah
media pun, masih meletakkan berita kasus santet ini dengan porsi yang cukup
besar. Seperti pemberitaan warga yang diduga dukun santet, dihakimi massa,
diambil sumpah pocong bahkan sampai ada yang dibakar.<br />
Itu menunjukkan, kasus santet masih menjadi persoalan di tengah masyarakat,
tidak hanya kalangan pedesaan juga di perkotaan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Dan,
karena belum ada payung hukum ayng mengatur kasus itu, maka biasanya massa yang
mengambil alihnya seperti melalui aksi sumpah pocong atau pengoroyokan tadi.
Adalah rancangan hukum yang sedang dibahas kalangan dewan itu juga merupakan
bentuk aspirasi dari apa yang terjadi di masyarakat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Juga,
masih jamak kita temukan iklan-iklan tentang klaim praktik ilmu gaib yang
bertujuan mencelakakan orang lain dilakukan secara terang-terangan di media
cetak maupun elektronik, juga lewat pamflet dan selebaran di pinggir jalan.
Sama sekali tidak ada jaminan isi dari iklan tersebut adalah fakta dan riil.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Dengan
asumsi bahwa santet itu tidak ada-lah Pasal 293 RKUHP dibuat, sehingga apabila
ada orang yang mengklaim bahwa mereka mampu melakukan santet, secara otomatis
dianggap sebagai penipuan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Pembuktian
tindak pindana penipuan klaim santet ini tidaklah sulit, Jimly Asshiddiqie
memberikan gambaran bahwa hanya dengan mengamati apakah ‘sang dukun’ terbukti
menawarkan diri dan memberikan tarif kepada si klien, maka dukun tersebut dapat
dikenai pasal penipuan memakai santet.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Dengan
gambaran di atas, sangat tidak tepat jika Pasal 293 RKUHP ini diberi label
“pasal santet”, akan tetapi lebih tepat jika diberi label “pasal penipuan
santet”.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Sampai
saat ini, sangat banyak masyarakat yang tertipu oleh klaim-klaim tidak benar dari
orang-orang yang mengaku bahwa meraka adalah dukun santet/orang pintar, dan
masyarakat tidak mampu melakukan upaya hukum apapun terhadap penipuan yang
mereka alami. Pasal ini berusaha untuk menghilangkan kejadian penipuan yang
bermodus praktik ilmu gaib.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Alih-alih
membahas hal yang gaib, saya berpendapat bahwa Pasal 293 RKUHP ini adalah
bentuk rasionalitas perumus RKUHP dalam menyikapi perkembangan zaman yang
semakin canggih dan modern di mana teknologi dan ilmu pengetahuan berkembang
dengan sangat pesat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Rasionalitas
itu berbentuk pemidanaan yang nantinya akan berujung kepada penghapusan segala
macam praktek Ilmu Ghaib, juga klaim-klaim sesat irasional lain.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: x-small;">Hanya
manusia yang rasional dan logis yang mampu bertahan dan bersaing. Jika untuk
berfikir rasional dan logis itu pun perlu perlu dipaksa, maka Pasal 293 RKUHP
ini adalah jawabannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-size: x-small;"><br /></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-23107633239461561172013-03-18T19:20:00.000-07:002013-03-18T19:22:08.835-07:00Upaya Hukum Peninjauan Kembali Dalam Perkara Perceraian<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:RelyOnVML/>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>AR-SA</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";}
</style>
<![endif]-->
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1m5h0AH9pbS2T2P7JDSTtO3i_I19rajMxJGiGPkdVSaa72hh5rgLyh2F0fjXGUgYfGU9ITyNoIkd15d124_gXJreUkzqgqFwO6oRQ6m6yF8CaUe_bd_MzgPkoAE6Dn7PoEPU6uswLMw8/s1600/www.istanbulbim.adalet.gov.tr.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><br /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiIiYqIEAKwCcVn9sW8zAQGXNFvtp6tq8o5YHhEl5MRdQO4qfrrvYfH2qIBKC34crwL14cVRvjI2RbV7MOMZItzkXjJcUf1Be6zhY5fj0E_gjvAcdAS-0u1ggw2kM8fJ8MXfN__rPqgQA/s1600/4055262-law-concept-of-justice-symbol.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiIiYqIEAKwCcVn9sW8zAQGXNFvtp6tq8o5YHhEl5MRdQO4qfrrvYfH2qIBKC34crwL14cVRvjI2RbV7MOMZItzkXjJcUf1Be6zhY5fj0E_gjvAcdAS-0u1ggw2kM8fJ8MXfN__rPqgQA/s200/4055262-law-concept-of-justice-symbol.jpg" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Putusan
tingkat pertama yang telah berkekuatan hukum tetap atau putusan kasasi mengikat
kepada para pihak berperkara, dalam arti lain putusan tersebut ditetapkan
sebagai putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (<i>inkracht
van Gewijsde</i>) dan harus dianggap benar (<i>Res judicata pro veritate
accipitur)</i>.Akan tetapi dalam hukum acara masih ada </span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: x-small;">upaya hukum terhadap
suatu putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Peninjauan
Kembali dan upaya hukum Derden Verzet (perlawanan pihak ketiga terhadap sita
eksekusi atau sita jaminan). (Sudikno Mertokusumo, 1998<span lang="SV">).</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Peninjauan
Kembali berlaku pada semua perkara, baik perdata (termasuk perkawinan dan
perceraian) maupun pidana. Akan tetapi, meskipun pihak berperkara mengajukan
Peninjauan Kembali, namun Pasal 66 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985
(telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009) tentang Mahkamah Agung menyatakan
bahwa: "Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan
pelaksanaan putusan Pengadilan". </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Berdasarkan
ketentuan pasal tersebut, jika dalam perkara perdata lain, tidak akan banyak
menghadapi masalah hukum jika Pihak yang mengajukan Peninjauan Kembali tersebut
dimenangkan. Akan tetapi, bagaimana jika Peninjuan Kembali itu terjadi dalam
perkara perceraian? Hal ini menjadi menarik untuk dibahas karena berkaitan
dengan hasil diskusi Kelompok Bidang Agama (Komisi II) Rakernas Mahkamah Agung
di Manado, yang menghasilkan salah satu poin rumusan “Demi kepentingan hukum, maka
ikrar talak yang sudah diucapkan di depan sidang pengadilan dapat dibatalkan dengan
putusan Peninjauan Kembali”.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-size: x-small;"><b><span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"></span></b><span dir="LTR"></span><b>Upaya </b><b>Hukum Peninjauan Kembali</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak dapat dirubah, apalagi
dibatalkan. Akan tetapi dalam kenyataan tidak mustahil putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut mengandung suatu cacad hukum yang
sebelumnya tidak diketahui oleh hakim yang memeriksa perkara, baik pada
pengadilan tingkat pertama, tingkat banding atau kasasi dengan mengingat bahwa
hakim adalah manusia biasa yang tidak dapat menembus kebenaran secara hakiki;
hakim bisa saja dibohongi oleh saksi-saksi pada saat pemeriksaan sidang,
padahal saksi-saksi tersebut merupakan kunci penentuan suatu keputusan. Oleh
karena itulah ada ada Upaya Hukum dalam Hukum formil yang secara substansi
merupakan salah satu upaya dari penegakan hukum. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Upaya
Hukum Peninjauan tidak dikenal dalam HIR dan R.Bg.akan tetapi dapat ditemui di RV
(<i>Raad van Justicie</i>), yang dikenal dalam Hukum Acara sebagai lembaga “<i>Recuest
Civiel</i>”, yaitu suatu lembaga yang memberikan kesempatan untuk dibuka
kembali pemeriksaan perkara yang telah memperoleh putusan berkekuatan hukum
tetap. Saat ini Peninjauan Kembali juga telah dituangkan dalam Pasal 24 ayat
(1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa <i>:”Terhadap
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, pihak-pihak
yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah
Agung apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam
undang-undang”. </i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;"><i> </i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Peninjauan
Kembali dapat dilakukan dengan beberapa syarat tertentu: </span></div>
<ol start="1" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"> Adanya alasan Upaya
Hukum Peninjauan Kembali</span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Seseorang
yang berkepentingan dengan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dan merasa dirugikan dengan putusan itu mempunyai hak untuk mengajukan
upaya hukum peninjauan kembali selama ia mempunyai alasan-alasan yang
dibenarkan oleh hukum, diantaranya:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-size: x-small;">a.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span dir="LTR"></span>apabila putusan didasarkan
pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah
perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim
pidana dinyatakan palsu;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-size: x-small;">b.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span dir="LTR"></span>apabila setelah perkara diputus ditemukan
surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa
tidak dapat ditemukan;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-size: x-small;">c.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span dir="LTR"></span>apabila telah dikabulkan suatu
hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-size: x-small;">d.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span dir="LTR"></span>apabila mengenai sesuatu bagian
dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-size: x-small;">e.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span dir="LTR"></span>apabila antara pihak-pihak
yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh
Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang
bertentangan satu dengan yang lain;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-size: x-small;">f.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span dir="LTR"></span>apabila dalam suatu putusan
terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. (UU No.
5/2004)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgR2qYfSGMFxQBaY3xlyo3Tu_GLa4Nl7PyXOKrmFvPcclipUX1UTWgBnaLKnzrjzbdJwJw3r5RwZ6wLG3AhOq1M4bGu_nbKpaNzTaTL5jVBhjHRDcmbMOdbPzMi98LQhLA61pETguKQw0o/s1600/radiookapi.net.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="176" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgR2qYfSGMFxQBaY3xlyo3Tu_GLa4Nl7PyXOKrmFvPcclipUX1UTWgBnaLKnzrjzbdJwJw3r5RwZ6wLG3AhOq1M4bGu_nbKpaNzTaTL5jVBhjHRDcmbMOdbPzMi98LQhLA61pETguKQw0o/s320/radiookapi.net.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Dari
rumusan di atas, dipahami bahwa peninjauan kembali dapat diajukan dengan alasan
adanya hal-hal baru yang diketahui setelah putusan dijatuhkan sementara
upaya hukum biasa telah lewat atau telah dilakukan akan tetapi upaya tersebut
mengalami kegagalan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Dengan
salah satu alasan atau lebih, pihak yang berkepentingan dalam hal ini termasuk
perkara perceraian pada pengadilan Agama dapat mengajukan permohonan peninjauan
kembali melalui Pengadilan Agama yang memutus perkara pada tingkat pertama
sekaligus dengan membayar biaya peninjauan kembali. Pengajuan upaya hukum
Peninjauan Kembali meliputi perkara perceraian yang dijatuhkan dengan thalak
raj’i, thalak bain sugro, thalak bain kubro dan termasuk thalak yang dijatuhkan
dengan sumpah lian.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Dalam
setiap persidangan upaya atau tindakan yang mengarah kepada pemalsuan fakta
atau pemutarbalikkan fakta adalah sesuatu yang tidak jarang terjadi, sebab
pihak-pihak berperkara berupaya keras untuk memenangkan perkaranya di
pengadilan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Pemutarbalikan
fakta dalam sengketa perdata umum seringkali terjadi dan membuka kemungkinan
yang luas termasuk didalamnya perkara perdata perkawinan yang mengarah kepada
perceraian. Penggugat atau pemohon dengan kelihaian kata-kata atau dengan
keberhasilan menghadirkan saksi-saksi palsu telah dapat mempengaruhi hakim
sehingga fakta yang ditemukan dalam sidang berbeda dengan fakta yang sebenarnya
misalnya dalam hal sumber permasalahan atau sumber kesalahan sehingga kesalahan
diarahkan kepada tergugat atau termohon. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Pada
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum telah umum diketahui bahwa siapa
yang salah dialah yang dikalahkan dalam suatu perkara. Berbeda pada pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Agama terutama dalam sengketa perceraian; putusan
hakim tidak didasarkan kepada siapa yang salah, akan tetapi sangat ditentukan
dari fakta yang ditemukan apakah keharmonisan para pihak berperkara dalam rumah
tangga sebagai pasangan suami isteri masih dapat dipertahankan ataukah sulit
atau tidak mungkin dapat didamaikan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Pada
kasus perceraian ketika perkara telah melalui beberapa proses dari tingkat
pertama, tingkat banding dan kasasi dan dilanjutkan dengan upaya Peninjauan
kembali, yang didalamnya terjadi perdebatan antara para pihak berperkara jelas
merupakan fakta yang tidak perlu pembuktian lagi (notoir) bahwa kedua belah
pihak berperkara telah terjadi perselisihan yang sulit untuk didamaikan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Dengan
demikian jika ditemukan fakta tentang pemutarbalikkan fakta, hal itu tidak akan
merusak alasan utama dari suatu perceraian. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<ol start="2" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Ditemukan <i>novum</i> yang
lebih dominan menunjukkan bukti kepemilikan yang selama persidangan
bukti tersebut tidak ditemukan. </span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Dalam
sengketa perdata umum, hal itu sering terjadi; berbeda dengan perkara sengketa
perkawinan yang mengarah kepada perceraian jelas yang dipersoalkan bukan hal
kepemilikan namun lebih menjurus kepada hal-hal yang mempunyai nilai abstark
yaitu cinta kasih dan kebencian dua hal yang tidak bisa dipaksakan untuk
diputarbalikkan, kebencian tidak bisa dipaksa untuk dirubah menjadi cinta kasih
atau sebaliknya cinta kasih tidak bisa dipaksa untuk dirubah menjadi kebencian.
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Dengan
demikian maka dalam hal perkara sengketa perkawinan yang mengarah kepada
putusnya hubungan perkawinan, persyaratan formal Peninjauan Kembali dalam
hal adanya novum baru akan sulit ditemukan. Berbeda jika novum tersebut
terhadap fakta lain dari akibat perceraian seperti misalnya tentang penentuan
harta bersama, hal itu bisa dimungkinkan terjadi. Dalam kaitan alasan ini juga
tampak jelas bahwa upaya hukum peninjauan kembali sangat membantu menemukan
kebenaran untuk mengembalikan pihak berperkara pada porsi yang sebenarnya;
dengan adanya bukti baru yang ternyata benar maka pihak yang semula dikalahkan
dalam suatu perkara yang jelas menjadi pihak yang teraniaya dapat dikembalikan
haknya dan pada intinya hukum telah mampu menegakkan keadilan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Salah
satu syarat formal suatu gugatan atau permohonan adalah adanya suatu tuntutan
atau permohonan dan bahkan tidak jarang tuntutan atau permohonan tersebut tidak
hanya terdiri dari satu tuntutan atau permohonan namun dikumulasikan dengan
tuntutan atau permohonan lainnya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<ol start="3" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"> Peninjauan Kembali Tidak
Menghentikan Eksekusi.</span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Sebagaimana
dikemukakan di atas, bahwa jika putusan telah memperoleh kekuatan hukum
tetap maka eksekusi dapat dijalankan; namun tidak jarang dalam praktek
ditemui suatu proses upaya hukum yaitu sebelum eksekusi dijalankan atau pada
saat eksekusi dijalankan pihak berkepentingan mengajukan permohonan Peninjauan
Kembali. Dalam kondisi seperti itu, Pasal 66 ayat (2) Undang-undang Nomor
14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5
Tahun 2004 memberikan jawaban dengan ungkapan : “Permohonan peninjauan
kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan”.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Kalau
Pasal 66 ayat (2) diperhatikan benar-benar bersifat “negasi”, dalam kata-kata
“tidak menangguhkan atau tidak menghentikan pelaksanaan putusan”. Dari sudut
pandangan yuridis, setiap yang bersifat “negasi” atau “larangan” adalah
bersifat “imperative”. Jika demikian, permohonan Peninjauan Kembali secara
mutlak tidak boleh menangguhkan atau menghentikan eksekusi”. (M. Yahya Harahap,
2005)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-size: x-small;"><b>Peninjauan
Kembali Perkara Perceraian</b></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1m5h0AH9pbS2T2P7JDSTtO3i_I19rajMxJGiGPkdVSaa72hh5rgLyh2F0fjXGUgYfGU9ITyNoIkd15d124_gXJreUkzqgqFwO6oRQ6m6yF8CaUe_bd_MzgPkoAE6Dn7PoEPU6uswLMw8/s1600/www.istanbulbim.adalet.gov.tr.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1m5h0AH9pbS2T2P7JDSTtO3i_I19rajMxJGiGPkdVSaa72hh5rgLyh2F0fjXGUgYfGU9ITyNoIkd15d124_gXJreUkzqgqFwO6oRQ6m6yF8CaUe_bd_MzgPkoAE6Dn7PoEPU6uswLMw8/s1600/www.istanbulbim.adalet.gov.tr.jpg" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Ketika
suatu putusan pengadilan dinyatakan telah mempunyai kekuatan hukum tetap
pada dasarnya putusan tersebut sudah final, kedua belah pihak berperkara secara
yuridis harus menerima putusan itu dengan lapang dada terlepas dari suka atau
tidak suka, kecewa atau merasa puas. Hanya saja dengan kesadaran bahwa manusia
memiliki keterbatasan maka setelah dilakukan upaya hukum biasa dimungkinkan
untuk dilakukan pemeriksaan dalam upaya hukum luar biasa yaitu upaya hukum
Peninjauan Kembali yang tujuannya tidak lain untuk mencari kebenaran secara
maksimal. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Jika
suatu perkara perceraian telah Berkekuatan Hukum Tetap, maka suami isteri tersebut
telah diputuskan hubungan perkawinannya, dan mereka dapat melakukan perkawinan
baru dengan pihak lain. Apabila salah satu pihak mengajukan permohonan peninjauan
kembali dan dikabulkan, maka pasangan suami isteri tersebut secara yuridis
kembali berposisi sebagai pasangan suami isteri yang sah. Permasalahan baru
muncul, apabila salah satu pihak ternyata sudah melaksanakan pernikahan dengan
orang lain, maka otomatis isteri mempunyai dua suami yang sah dan atau seorang
suami mempunyai dua isteri yang sah. Upaya hukum peninjauan kembali ini, dapat
disalah gunakan oleh pihak yang ingin melakukan poligami atau poliandri (dengan
tidak membahas masalah kebolehannya atau tidak) secara terselubung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Masalah
yang berbeda akan dihadapi dalam kasus cerai talak dengan eksekusi Ikrar
Talak-nya. Walaupun masih terjadi perbedaan pendapat tentang Ikrar Talak adalah
suatu bentuk eksekusi atau bukan, akan tetapi penulis cenderung memegang
pendapat bahwa Ikrar Talak adalah eksekusi dari putusan Cerai Talak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Eksekusi
mungkin bisa dimohonkan untuk ditunda atau dilawan, tapi tidak untuk
dibatalkan. Hal ini berkaitan dengan asas kepastian hukum. Ikrar talak yang
notabene merupakan eksekusi dari putusan cerai talak mempunyai kekuatan yang
sama untuk tidak dapat dibatalkan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Mungkin,
hal ini bisa diberikan kebijakan khusus Mahkamah Agung dengan perintah kepada
Pengadilan Tingkat pertama untuk menunda ikrar talak, jika salah satu pihak
mengajukan upaya Peninjauan Kembali sampai putusan Peninjauan Kembali tersebut
jatuh. Namun hal ini menemui kendala baru bahwa jangka waktu eksekusi Ikrar
Talak hanya 6 bulan, jika lewat jangka waktu tersebut maka ikrar talak dianggap
tidak dilaksanakan. Hal ini bisa disalah gunakan oleh pihak lawan yang tidak
mau diikrarkan untuk langsung mengajukan permohonan Peninjauan Kembali, dengan
asumsi bahwa jangka waktu dari pengajuan permohonan Peninjauan Kembali sampai
putusan akan melebihi jangka waktu 6 bulan, sehingga ikrar tidak jadi
dilaksanakan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Penulis
berpendapat, bahwa tidak tepat jika peninjauan kembali tersebut ditujukan
kepada Ikrar Talak-nya (yang merupakan eksekusi, dan berbentuk penetapan), akan
tetapi lebih pas jika ditujukan kepada putusan Cerai Talak, karena tanpa
putusan tersebut, Ikrar Talak tidak mungkin dilaksanakan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Di
sisi lain, jika kita melihat kepada Hukum Islam, permohonan Peninjauan Kembali terhadap
perkara perceraian, jika dikabulkan maka akan menciptakan suatu kondisi baru
yang melanggar hukum Islam: seorang isteri dipaksa untuk hidup bersama dengan
mantan suaminya yang telah bercerai dengannya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: x-small;">Nabi
SAW. Bersabda: <span lang="EN-US">“<i>Tiga hal yang seriusnya dianggap
serius dan candanya dianggap serius: talak, nikah, cerai</i>.” (HR. Abu Dawud).
Berdasarkan hal ini, </span>Ikrar
Talak yang diucapkan dihadapan sidang Pengadilan Agama adalah sebuah hal yang sangat
serius, sehingga talak tersebut telah jatuh, dan tidak dapat dibatalkan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-size: x-small;"><b><span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"></span></b><span dir="LTR"></span><b>Penutup.</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17.85pt; text-align: justify; text-indent: 36.15pt;">
<span style="font-size: x-small;">Hukum
Islam mengatur kembalinya hubungan suami istri yang telah bercerai berdasar
putusan Peradilan Agama yang berkekuatan hukum tetap hanya dapat dilakukan
dengan cara rujuk dan nikah baru, oleh karena itu putusan perceraian yang telah
berkekuatan hukum tetap tidak dapat dibatalkan melalui upaya hukum Peninjauan
Kembali;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17.85pt; text-align: justify; text-indent: 36.15pt;">
<span style="font-size: x-small;">Upaya
hukum Peninjauan Kembali dalam perkara perceraian tidak boleh dilakukan karena
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
juga bertentangan dengan Hukum Islam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17.85pt; text-align: justify; text-indent: 36.15pt;">
<span style="font-size: x-small;">Kalaupun
pada akhirnya upaya Peninjauan Kembali terhadap perkara perceraian dapat
diakomodir, maka (menurut hemat penulis) hal ini perlu dirumuskan dalam sebuah peraturan
tertulis (berupa PERMA/SEMA/peraturan perundang-undangan yang lain) agar dapat
dijadikan pegangan dan tolak ukur yang pasti bagi para Hakim Pengadilan Agama
se-Indonesia.</span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com14tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-32080944101185882672013-02-18T21:23:00.002-08:002013-02-18T21:23:56.567-08:00Mampukah Mahkamah Agung Kuburkan Esprit De Corps<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghejjq39Xw1qd1hKSctapB0NTtu2dx4kOT70TCXbT3IhesBhyOGQcY2C58tfRiUU9iFbXpVRPn0Kbhm9_Ww4dxrneCy-2jGYDLkZ_y3KRlUdqtClyozvGLFj94p-f61zPPPvW4v6QQ2Bw/s1600/Esprit+De+Corps.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghejjq39Xw1qd1hKSctapB0NTtu2dx4kOT70TCXbT3IhesBhyOGQcY2C58tfRiUU9iFbXpVRPn0Kbhm9_Ww4dxrneCy-2jGYDLkZ_y3KRlUdqtClyozvGLFj94p-f61zPPPvW4v6QQ2Bw/s200/Esprit+De+Corps.jpg" width="200" /></a></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;">Ridwan Mansyur, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, mengatakan: "Sekarang kalau ada kejadian yang menghilangkan integritas, tidak ada toleransi lagi. Ini arahan Ketua. Tidak boleh ada Esprit de Corps menjadi alasan menutup-nutupi keburukan lembaga." (29/12/2012).<br /><br />Hal ini beliau sampaikan ketika menanggapi pengakuan seorang Hakim tentang penyimpangan yang ia lakukan di masa lalu dengan seorang pejabat Mahkamah Agung di sebuah portal berita online. (detik.com, 29/12/2012).</span></div>
<a name='more'></a><span style="font-size: x-small;"><br /><br />Kalimat tentang Esprit de Corps ala Mahkamah Agung yang disampaikan oleh Ridwan Mansyur bukanlah sekedar basa-basi. Ridwan Mansyur hanya sekedar mengulangi apa yang disampaikan oleh Hatta Ali, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, dalam pidatonya ketika melantik beberapa Ketua Pengadilan Tingkat Banding di Mahkamah Agung (27/12/2012).<br /><br />Dalam pidato tersebut, Hatta Ali menyorot tajam tentang masih adanya aparat pengadilan yang tertangkap karena melakukan perbuatan yang tidak terpuji, yang sangat merusak citra dan wibawa Mahkamah Agung.<br /><br /><b>Esprit de corps.</b><br /><br />Rapl Linton mengatakan esprit de corps adalah semangat keakraban dalam korps. Perasaan ini akan menimbulkan kesadaran korps, perasaan kesatuan, perasaan kekitaan, dan kecintaan terhadap perhimpunan atau organisasi.<br /><br />Secara positif, esprit de corps menekankan kepada rasa hormat terhadap pribadi, lingkungan dan organisasi/korps. Tapi jika diartikan secara negatif, semangat esprit de corps biasa dipakai untuk menutup-nutupi tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh kolega: “Right or wrong, this is my corps”.<br /><br />Hatta Ali menyatakan bahwa sudah tidak lagi zamannya semangat esprit de corps dipakai untuk menutup-nutupi tindakan tidak terpuji. Semangat ini hendaknya diarahkan ke hal-hal yang lebih positif, produktif dan proporsional sesuai dengan fungsi lembaga peradilan. <br /><br />Itikad ini telah terealisir dengan di-Mahkamah Kehormatan Hakim-kan salah seorang Hakim Agung dalam kasus pemalsuan amar putusan, yang berujung kepada pemberhentian dengan tidak hormat tanpa hak pensiun terhadap Hakim Agung tersebut.<br /><br />Hakim Agung yang diberhentikan secara tidak hormat, baru terjadi pertama kali di Indonesia, sebuah sinyal kuat dari Mahkamah Agung untuk menghilangkan dan memproses segala penyimpangan yang terjadi, dengan tanpa membela dan menutup-nutupi.<br /><br />Selama tahun 2012 ini sudah ada beberapa Hakim yang dikenai sanksi diberhentikan, atau di nonpalu karena berbagai sebab penyimpangan. Naiknya jumlah Hakim yang diberi sanksi tidaklah bermakna bahwa moral para Hakim semakin merosot, akan tetapi justru memberikan sinyal bahwa jargon bersih-bersih ke dalam institusi dan semangat esprit de corps yang positif semakin menguat.<br /><br />Sejak Indonesia merdeka, sepertinya belum pernah ada mimpi bahwa Hukum akan tegak terhadap aparat peradilan, terutama Hakim, apalagi melihat Hakim yang mendapat sanksi diberhentikan adalah sebuah utopia.<br /><br /><b> </b></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJvaP9SwJ878JLSfrczEOUKZjZrecojzV2SDqcRnDPnlSTdjqausS3b4O7BKu29MUJj6nwh8rl3rjU13YgVhnI-iF_95fvR0EfmqIAXkDo_tBxPkhOWkU-yoXkua4peC0m52XsEV3Q-gQ/s1600/Esprit+De+Corps1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJvaP9SwJ878JLSfrczEOUKZjZrecojzV2SDqcRnDPnlSTdjqausS3b4O7BKu29MUJj6nwh8rl3rjU13YgVhnI-iF_95fvR0EfmqIAXkDo_tBxPkhOWkU-yoXkua4peC0m52XsEV3Q-gQ/s200/Esprit+De+Corps1.jpg" width="200" /></a><span style="font-size: x-small;"><b>Janji yang Harus Dipenuhi.<br /></b>Saat ini kepercayaan masyarakat terhadap dunia peradilan berada di titik nadir. Sebuah itikad saja mungkin tidak cukup, masih diperlukan usaha yang kuat untuk meraih kembali kepercayaan masyarakat dan memulihkan keagungan lembaga peradilan.<br /><br />Keterbukaan dan tranparansi perkara yang sudah lama digembar-gemborkan oleh Mahkamah Agung ternyata tersendat di pengadilan tingkat pertama. Ketika perkara Kasasi dan Peninjuan Kembali dapat dengan mudah diakses di website Mahkamah Agung, tidak demikian halnya yang terjadi dengan putusan pengadilan-pengadilan tingkat pertama. <br /><br />Sampai saat ini masih banyak ditemui cerita tentang sulitnya pihak berperkara mengakses informasi tentang perkara yang mereka cari, dan minimnya publikasi putusan. Program Mahkamah Agung untuk mempublikasikan seluruh putusan Pengadilan dalam satu portal (putusan.mahkamahagung.go.id), tidak berjalan dengan baik.<br /><br />Mahkamah Agung seakan berpacu dengan waktu yang tidak mau berhenti. Hatta Ali menyampaikan dalam pidato tersebut agar seluruh aparat peradilan untuk rajin mengupdate dan memeriksa informasi di website Mahkamah Agung, demi transparansi dan keterbukaan. Alasan masih gaptek, atau terhambat akses karena buruknya infrastruktur, bukanlah lagi sebuah alasan yang dapat diterima. <br /><br />Harapan masyarakat semakin membumbung tinggi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2012 tentang kesejahteraan Hakim. Alasan ekonomi sebagai pembenar tindakan tercela suap dan kongkalikong dengan pihak berperkara menjadi sirna.<br /><br />Modus operandi terselubung yang harus diwaspadai oleh semua aparat peradilan adalah, meminjam istilah Achmad Fauzi, Deposit Suap: Jika seorang Hakim menerima pemberian, walaupun tidak berkaitan dengan perkara apapun, tidak menutup kemungkinan suatu saat sang pemberi akan menagih kompensasi dari pemberian yang pernah ia berikan. Hal inilah yang terjadi terhadap seorang Ketua Pengadilan di Kalimantan Tengah.<br /><br />Menerima pemberian ucapan terimakasih setelah perkara selesai pun tidak dapat dibenarkan, karena itu adalah suap yang tertunda. Semua aparat peradilan harus mengingat istilah tidak ada makan siang gratis.<br /><br />Praktek korup lain yang harus musnah adalah pungli di setiap lini peradilan. Biaya pendaftaran perkara siluman, sisa panjar perkara perdata yang tidak dikembalikan, kongkalikong pencabutan status tahanan, pungli peminjaman alat bukti, dan banyak praktek penyimpangan lain juga harus menjadi prioritas perbaikan.<br /><br />Amanat Hatta Ali bahwa tidak boleh ada toleransi terhadap tindakan-tindakan tidak terpuji yang mencederai reputasi dan integritas badan peradilan adalah sebuah harapan bagi terciptanya lembaga peradilan yang bersih, profesional, dan berintegritas, sekaligus sebuah amanat yang menjadi janji yang harus dipenuhi dan dilaksanakan secara konsekuen, dengan pengawalan dan pengawasan dari media dan masyarakat.<br /><br /><b>Sunset Policy ala Mahkamah Agung.<br /></b>Pada tahun 2008, Dirjen Pajak memperkenalkan Sunset Policy, sebuah kebijakan pengampunan sanksi administrasi perpajakan, dalam rangka untuk menggenjot penerimaan pajak dari wajib pajak kepada pemerintah.<br /><br />Pidato Hatta Ali tersebut, penulis artikan sebagai Sunset Policy-nya Mahkamah Agung: sebuah cara berfikir yang out the box, untuk meluruskan, memperbaiki, dan memperkuat dunia peradilan. Seakan tersirat disana kalimat: “Kita tutup semua cerita lama, dan mari kita buka lembaran baru yang lebih baik, dan melakukannya dengan cara yang benar.”<br /><br />Birokrasi pada intinya adalah suatu kondisi dimana pelaksanaan tugas dan arahan pimpinan bisa terlaksana secara efisien dan efektif. Itikad dari Hatta Ali tidak akan mungkin terlaksana jika unsur birokrasi di semua tingkat pengadilan tidak mampu mengamankan kebijakan dan prioritas Mahkamah Agung, artinya birokrasi organisasi telah gagal. Jika ada satu unsur birokrasi yang ternyata menghambat, maka perlu ditinjau kembali amanah jabatan birokrat tersebut.<br /><br />Dalam matematika, plus x plus = plus, sedangkan minus x minus = plus. Dengan bahasa sehari-hari, rumus diatas dapat diartikan bahwa menyatakan benar terhadap tindakan yang benar adalah benar, seperti halnya menyatakan salah terhadap tindakan yang salah adalah juga benar.</span></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><i>(Tulisan ini juga dimuat di Koran Banjarmasin Post, Selasa 1 Januari 2013)</i></span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6852190218499035072.post-70560499384184422982013-02-18T20:42:00.002-08:002013-02-18T20:42:55.402-08:00Rekonstruksi Nikah Sirri<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDhSc3eryabUcdJ8Y2vI1ycnw07iI14K0wT9Mcp9Emu8KEjw5AEpupsC4b82z5xjvqUaHuzPNTxIbY9mGF8CUabmso-2kl3O5g_9mAa9GRdbqa03uZFc_y5GjiX-_D_4ZS4ideA_F4Wzc/s1600/nikah-siri.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="" border="0" height="168" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDhSc3eryabUcdJ8Y2vI1ycnw07iI14K0wT9Mcp9Emu8KEjw5AEpupsC4b82z5xjvqUaHuzPNTxIbY9mGF8CUabmso-2kl3O5g_9mAa9GRdbqa03uZFc_y5GjiX-_D_4ZS4ideA_F4Wzc/s200/nikah-siri.jpg" title="Ilustrasi gambar bukan milik pemilik blog dan bisa saja memiliki hak cipta" width="200" /></a></div>
<span style="font-size: x-small;">Pembahasan dan perdebatan mengenai nikah sirri kembali menemukan momentum setelah skandal Aceng Fikri, Bupati Garut, yang menikahi seorang wanita muda secara sirri selama 4 hari dan kemudian menceraikannya via sms.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Pendapat dari berbagai kalangan kembali bermunculan, tentang keabsahan nikah sirri, baik menurut agama, maupun menurut negara, termasuk tentang ancaman pidana terhadap para pelakunya.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: x-small;"><br />Selama ini, arus mainstream dan anggapan umum berpendapat bahwa Nikah Sirri adalah nikah sah menurut agama, tapi tidak tercatat, sedangkan nikah di KUA adalah nikah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Benarkah seperti itu?</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br /><b>Nikah Sirri Menurut Agama Islam</b></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Istilah Nikah Sirri (nikah rahasia) bukanlah berasal dari Indonesia, bukan pula tercipta mulai sejak Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ttg perkawinan disahkan, akan tetapi jauh sebelum itu, sejak 14 abad yang lalu, istilah nikah sirri dan praktek nikah sirri telah ada dan membudaya.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Ada dua pendapat besar dalam khazanah hukum Islam tentang makna Nikah Sirri. Dalam pengertian yang pertama, nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan secara sembunyi–sembunyi tanpa wali dan saksi (Imam Syafi’i: Al-Umm 5/23), dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa nikah sirri hukumnya tidak sah.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Sedangkan pendapat yang kedua menyatakan bahwa nikah Siri adalah pernikahan yang dihadiri oleh wali dan dua orang saksi, tetapi saksi-saksi tersebut tidak boleh mengumumkannya kepada khayalak ramai.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Terhadap definisi kedua ini, mayoritas ulama, di antaranya adalah Umar bin Khattab, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad (Ibnu Qudamah: Al Mughni 7/ 434-435) berpendapat bahwa nikah sirri hukumnya makruh.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Adapun madzhab Maliki dan sebagian dari ulama madzhab Hambali berpendapat bahwa nikah sirri tidak sah (Ibnu Qudamah: al Mughni: 7/ 435). Bahkan ulama Malikiyah mengharuskan suaminya untuk segera menceraikan istrinya, atau membatalkan pernikahan tersebut, dan wajib ditegakkan had kepada kedua mempelai jika mereka terbukti sudah melakukan hubungan seksual. Kedua saksi pernikahan juga wajib diberikan sangsi jika memang sengaja untuk merahasiakan pernikahan kedua mempelai tersebut.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Dari beberapa paraghrap diatas, diketahui bahwa dalam hal definisi nikah sirri pun ulama masih berbeda pendapat, sehingga pemaknaan ulang nikah sirri, dengan tetap mengacu kepada definisi nikah sirri yang telah ada dan memperhatikan aspek kekinian, bisa dilakukan.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br /><b>Nikah Di Bawah Tangan</b></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Setelah Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan, yang salah satu pasalnya memuat bahwa nikah sah adalah nikah yang dilaksanakan menurut hukum agama dan dicatatkan oleh petugas pencatatan nikah, maka mulai muncul istilah Nikah di bawah tangan.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Apakah nikah di bawah tangan dengan nikah sirri itu sama? Dalam hal ini, penulis sependapat dengan fatwa MUI nomor 10 tahun 2008 yang membedakan antara nikah sirri dengan nikah di bawah tangan.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Dalam fatwa tersebut, nikah di bawah tangan adalah pernikahan yang terpenuhi semua rukun dan syarat yang ditetapkan dalam fiqh (hukum Islam), namun tanpa pencatatan resmi di instansi berwenang sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Walaupun dalam fatwa MUI tersebut disebut hukumnya sah, tapi dalam poin 2 disebutkan juga bahwa hukum nikah di bawah tangan menjadi haram jika terdapat mudharat.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Dari beberapa kasus yang penulis temui, nikah di bawah tangan terjadi karena beberapa sebab, diantaranya: Pertama, akses kediaman kedua mempelai yang jauh dari kantor pencatatan pernikahan setempat. Hal ini mungkin tidak ditemui di pulau jawa, akan tetapi untuk di daerah luar pulau jawa, apalagi daerah kepulauan, alasan seperti ini menjadi cerita sehari-hari.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Kedua, adanya anggapan bahwa menikah di Kantor Urusan Agama menghabiskan banyak biaya. Ketiga, adanya aparat pemerintahan yang tidak amanah, entah itu dari unsur penghulu, PPN, aparat desa, atau unsur pemerintahan lain. Ketidak amanahan terjadi ketika pasangan calon mempelai sudah mempercayakan sepenuhnya kepengurusan pernikahan mereka terhadap petugas, dan ternyata petugas dimaksud lalai dalam mengemban amanah, sehingga pernikahan mempelai tersebut menjadi tidak tercatat di buku register pernikahan setempat.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Keempat, hilangnya akta nikah, entah itu bencana alam, kelalaian, dan beberapa sebab lain yang dapat dibuktikan. Dan Kelima, pernikahan dilakukan sebelum Undang-undang nomor 1 tahun 1974 disahkan.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Kejadian nikah di bawah tangan yang tidak tercatat di buku register pernikahan, tapi tetap mengadakan resepsi, mengundang tetangga kiri-kanan, dan mengumumkannya kepada khalayak ramai adalah hal yang jamak terjadi, dan untuk hal seperti ini, bukanlah termasuk nikah sirri.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Terhadap pernikahan di bawah tangan, peraturan perundang-undangan kita mengakomodir pengesahan nikah tersebut lewat permohonan isbat nikah di Pengadilan Agama, sehingga bisa menghilangkan unsur mudharat yang terjadi akibat pernikahan di bawah tangan.</span><br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiS15D9xfAm03dQyyP-Oqh8Y_vmQLnoBEvsVmdr1hMFI0IGzix60X8cJt8U0I1uwF5HknrqO9m_e74h7mpaQ23Q1c4jRRmqLkt-l8W8b_I57Ug97GPplE2eny-3Sszpvaj8bLp_94Xji8E/s1600/Pembatalan+Perkawinan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="171" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiS15D9xfAm03dQyyP-Oqh8Y_vmQLnoBEvsVmdr1hMFI0IGzix60X8cJt8U0I1uwF5HknrqO9m_e74h7mpaQ23Q1c4jRRmqLkt-l8W8b_I57Ug97GPplE2eny-3Sszpvaj8bLp_94Xji8E/s200/Pembatalan+Perkawinan.jpg" width="200" /></a><span style="font-size: x-small;"><br /><b>Salah Kaprah</b></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Pernikahan adalah sebuah seremonial sekali seumur hidup, yang akan terus terkenang, dan menjadi sebuah kejadian istimewa bagi sepasang manusia.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Secara logika, seseorang yang masih berstatus perjaka dan perawan beserta keluarga besarnya niscaya berkeinginan untuk melaksanakan prosesi pernikahan dengan sebagaimana mestinya, sesuai dengan peraturan perundangan-undangan, mengadakan resepsi, mengundang tetangga kiri-kanan, untuk mengumumkan pernikahan mereka.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Bahkan, jika salah satu/keduanya berstatus duda/janda pun, deklarasi sehidup semati ini tetap menjadi hal yang sakral.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Namun logika ini seakan patah ketika ada yang melakukan pernikahan secara sembunyi-bunyi. Pertanyaan pertama yang keluar: “Kenapa pernikahan itu harus disembunyikan? Adakah yang salah disana?”.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Dengan berpegang kepada definisi nikah sirri dan nikah di bawah tangan yang telah dijabarkan diatas, maka penulis menemukan beberapa fakta kejadian, bahwa mayoritas kejadian nikah sirri adalah poligami liar, sedangkan kejadian nikah di bawah tangan adalah nikah normal dengan beberapa sebab kasuistis yang dapat dipertanggungjawabkan menjadikan pernikahan tersebut tidak tercatat.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Secara hukum agama, tidak ada yang dapat membuktikan keabsahan nikah sirri, baik dari segi rukun (wali, saksi, dsb) dan syarat-syarat pernikahan. Jika secara hukum agama saja tidak dapat dibuktikan, maka berbicara secara peraturan perundang-undangan menjadi tidak relevan.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Pelaksanaan nikah sirri yang rahasia dan sembunyi-sembunyi itu, merupakan salah satu bentuk itikad tidak baik dari para pelaku, karena ada sesuatu yang disembunyikan, karena ada sesuatu yang tidak pantas diketahui oleh umum. Adanya sebab itikad tidak baik seperti ini, menjadikan nikah sirri tidak layak untuk diberikan angin segar keabsahan nikah, baik secara agama maupun negara.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Sebaliknya, pernikahan di bawah tangan, tidak selalu dilakukan secara rahasia. Bukan sekali dua kali nikah di bawah tangan dilaksanakan lengkap dengan resepsinya, sehingga asumsi bahwa nikah di bawah tangan adalah nikah sirri menjadi gugur.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Nikah di bawah tangan, dengan beberapa sebab kasuistis diatas, masih dapat dibuktikan keabsahan pelaksanakan pernikahan tersebut secara agama, yang akan menjadi batu uji pengesahan nikah di Pengadilan Agama.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Adapun jika ditilik secara peraturan perundang-undangan, nikah sirri maupun nikah di bawah tangan mempunyai konsekuensi hukum yang sama: tidak berkekuatan hukum apapun terhadap para pelakunya.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Dan berdasarkan beberapa hal diatas, maka penulis berkesimpulan bahwa definisi nikah sirri yang saat ini marak terjadi bermakna poligami liar, yang secara otomatis sangat berbeda makna dengan pernikahan di bawah tangan.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br /><b>Pidana Nikah Sirri</b></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Nikah sirri yang notabene adalah poligami liar menimbulkan efek negatif yang luar biasa terhadap para pelakunya, terutama wanita dan anak-anak hasil nikah sirri tersebut.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Ketika pintu pengesahan nikah lewat permohonan isbat nikah hampir tertutup, maka yang tersisa adalah korban tak berdosa dan perasaan menyesal yang berkepanjangan.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Seorang wanita yang dinikahi secara sirri, tidak mempunyai daya dan upaya apapun untuk mempertahankan hak-hak rumah tangga, bahkan hak-hak perlakuan yang layak dan pantas sebagai seorang manusia.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Jika merujuk ke kasus Aceng Fikri, maka apa yang dapat dilakukan oleh F.O. untuk mempertahankan hak-hak asasi, keperdataan, bahkan haknya sebagai istri ketika dicerai lewat sms hanya dalam jangka 4 hari perkawinan? Sama sekali tidak ada.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Belum lagi jika melihat anak hasil pernikahan sirri tersebut, yang bahkan hak awal keperdataannya pun sudah terenggut ketika nama sang bapak tidak tertera di akta kelahiran yang dimilikinya.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Namun belum tentu pelaku nikah sirri bebas dari jerat hukum. Pasal 279 KUHP memberikan ancaman hukuman 5 tahun bagi pelaku nikah sirri baik laki-laki maupun perempuan yang sama-sama mengetahui bahwa telah ada pernikahan lain yang sah yang menjadi penghalang bagi nikah sirri yang mereka lakukan.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Sedangkan Pasal 280 KUHP juga memberikan ancaman hukuman 5 tahun bagi pelaku nikah sirri yang merahasiakan status pernikahannya yang sah kepada pasangan nikah sirri-nya.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Pasal 279 KUHP menjerat kedua belah pihak pelaku nikah sirri, sedangkan Pasal 280 KUHP hanya menjerat salah satu pihak yang memalsukan statusnya.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Dengan memperhatikan adanya 2 pasal ini, maka Rancangan Undang-undang Materiil Peradilan Agama yang didalamnya mengatur rancangan ancaman pidana terhadap pelaku nikah di bawah tangan yang sekarang kembali hangat diperdebatkan, seakan-akan menjadi barang lama yang terus diulang-ulang, sehingga melupakan bahwa tanpa sah-nya RUU itu pun, telah ada aturan pidana yang mengatur tentang hal ini, walaupun terfokus hanya kepada nikah sirri.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Perbedaan utama antara KUHP dan RUU Materiil Peradilan Agama, bahwa penghulu, pegawai KUA yang lalai, pihak keluarga, dan nikah di bawah tangan, tidak bisa dijerat dengan pasal 279 atau 280 KUHP. Tapi, karena penulis lebih menekankan tulisan ini kepada nikah sirri, maka penulis berpendapat bahwa 2 pasal ini pun sudah cukup untuk memberikan efek jera kepada para pelaku nikah sirri.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />Pernikahan, adalah mitsaqan ghalizan, tercakup didalamnya niat, itikad, dan proses. Sehingga sebuah rumah tangga yang baik akan diawali dengan sesuatu yang baik, dan nikah sirri bukanlah termasuk salah satunya.</span></div>
Fathony, Ade Firmanhttp://www.blogger.com/profile/09784464883366580634noreply@blogger.com0